Politik Sungsang di Negeri Akik

| dilihat 2325

INDONESIA adalah negeri akik yang paling sensitif. Khalayak tak hanya mudah dibuat gaduh oleh berita-berita tentang akik dan aneka bebatuan, yang memang banyak tersimpan di negeri ini. Tapi, juga oleh aneka hal, yang memperolok-olok akal sehat dan akal budi.

Simaklah berita aktual dari berbagai peristiwa mutakhir yang mengemuka. Ironisnya, yang mengemuka atau terlontar dari celah bibir petinggi (termasuk akademisi pemerhati ekonomi dan politik) adalah alasan, bukan cara mengatasi masalah.

Simak jugalah bagaimana kegaduhan dicipta, lalu dengan cepat didiseminasikan media, seputar lemahnya kesadaran budaya yang tercermin dari sikap Presiden Jokowi – membebaskan tenaga kerja asing dari kewajiban berbahasa Indonesia.

Selepas itu, kita dibuat gaduh oleh isu seputar rencana pergeseran Kabareskrim Komjen Budi Waseso (Buwas), justru ketika dia dan aparatusnya sedang gencar membongkar banyak kasus korupsi. Mulai dari kasus di SKK Migas, penimbunan sapi, dwelling time di Pelabuhan – berujung penggeledahan ruang kerja RJ Lino, dan lainnya. Tak masuk di akal sehat: bicara menguatkan institusi POLRI, yang terjadi sesungguhnya adalah pelemahan. Dugaannya pun ngeri: aksi operasi Buwas dianggap mengganggu stabilitas ekonomi.

Setelah itu? Dengan alasan yang dikemas begitu rupa – dengan membawa-bawa dajjal --, Partai Amanat Nasional (PAN) yang semula memilih jalan di luar pemerintahan, seketika mengambil posisi bergabung ke dalam politik pemerintah.

Sejak Oktober 2014, ketika riuh gaduh ‘pertarungan politik’ antara KMP (Koalisi Merah Putih) versus KIH (Koalisi Indonesia Hebat) berlangsung, lalu disusul dengan balas -membalas aksi KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) vs POLRI dalam kasus Budi Gunawan (BG), Bambang Widjojanto (BW), Abraham Samad (AS) kita melihat negeri akik ini sedang dilanda politik sungsang.

Kita gagal paham, apakah para petinggi negeri, khasnya petinggi politik, sungguh sedang berjuang menyejahterakan rakyat secara berkeadilan, atau sedang ‘berebut wibawa.’ Kita juga gagal paham, ketika yang kita saksikan, justru para petinggi politik itu sedang mempertontonkan sinetron bertajuk “Mencari Ketiak Ular.” Semua paham ular tak berketiak, tapi semua bergaduh mengungkapkan persepsi masing-masing tentang posisi ketiak ular.

Politik sangsang di negeri akik, menandai bahwa di negeri akik, ini kita sedang surplus petinggi dan defisit kaum elite, kaum yang keberadaannya mesti berfungsi sebagai pencerah rakyat. Bukan pemerah otak rakyat dengan isu-isu yang hanya penting untuk mereka.      

Sebagai rakyat, kita menyaksikan dunia politik kita saat ini, layar televisi raksasa yang sedang menyajikan sinetron tak berkualitas dan tak bermanfaat buat rakyat. Friksi dan konflik antar pemeran tak jelas karakternya, alias berkarakter abu-abu. Definisi benar dan salah pun menjadi dubieus.

Laksana pesawat terbang, bangsa ini sedang melesat di udara secara otopilot. Karena pilot dan co pilot hanya berperan pada saat pesawat take off dan landing.

Sangat kuat terkesan, bangsa ini kini sedang mengalami lack of leadership. Ironisnya, hal itu terjadi karena tak ada masterplan yang ‘tiada keraguan di dalamnya.’ Tak jelas skenario plan-nya. Roadmap-nya pun akhirnya sungsang. Simaklah sdengan angat mendalam ihwal Revolusi Mental yang buram, kecuali mengulang-ulang retorika politik masa lalu tentang Triçaksi yang pernah dilontarkan Bung Karno.

Salah satu indikator negeri akik ini sedang terjebak politik sungsang adalah sibuknya para petinggi negeri dengan jargon-jargon dan retorika, yang tidak aplicable. Rakyat dibuat terkejut-kejut, karena para pemimpinnya senang membuat kejutan. Rakyat dibuat ringsang dan tak lagi mampu membedakan mana yang seru dan mana yang saru. Dan para politisi kurcaci hanya sibuk ngotot membela atau menyerang pemerintah.

Politik sungsang yang sedang menerpa negeri akik ini, harus segera dihentikan. Caranya? Ambillah inisiatif menentukan titik temu atas semua yang dimufakatkan melalui musyawarah, dan titik pandang yang menempatkan segala perbedaan yang belum bisa disepakati.

Presiden Jokowi selaku Kepala Negara, tak ada salahnya menggelar forum ‘titik temu’ itu dengan mengundang seluruh pemimpin dan petinggi negeri, lantas menentukan skenario plan kebangsaan untuk mewujudkan standar kesejahteraan rakyat, manpower plan, berdasarkan visi kolektif bangsa.

Ajaklah mereka merumuskan visi itu agar rakyat mengetahui dengan jelas, apa sungguh positioning negeri akik ini, di antara bangsa-bangsa ASEAN, ASIA, dan dunia. Karena secara historis, sudah ada modal yang disiapkan di setiap fase pemerintahan dari masa Bung Karno, Soeharto, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, sampai Susilo Bambang Yudhoyono.

Simak dengan cerdas sisi-sisi buram perilaku politik kita yang saling melukai di masa lampau. Berhentilah menjadikan pemimpin negeri ini seperti ogoh-ogoh, yang dikemas begitu rupa, diarak ke mana-mana, lalu dibelam dengan sukacita. Cukuplah sudah para petinggi bermain-main dengan kepentingan politik golongan yang menimbulkan dendam berkepanjangan.

Bangsa ini sedang memerlukan pemandu yang sungguh konsisten mendidik rakyat mematuhi aturan, karena pemimpin mereka mematuhinya. Bangsa ini sedang memerlukan petromax, meski petromax-nya tak lagi dipentingkan, karena fantasi membangun pembangkit listrik 35.000 MW sedang merasuki pikiran.

Politik sungsang di negeri akik, tidak akan membawa kebaikan dan kebajikan, padahal yang diharapkan rakyat sederhana saja: sejahtera kini, sejahtera nanti, dan bebas dari petaka. |

Editor : Web Administrator
 
Polhukam
05 Mar 24, 04:23 WIB | Dilihat : 244
Tak Perlu Risau dengan Penggunaan Hak Angket DPR
05 Mar 24, 08:18 WIB | Dilihat : 422
Anak Anak Abah Menghalau AI Generatif
22 Feb 24, 11:50 WIB | Dilihat : 317
Jalan Terjal Perubahan
18 Feb 24, 05:52 WIB | Dilihat : 272
Melayari Dinamika Kebangsaan dan Demokrasi
Selanjutnya
Ekonomi & Bisnis
12 Mar 24, 10:56 WIB | Dilihat : 276
Nilai Bitcoin Capai Rekor Tertinggi
02 Mar 24, 07:41 WIB | Dilihat : 138
Elnusa Bukukan Laba 2023 Sebesar Rp503 Miliar
Selanjutnya