Ati Macinnong

| dilihat 2672

KI Lurah Badranaya sedang duduk mencangkung di sudut pendopo. Membaca beberapa buku, seperti Serat Wulangreh. Ia menoleh ketika mendengar Bilung memberi salam. Ki Lurah malah agak terkejut, ketika melihat Bilung bersama dengan Sawerigading.

“Ma’afkan saya, tidak menjemput Opu di dermaga. Mengapa tak memberitahu dulu?” ujar Ki Lurah, sambil memeluk sahabatnya, itu.

Sawerigading tersenyum.

“Rileks saja.., saya biasa seperti ini. Tapi, yang sangat penting adalah, saya sudah ada di sini, memenuhi undangan Ki Lurah,” tukas Sawerigading.

Ki Lurah mempersilakan tamunya dan Bilung, duduk. Kepada Bilung, Ki Lurah memperkenalkan siapa Sawerigading. Bilung merasa senang dan bangga. Sudah lama sekali ia mendengar kisah tentang sang pengembara yang luar biasa ini.

“Saya sengaja mengundang Opu Sawerigading ke sini, untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam mengelola, dan membangun desa,” ujar Ki Lurah.

Sekilas Ki Lurah menjelaskan, ia sedang giat mewujudkan pemerintahan desa yang demokratis dan bersih dari kongkalikong dengan siapapun. Terutama dalam hal mengelola anggaran. Termasuk kongkalikong dengan anggota Balekawulan.

 Bilung ditunjuk menjadi pendamping Opu Sawerigading selama berada di desa Indrajaya. Ki Lurah sempat bercerita, bahwa Bilung bukan penduduk asli desa Indrajaya.

“Dia berasal dari Melaka. Dulu, Bilung beristri perempuan desa ini. Kemudian isterinya wafat. Dia tak mau pulang ke negerinya, dan banyak membantu kami di sini. Terutama dalam menjalin hubungan dagang dengan negeri-negeri yang jauh,” ungkap Ki Lurah.

BEBERAPA hari sejak diperkenalkan, hubungan Bilung dengan Sawerigading kian karib. Bilung melayani tamu desa itu dengan sangat baik. Apalagi, belakangan dia tahu siapa Sawerigading sesungguhnya.

Ketika memberikan ceramah di pendopo baledesa, kawula desa Indrajaya, menyambut amat antusias. Tak hanya tokoh-tokoh desa yang terpesona. Cangik dan Limbuk juga. Apalagi, sejak jumpa di Kedai Gambuh, Cangik sudah terpikat dengan kumis Sawerigading.

Sawerigading bercerita tentang bagaimana mengelola alam, serta memberi makna atas kekayaan yang dititipkan Tuhan di dalam bumi. Selain bagaimana mengelola tambang, minyak dan gas bumi, serta hutan. Juga tentang bagaimana menandur, sebagai bagian dari proses mengelola pembangunan desa.

Opu Sawerigading, akhirnya sampai pada cara mengelola demokrasi dalam pemerintahan desa dan masyarakat.

“Inti dari mengelola masyarakat itu, keteguhan dalam menegakkan etika dan hukum,” tegas Sawerigading.

Yo.., yo.. ikut pekerti jenenge,” bisik Cangik kepada Limbuk, puterinya.

Bilung tertegun, ketika Sawerigading menjelaskan, “Demokrasi bukan cara mengumbar kebebasan semau-maunya. Demokrasi itu cara mengelola kebebasan dengan menghormati setiap perbedaan, untuk mencapai satu harmoni, sebagai tujuannya.” Itulah sebabnya, demokrasi harus berdiri tegak di atas etika dan hukum.

“Cocok, iku.. cocok. Kudu pinter ngelola lambe,” lagi bisik Cangik.

Lambe opo to, Mbok?” balas Limbuk.

“Demokrasi itu kudu pinter memelihara mulut. Begitu,” tegas Cangik.

Sawerigading mengambil contoh addatuang, yang kemudian dikembangkan Nenek Mallomo’ sebagai sistem pemerintahan di tanah Bugis.

Addatuang, dilandasi  kekuatan etika sebagai ruh hukum, sebagai pilar keadilan yang mengatur kesetaraan bagi seluruh rakyat. Egaliter. Dalam praktiknya, daya etika berwujud musyawarah.

Sawerigading mengamsalkan, hubungan antara Ki Lurah dengan tetua Balekawulan dan lembaga-lembaga kekuasaan desa Indrajaya, tidak boleh dilandasi sikap superior atas lembaga lainnya.

“Kuncinya, Ati macinnong. Hati yang bersih,” tegas Sawerigading.

Ati macinnong, itu ditandai dengan keteguhan kolektif, berkomitmen pada kebenaran. “Pakatutui kalennu ri katojenganga. Nanupakajarre tappa'nu ri Tuhan. Saba' nikanayya tau baji ma'rappungang iami antu. Lanre Kammanami Anjo. Pakatenai hajja'nu ri passimmaraengannu. Entengangmi ri jujung battala'nu. Nanusoeang ri panggaukangnu. Ri Massing-massing ata masunggua,” ujarnya.

Maksudnya, “Peliharalah dirimu dari kebenaran. Perkuat imanmu kepada Tuhan. Karena, orang yang taat itulah yang memelihara dirinya. Karena itu, hilangkan perbedaan. Wujudkan tekad dalam perbuatan. Satukan cita-cita, dan ambil keputusan di antara perbedaan. Laksanakan keputusan, itu. Jadikanlah sebagai perbuatan yang membawa kesejahteraan pada setiap rakyat.”

Suasana serius, pecah tiba-tiba, ketika Cangik spontan berdiri dan berteriak. “Cocok...cocok, urip iku kudhu jembar ati... !!!” teriaknya.|

Editor : sem haesy
 
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1156
Rumput Tetangga
Selanjutnya
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 217
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 430
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 429
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 399
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya