Seminar Nasional HB Jassin Pahlawan Peradaban

Rachmat Gobel Serius Perjuangkan HB Jassin sebagai Pahlawan Nasional

| dilihat 710

JAKARTA | Rachmat Gobel, Wakil Ketua DPR RI, sangat serius memimpin ikhtiar memperjuangkan Hans Bague Jassin atau HB Jassin sebagai pahlawan nasional.

Kesan tersebut mengemuka dalam Seminar Nasional Aspirasi Pahlawan Nasional HB Jassin 1917 - 2000 bertema "H.B Jassin Pahlawan Peradaban Indonesia," pada Ruang Abdul Muis - Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta (Rabu: 23/2/22).

Di hadapan para tokoh masyarakat dan kaum muda Gorontalo, serta para sastrawan dan intelektual Indonesia, Rachmat mengemukakan dirinya bersama seluruh masyarakat Gorontalo, sangat bersungguh-sungguh melakukan ikhtiar supaya HB Jassin ditetapkan pemerintah sebagai Pahlawan Nasional.

Merespon pendapat pengamat militer Rinie Rahakundinie Bakrie dan seorang penanggap, yang mengingatkan tidak mudahnya aspirasi rakyat tentang kepahlawanan seseorang, karena berbagai faktor, termasuk faktor politik, Rachmat mengemukakan, bahwa perjuangan politik pun harus dilakukan secara bersungguh-sungguh.

"Untuk itu, kita selenggarakan seminar ini, di sini.. di Ruang Abdul Muis - Gedung Nusantara, ini," tegasnya, disaksikan Wakil Ketua MPR RI - mantan Gubernur Gorontalo, Fadel Muhammad; Wakil Ketua DPD RI, Nono Sampono; Cendekiawan Fachry Ali dan seluruh peserta seminar.

Sebelumnya, di hadapan Menko Polhukam Mahfud MD yang juga Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, saat pembukaan seminar, Rachmat mengemukakan, "Hari ini akan menjadi salah satu tonggak sejarah bagi Indonesia jika pemerintah menetapkan HB Jassin sebagai pahlawan nasional. HB Jassin memang lahir dan berdarah Gorontalo. Namun Jassin juga tumbuh di Kalimantan, Medan, dan akhirnya mengembangkan diri di Jakarta."

Dikemukakannya, Jassin juga sempat memperdalam ilmu sastra di Amerika Serikat. Namun Jassin adalah manusia Indonesia. Bahkan di masa-masa sulit hidupnya, ia memilih menjaga sastra Indonesia dibandingkan dengan tawaran untuk menjadi dosen di perguruan-perguruan tingggi ternama di Amerika Serikat maupun di Australia.

"Ia (HB Jassin) menekuni hal yang ia lakukan sejak 1933: mendokumentasikan, mengamati, dan mengkurasi sastra Indonesia," jelas Rachmat.

Mantan Menteri Perdagangan RI, itu kemudian menegaskan, "Berkat Jassin, kita tetap bisa mengenali tulisan tangan dua sastrawan besar Indonesia, yaitu Chairil Anwar dan Amir Hamzah. Melalui ketekunan Jassin, kita juga bisa menemukan puisi-puisi yang masih berupa coretan-coretan tangan."

Jassin yang sempat menjadi anggota Akademi Jakarta, itu disebut Rachmat, tak hanya mendokumentasikan karya-karya sastra, tapi juga mendokumentasikan surat-surat pribadi para sastrawan. Jassin juga mendokumentasikan suara dan video sastra. Karena itu, ada yang menilai bahwa dokumentasi sastra yang dibuat Jassin adalah dokumentasi terbesar dan terlengkap tentang sastra modern Indonesia."

Sebagai putra Gorontalo sekaligus industriawan elektronika, Rachmat pernah memberikan bantuan alat perekaman arsip dan dokumen kepada Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin, Taman Ismail Marzuki, agar pendokumentasian sastra tersebut sesuai dengan perkembangan teknologi pengarsipan dan pendokumentasian mutakhir.

Lebih lanjut, Rachmat mengemukakan, kecintaan HB Jassin pada dokumentasi sastra ini telah menjadikan Jassin harus hidup sederhana, karena semuanya dilakukan dengan uang sendiri. Bahkan ketika pada 1976 dibuat yayasan dan pada 1977 diberi tempat di TIM oleh Gubernur DKI Ali Sadikin, tetap saja ia mengeluarkan uang pribadinya.

"Pusat dokumentasinya pernah diputus aliran listriknya karena tak mampu membayar iurannya," ungkap Rachmat dengan intonansi rendah, mengekspresikan keprihatinan. "Kini, Gubernur DKI Anies Baswedan telah mengambil alih pengelolaannya dan tempatnya pun sudah dimodernisasi," lanjutnya.

HB Jassin, ungkap Rachmat, juga seorang kritikus sastra terbaik yang pernah dimiliki Indonesia. Periodesasi sastra Indonesia yang ikut dibuatnya telah diterima secara umum dan menjadi materi ajar di lembaga-lembaga pendidikan.

"Ia ikut mengenalkan Angkatan Pujangga Baru, Angkatan 45, dan Angkatan 66. Ia juga memberi gelar Raja Penyair Pujangga Baru untuk Amir Hamzah dan Pelopor Angkatan 45 untuk Chairil Anwar. Tiga priodesasi sastra tersebut bahkan menjadi judul buku yang ia buat," papar Rachmat lagi.

Sebagai kritikus sastra, menurut Rachmat, Jassin sangat produktif menulis artikel dan buku, seperti Tifa Penyair dan Daerahnya, Gema Tanah Air I dan Gema Tanah Air II, dan lain-lain. "Namun Jassin bukan hanya seorang kritikus sastra, ia juga seorang ‘kurator sastra’. Istilah ini tentu ganjil dan tak lazim serta tak dikenal dalam dunia sastra," ungkap Rachmat kemudian.

Menurut Rachmat, penilaian Jassin tentang sebuah karya sastra telah menjadikannya seorang pemberi fatwa tentang mutu sebuah karya sastra. Karena itu, Gayus Siagian, pernah melédék-(menggoda)nya sebagai Paus Sastra. Namun lédékan itu justru menjadi bermakna positif dan makin mengukuhkan posisi Jassin sebagai kritikus dan kurator sastra.

Pada bagian lain paparannya, Rachmat mengungkapkan, "Jassin adalah seorang yang independen dan percaya diri atas kemampuannya dalam menelaah sebuah karya sastra. Ia tetap kukuh ketika Chairil Anwar murka atas penilaian sebuah puisi Chairil yang oleh Jassin disebut sebagai jiplakan atau saduran."

Rachmat lantas menggambarkan sosok Jassin sebagai pribadi berintegritas dan konsisten dalam menegakkan prinsip dan code of conduct seorang pemimpin redaksi majalah Sastra, kala salah satu cerita pendek dalam majalah yang diasuhnya, digugat pidana ke pengadilan.

"Jassin rela divonis bersalah atas kekukuhannya dalam membela cerpen Langit Makin Mendung yang ditulis penulis dengan nama samara Kipandjikusmin. Baginya itu adalah karya sastra. Di sini ia kukuh dan tak goyah untuk membuka siapa penulis sesungguhnya, sehingga tetap misteri hingga kini. Ia orang yang bertanggung jawab atas apa yang ia perbuat sebagai pemimpin redaksi majalah Sastra," tegas Rachmat.

Dalam konteks pribadi, Rachmat mengemukakan, Jassin adalah seorang yang lembut dan positif dalam menilai sebuah karya sastra. Hal itu bisa dibaca pada surat-surat pribadinya kepada penulis sastra yang ia tolak karena tak bisa memuatnya. Jassin menjelaskan secara positif secara detil tentang karya orang tersebut namun tetap ia tak bisa memuatnya, sambil mendorong untuk terus berkarya.

"Apa yang dilakukan Jassin adalah sumbangan yang sangat penting bagi ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan bagi peradaban Indonesia. Jassin mengabdikan sepanjang hidupnya bagi pengembangan dan pendokumentasian sastra Indonesia. Gagasan dan pemikirannya di bidang kritik sastra terwariskan hingga kini, tak hanya bagi peminat sastra dan pegiat sastra tapi juga bagi pelajar dan mahasiswa Indonesia," urai Rachmat.

Selaras dengan itulah, menurut Rachmat, apa yang Jassin lakukan telah melampaui zaman dan akan terus abadi. Dalam jagad sastra, baru Amir Hamzah yang dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional. Itupun, dengan mohon ma'af, dimulai dari tragedi.

"Karena itu, sudah saatnya bangsa ini secara sungguh-sungguh dan serius menghargai pejuang sastra dan peradaban ke tempat yang lebih baik. Anugerah gelar Pahlawan Nasional terhadap HB Jassin akan menjadi cahaya baru, cara pandang baru, bagi bangsa Indonesia, dalam melihat makna kepahlawanan. Kepahlawanan bukan hanya dalam makna perang dan politik, tapi juga perjuangan di bidang kebudayaan dan peradaban," ungkapnya.

Rachmat kemudian mensitir pernyataan masyhur John F Kennedy, mantan presiden Amerika Serikat, “Ketika kekuasaan menuntun manusia menuju kesombongan, maka puisi mengingatkannya akan keterbatasannya. Ketika kekuasaan mempersempit ruang pandang manusia, maka puisi mengingatkannya akan kelimpahan dan keragaman. Ketika kekuasaan itu mengotori, maka puisi membersihkannya.”

Pemberian gelar Pahlawan Nasional untuk HB Jassin, jika kemudian diluluskan pemerintah, ungkap Rachmat, akan menjadi sejarah baru bagi Indonesia. Bahwa kita, sebagai bangsa Indonesia, memberikan tempat yang tinggi pada kepahlawanan peradaban, pada kepahlawanan kebudayaan, khususnya di bidang sastra.

"Apa yang dilakukan Jassin adalah mengawetkan ingatan publik tentang nilai-nilai, tentang visi, tentang kehalusan budi, dan tentang semangat para sastrawan yang berkontribusi pada zamannya, bahkan untuk ratusan atau ribuan tahun ke depan," ujarnya, aksentuatif.

"Jassin adalah persembahan masyarakat Gorontalo untuk Indonesia. Memang, sebagai manusia, tak semua hal yang dilakukan Jassin bisa kita setujui, yang hal itu sangat relatif dan subjektif. Namun Jassin adalah manusia yang positif, lembut, tekun, dan teguh pada pendirian. Karakter itulah yang membuat karya-karyanya menjadi hujjah, seolah kata-kata seorang Paus," pungkas Rachmat. | delanova


 

Editor : delanova
 
Sainstek
25 Okt 24, 10:37 WIB | Dilihat : 213
Maung Garuda Limousine yang Membanggakan
01 Nov 23, 11:46 WIB | Dilihat : 1822
Pemanfaatan Teknologi Blockchain
30 Jun 23, 09:40 WIB | Dilihat : 2091
Menyemai Cerdas Digital di Tengah Tsunami Informasi
17 Apr 23, 18:24 WIB | Dilihat : 2321
Tokyo Tantang Beijing sebagai Pusat Data Asia
Selanjutnya
Sporta