Budaya Tanding dari Wine ke Bir Pletok

| dilihat 5469

Bahasa itu unik. Bahasa juga punya suara atau bunyi. Salah satunya bunyi ‘pletok’ pada minuman khas Betawi. Bunyi itu punya makna.  Kemudian terbentuklah bahasa. Bunyi dalam bahasa biasa disebut dengan onomatope.

Sebelum membahas soal sejarah bir pletok. Perlu kita ketahui dulu onomatope itu apa? Menurut Rindias Helena Fatmasari (30) Alumni Magister Ilmu Linguistik FIB UI, onomatope  yang ia ambil dari KBBI adalah tiruan bunyi. “Lebih jelasnya mungkin disebut penamaan kata berdasarkan bunyi,” katanya.

Ia menambahkan misalnya onomatope dari hewan berupa kata kerja. “Bunyi ayam jantan dan betina itu beda. Ayam jantan berkokok. Ayam betina berkotek.” terangnya. Masih banyak lagi, lanjutnya.

Dengan kata lain kata ‘pletok’ itu diambil dari suara yang keluar saat penutupnya dibuka. Tapi botol-botol bir pletok bukan seperti botol penutup wine yang terbuat dari kayu. Penyumbat itu bila didorong dengan ibu jari akan mengeluarkan suara ‘pletok’. Karena minuman wine dalam budaya Betawi yang kental dengan budaya Islam dilarang dan haram. Sehingga mereka melakukan konsep imitasi dari wine ke bir pletok.

Layaknya orang Belanda yang sering berpesta ditemani wine, orang-orang Betawi saat itu ingin juga mencicipi anggur hasil fermentasi racikan Belanda itu. Lalu mereka meniru bir pletok tanpa alkohol melainkan dari rempah-rempah. Bir pletok memiliki khasiat yang sama dengan wine, yakni menghangatkan tubuh.

Mereka membuat budaya tandingan. Jika dilihat dari warna juga mirip seperti red wine, merah kecoklatan. Secara rasa bir pletok tidak seperti red wine. Rasanya sama sekali tidak asam atau pahit. Menurut penikmat wine, Okta (27) red wine tingkat kesepetannya tinggi dibanding white wine.

“Sesuai harga enak dan tidaknya semakin mahal, semakin enak. Juga tahun pembuatannya. Red lebih strong.Ada manis dan pahitnya,” kata perempuan yang sering bertamasya keluar negeri ini. Bir pletok juga tidak ada gigitan soda di lidah. Dan tidak memabukkan seperti wine yang kadar alkoholnya lebih rendah daripada bir.

Bir pletok justru manis. Mirip jenis white wine. “Mungkin mirip jenis moscato rasanya manis banget,” katanya. Menurutnya dari semua jenis wine muscato tingkat alkoholnya lebih rendah. Warnanya putih keemasan. Tidak seperti red wine yang ditiru bir pletok.

Hingga kini bir pletok masih menjadi teman minuman khas masyarakat Betawi. Terutama pada pesta khitanan dan pernikahan. Minuman ini juga sering dijajakan dalam Festival Betawi di Jakarta. Seperti di Kampung Condet. Bir pletok masih banyak diproduksi.

Bir pletok terbuat dari rempah seperti jahe, secang dan serai. Ada pula campuran daun pandan yang membuatnya wangi. Jika ingin warnanya lebih merah, saat merebus bir pletok  cukup tambahkan kayu secang. Selain itu ada tambahan aroma rempah seperti cengkih, kayu manis, kapulaga, dan pala. Tambahkan juga air sesuai selera dan kebutuhan. Aduk-aduk hingga rata. Semua bahan itu dimasukkan ke dalam panci. Setelah mendidih tutup panci dan diamkan selama 20-25 menit dalam keadaan kompor menyala. Lalu tiriskan dan siap dihidangkan. 

"Resep aslinya ada 11 macam rempah, yang pastinya ada di Betawi, atau Jakarta. Semua rempahnya punya peranan dan menghasilkan cita rasa berbeda-beda," ujar Taufiq Abdullah, budayawan Betawi sekaligus pengusaha bir pletok di Jakarta yang dikutip penulis pada situs kompas travel tanggal 09 Juli 2017. Bir pletok biasa disajikan panas. Cocok diminum malam hari. Juga bisa disajikan dingin. Segar diminum kala siang. @agengwuri

Editor : sem haesy | Sumber : berbagai sumber
 
Energi & Tambang
Polhukam
16 Apr 24, 09:08 WIB | Dilihat : 213
Cara Iran Menempeleng Israel
14 Apr 24, 21:23 WIB | Dilihat : 196
Serangan Balasan Iran Cemaskan Warga Israel
05 Mar 24, 04:23 WIB | Dilihat : 425
Tak Perlu Risau dengan Penggunaan Hak Angket DPR
Selanjutnya