Bang Sèm
“The lion cannot protect himself from traps, and the fox cannot defend himself from wolves. One must therefore be a fox to recognize traps, and a lion to frighten wolves.”
? Niccoló Machiavelli, The Prince
Niccoló Machiavelli, pemikir kelahiran Florence, Italia, 3 Mei 1469, dalam karya sohornya, The Prince, secara simbolis menyatakan, "Singa tak dapat melindungi dirinya dari jebakan, dan Rubah tak dapat melindungi dirinya dari Srigala. Karenanya, seseorang mesti menjadi Rubah untuk mengenali jebakan, dan menjadi Singa untuk menakuti Srigala."
Meski tak menyatakannya secara tersurat, Machiavelli beramsal, dunia dipenuhi orang dengan beragam watak dan kebiasaan hewani. Mereka merupakan kaum yang tak mampu mengelola diri sebagai insan sebaik-baik makhluk -- yang hidupnya mengabaikan akhlaq mulia, termasuk etika. Dalam terminologi agama, mereka disebut sebagai khayawan an nathiq, hewan yang berakal.
Dalam Al Qur'an, Surah At Tiin, manusia dikelompokkan ke dalam dua golongan kaum, yakni : kaum ahsani taqwim (manusia terbaik) yang mengelola keseimbangan nalar, nurani, rasa, dria sehingga mampu mengelola kecerdasan dan kearifan; dan, kaum asfala safilin (manusia paling rendah) yng hidup dalam kendali naluri, dan nafsu - syahwat - belaka.
Art Buchwald penulis satire dan humor politik Amerika Serikat, salah seorang yang gemar menggunakan amsal hewan ketika merespon isu-isu politik praktis. Termasuk pragmatisma dan traksaksi politik.
Di jagad kehidupan sehari-hari yang gamang, tak pasti, ribet, dan mendua, panggung politik di mana saja di berbagai belahan dunia, nyaris diisi oleh politisi dengan animal behavior dan atau animal charachteric. Mengganti kecerdasan dengan kelicikan, kearifan dengan kepandiran.
Ada yang karakter dirinya laksana singa, harimau, banteng, anjing, srigala, rubah, babi, beruk, tikus, kodok, kucing, kancil, kambing, kerbau, ular, kelabang - kalajengking, lipan, belut, dan sebagainya. Kebanyakan mengidentifikasi diri atau diidentifikasi laiknya harimau, kendati berwatak kucing titun.
Fox Intelligent
Kancah politik dunia, tanpa kecuali di Asia Tenggara, dilihat dari perspektif animal behavior dan animal characteristic, lebih banyak dipenuhi oleh Dumb Wolf, alias serigala dungu. Lalu anjing, tikus, kucing, beruk, katak, lipan, ular, belut, dan lain-lain. Hanya sedikit yang teridentifikasi sebagai rubah.
Rubah adalah binatang sebangsa anjing. Bila anjing pada umumnya dikenal sebagai binatang yang mampu mempelajari berbagai perintah, rubah tidak demikian. Bila anjing mampu memahami gerakan dan ekspresi manusia, termasuk setia, -- seperti anjing jenis Akita bernama Hachico, yang patungnya dibangun di Stasiun Sibuya, Tokyo -- rubah lebih cerdas.
Rubah mempunyai karakter khas, sebagai 'pemecah masalah,' mampu mengenali individu, sekaligus mengenali lingkungannya secara detil. Pun, mampu bertahan hidup dalam segala cuaca, selalu melindungi anak-anaknya, dan lincah mengecoh predator.
Anjing yang senang menjulurkan lidahnya dan mudah dijinakkan, bervariasi tingkat kecerdasannya, sesuai dengan jenis rasnya. Sering menunjukkan eksistensinya dengan menyalak atau menggonggong, lantas mudah terkecoh dengan tulang dan tetelan. Anjing telah dijinakkan sejak ribuan tahun lampau.
Akan halnya rubah, lebih berwatak sebagai penyendiri dan cenderung pemalu. Sebagian besar rubah hidup liar di hutan dan belukar. Ada juga yang sudah dikembang-biakkan secara selektif. Kecerdasannya jauh melampaui anjing. Dikenal dengan istilah fox intelligent, sebagaimana kini dipakai dalam sistem komputasi.
Kecerdasan rubah (fox intelligent) lumayan menonjol. Mata rubah sangat jeli untuk menyerap datum dan informasi, termasuk sesuatu yang di alam manusia disebut sebagai data. Fox intelligent banyak diyakini sebagai pemantik kesadaran untuk menempatkan data sebagai langkah pertama dan penting dalam merespon suatu keadaan.
Tak Perlu Merubah
Boleh jadi, inilah yang menyebabkan para pakar komputer memandang fox intelligent sebagai sesuatu yang penting dan utama dalam sistem komputasi. Berpijak pada data untuk memecahkan masalah. Belakangan, fox intelligent menjadi nadi dalam e -commerce.
Celakanya, ketika diimplementasikan di negara-negara berkembang yang mengabaikan perlindungan bagi warganya, sering menyebabkan bocornya berbagai data. Lantas menimbulkan berbagai kejahatan elektronik alias e-criminal.
Masing-masing kita, mungkin pernah mengalami e-criminal. Apalagi ketika media sosial merebak dan menjadi bagian dari gaya hidup yang dipandang modern, liberal, dan kurang sadar verifikasi. Misalnya, tetiba, foto yang diunggah di media sosial dipergunakan kriminalis cecunguk untuk menipu.
Tak sedikit pula yang meretas nomor bimbit (handphone) siapa saja dengan relasinya. Termasuk melakukan teror, memadukan watak rubah dengan anjing.
Machiavelli menganjurkan, orang menjadi rubah tidak untuk menjadi kriminalis cecunguk, melainkan untuk mengenali jebakan. Misalnya menyigi dengan sesama sesuatu yang dikatakan sebagai visi ternyata hanya jebakan fantasi (fantacy trap).
Di sisi lain, juga supaya cerdas menghindari diri presumsi dan jebakan ilutif, menempatkan seseorang sebagai elite dan pemimpin walaupun sesungguhnya hanya sekadar petinggi yang jauh dari kualifikasi pemimpin.
Kaum machiavellian kerap berusaha menghadirkan eksistensinya laksana singa untuk menaklukan serigala, kendati mudah masuk ke dalam perangkap sikap ambisius dan obsessif. Ehe.. kita tak perlu menjadi singa, srigala, dan rubah.. (Tak perlu merubah alias menjadi rubah, apalagi berubah - berwatak rubah). Bukankah Tuhan sudah menciptakan kita sebagai manusia dengan segala dimensi budaya yang menyertai, dengan nadi akal budi, moralitas, dan etika, supaya menjalani hidup secara beradab! Tetaplah menjadi manusia sebenarnya.. |