Perihal Kata dan Angka

| dilihat 440

Bang Sèm

Kata-kata dan angka-angka, dwi tunggal yang tak terpisahkan. Keduanya saling melengkapi, saling menguatkan satu dengan lainnya. Bedanya, kata ada karena aksara ada. Angka ada dengan sendirinya. Kata dikenali lebih awal sebelum manusia mengenal angka. Kata-kata mengalir bersama perkembangan interaksi dan komunikasi manusia.

Kata mengurai hakikat keberadaan angka, sedangkan angka digunakan sekadar menunjukkan bilangan aksara dalam kata, bilangan kata dalam kalimat, bilangan kalimat dalam ayat (larik), bilangan kalimat dan larik dalam alinea atau paragraf. Menjelma dalam bahasa dengan segala kaidah, norma dan nilainya.

Kata, merdeka dan mandiri dalam firman Tuhan, meski tak sepenuhnya mengabaikan angka. Karena Tuhan memadu padan kata dan angka dalam keseimbangan, sebagaimana Dia mengatur keseimbangan nalar, naluri, nurani, rasa dan dria (raga). Mengalir dalam ekspresi gagasan dan aspirasi manusia. Kata mempertemukan inspirasi dengan aspirasi.

Begitupun dalam sastra, berikut ragam keluarganya. Sedangkan pada lagu, kata mengikuti aturan dan tatanan angka. Komposisi nada mengatur bagaimana angka mesti dibunyikan dengan aksara dan kata. Karenanya, kata dan angka terpadu serasi dalam partitur.

Kata-kata dan angka-angka, tercipta sebagaimana lelaki dan perempuan, jantan dan betina tercipta dan diciptakan dengan identitas, fungsi dan kelebihannya masing-masing. Ibarat pasangan bola mata, telinga, lubang hidung, bibir, tangan dan kaki.

Kata-kata dan angka-angka sesuai dengan fungsinya secara proporsional dan presisi memandu manusia melintasi peradabannya. Dengan keduanya manusia menentukan arah perkembangan dan perubahan cara mencapai tujuan kehidupan yang bermuara pada kebahagiaan.

Meski kata-kata dan angka-angka mempunyai makna sendiri-sendiri, di dalam sistem dan sub sistem kehidupan, keduanya menempati posisi yang fleksibel. Memandu manusia membedakan sekaligus memadukan niat, kiat dan siyasat.

Kata dan Angka di balik Religi

Di tangan para rasul dan pewarisnya, kata memandu manusia ke puncak kefasihan, dan angka memandu manusia mencapai puncak kecerdasan. Bahkan dalam menghampiri hakikat eksistensi Ilahiah Tuhan. Apalagi, ketika angka untuk Tuhan diterjemahkan dan ditafsirkan manusia dengan kata-kata.

Lantas, manusia mengembarakan nalar, nurani, dan rasa yang ada pada dirinya melayari pemahaman abstrak tentang dimensi eksistesial Tuhan dari perspektifnya dan tahap-tahap peradabannya masing-masing yang amat beragam. Bahkan, seringkali, ketika manusia menelusuri eksistensi primus Tuhan, dengan superioritas dan absoluditas-Nya terjadi jarak dan perbedaan persepsi yang sangat jauh.

Sebutlah angka dalam kata, seperti: satu, ahad, tunggal, esa, one (dan only one), un, uno, egy, sa, acel, inkittu, een, një, sada, cièk, hiji, siji, siki, se're, settong, maya, bir, yak, kelen, jedan, isa, eins, 'ekahi, unu, unus, jekh, ett, um, dan lain-lain dari berjuta bahasa dan sub sistem budaya. Puncak pemahamannya dalam hakikat adalah absolut, distinct, dan unique. Khasnya kala dipahamkan sebagai eksistensi dalam beragam perspektif budaya, bahkan agama.

Dalam tata kehidupan manusia, khasnya ekonomi, politik, dan sosial angka memerlukan kata untuk menjelaskan gagasan, proses, dan pencapaiannya. Terutama dalam praktik demokrasi, apalagi yang dilakoni dengan pragmatisme politik dan politik transaksional, di mana semua orang mempunyai 'harga' suara - pilihan yang sama.

Ini, antara lain, yang menyebabkan banyak sekali manusia yang amat mudah diombang-ambingkan ambisiusitas, ambisi dan birahi kekuasaan menggunakan kata (termasuk demi kepentingan manipulasi dan ambil langkah curang) untuk menghitung bilangan suara guna mencapai dominansi angka atas kuasa dan kekuasaan.

Kata-kata dan angka-angka, bahkan menjadi daya bagi manusia dalam memaknai dimensi religi yang mengalir dalam tradisi dengan segala ritusnya.

Angka dan Kata dalam Aspek Kehidupan

Angka-angka dalam capaian peristiwa politik, seperti pemilihan umum atau pilihan raya, menyimpan beragam cerita dramatik di sebaliknya. Menguji kebenaran dan kejujuran, menguji akurasi, lalu menentukan legitimasi penguasa dalam mengelola kekuasaan.

Di lapangan ekonomi, angka-angka yang seringkali menjerat leher rakyat dan menjadi permainan para beruang (konglomerat) untuk dan atas nama kepentingan mendulang untung sebesar-besarnya. Kata dimanfaatkan untuk mengurai alasan dan cara, sekaligus menyembunyikan kecurangan. Menjadi tirai yang menutupi persekongkolan.

Para pemburu rente dengan sukacita mengabaikan dimensi kemanusiaan, etika, dan agama dalam praktik ekonomi dan bisnis. Terutama, karena angka seringkali menjadi tujuan. Setarikan nafas, dalam konteks tata kelola pemerintahan, angka menjadi dominan dalam menghitung pajak dan cukai.

Persoalan-persoalan serupa juga berlaku di lapangan sosial, kata-kata dan angka-angka juga bersinggungan dengan persoalan laten terkait dengan kemampuan mengelola demografi, menghitung populasi penduduk, mengenali status kemiskinan, kesehatan, kecerdasan, dan kemampuan sosial manusia menjalani kehidupannya. Bahkan, angka-angka dan kata-kata sesanding fungsi dalam menakar capaian pembangunan manusia, pemajuan kebudayaan dan kebahagiaan. Kendati demikian, di negara-negara yang masih centang perenang dan negara berkembang, belum sampai kesadaran untuk melihat penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pemajuan masyarakat sebagai gerakan kebudayaan.

Di lapangan militer, khususnya dalam situasi perang, angka-angka dipergunakan untuk menghitung bilangan prajurit, sistem alat utama sistem persenjataan, dan menghitung bilangan korban. Termasuk bilangan korban rakyat yang tak tak terlindungi (khasnya anak-anak, kaum perempuan, orang tua). Apalagi invasi dan perang yang memang diniatkan untuk melakukan kejahatan kemanusiaan, genosida dan apartheid. Seringkali perang dipicu dan diselesaikan dengan kata-kata.

Dalam lapangan pendidikan kata dan angka relatih berjalan seiringan, khasnya dalam praktik pembelajaran. Kata menjadi medium untuk melakukan transfer pengetahuan yang amat beragam, kata dan angka menjadi medium berselancar mengikuti gelombang perkembangan sains dan teknologi.

Di ujungnya, selepas eksaminasi untuk menentukan capaian dan prestasi peserta didik dalam pembelajaran aksara dan angka dipergunakan. Aksara dan angka juga menyimpan prestise.

Pertama dan Utama

Di beberapa negara berkembang yang senang gonta ganti kebijakan dalam penyelenggaraan pendidikan, kata-kata yang dubieus dan angka-angka yang diberi kuasa menentukan prestasi, renumerasi, status guru dan pensyarah (dosen) -- tanpa kecuali guru besar -- disibukkan oleh tugas-tugas yang serta merta mengubah fungsi mereka dari pendidik menjadi hanya pengajar, sekaligus administratur pembelajaran.

Ironisnya, dengan kata-kata dan angka-angka banyak kalangan petinggi negeri - termasuk politisi - dokoh berburu status sebagai guru besar alias profesor. Tentu dengan melanggar ketentuan yang dirumuskan dalam kata-kata dan angka-angka.

Di tengah era konseptual - digital, sekali sekala angka-angka melampaui kata-kata. Singularitas yang ditandai dengan tingginya ketergantungan manusia pada gadget, antara lain, jebakan kata-kata dan angka-angka yang mulai dikendalikan oleh artificial intelligent perlahan mulai dikuatirkan menghadirkan artificial humanity.

Kata-kata dan angka-angka yang terpumpun dalam data, menyeret manusia ke dalam kubangan kejahatan. Mulai dari dari skala kecil dalam bentuk spam dan aneka penipuan via bimbit pintar (smartphone) sampai penguasaan dan pencurian data yang dikelola negara.

Kata-kata dan angka-angka di tangan para penjahat menjadi perundungan dan teror bagi khalayak. Pun menjadi kepandiran ideologis yang ditebar para pendengung (buzzer) untuk menutupi dusta semesta para petinggi. Dalam satu tarikan nafas, berkembang menjadi penghancuran nalar khalayak, sekaligus penghancuran sumberdaya alam dan budaya. Karena sedikit kata berbilang makna, yang boleh jadi tak terjangkau angka.

Di sini, manusia harus melayari transhumanisme dengan kembali menjadi manusia sebagai subyek kehidupan. Dalam konteks ini juga, kebudayaan dan agama sebagai basis penting manusia bergerak ke hari esok, mestinya menjadi landasan penting pendidikan.

Hakikat (sekaligus) fungsi kata-kata dan angka-angka dengan segala nilai dan norma kebajikan dan kesalehan yang menyertainya, mesti menjadi sesuatu yang pertama dan utama dipelajari dan dipahami peserta didik mulai dari tingkat dasar.  Heugh ! |

BaitHikmah : 8.7.24

Editor : delanova
 
Lingkungan
09 Jan 25, 20:57 WIB | Dilihat : 476
Petaka Kebakaran Terburuk Landa Los Angeles
22 Des 24, 16:25 WIB | Dilihat : 293
Awan dan Fenomena Alam
29 Nov 24, 04:10 WIB | Dilihat : 421
Banjir Terparah Menerjang Malaysia
19 Sep 24, 12:52 WIB | Dilihat : 1188
Antara Lumbung Pangan dan Kai Wait
Selanjutnya
Sainstek
25 Okt 24, 10:37 WIB | Dilihat : 497
Maung Garuda Limousine yang Membanggakan
01 Nov 23, 11:46 WIB | Dilihat : 2240
Pemanfaatan Teknologi Blockchain
30 Jun 23, 09:40 WIB | Dilihat : 2479
Menyemai Cerdas Digital di Tengah Tsunami Informasi
17 Apr 23, 18:24 WIB | Dilihat : 2718
Tokyo Tantang Beijing sebagai Pusat Data Asia
Selanjutnya