Pementasan Prometheus

Teater Tetas Bersiap Pentas di Eropa

| dilihat 3159

AKARPADINEWS.COM | PROMETHEUS tak kuasa menahan sakit. Tubuhnya yang terpasung sesekali menegang, dengan mulut yang mengangga, setiap kali siksa mendera. Prometheus menuai siksa karena dianggap menghina dewa dan lebih mencintai manusia. Dia juga didakwa telah mencuri api dari Zeus. Padahal, yang dilakukan Prometheus demi keselamatan umat manusia.

Atas titah Zeus, dengan diawasi dua penjaga, Hephaestus, dipaksa membelenggu tangan dan kaki Prometheus, yang tak lain saudaranya. Prometheus pun merana di tebing kaukasus yang sunyi. “Kau seperti tabib yang jatuh sakit, tapi tak menemukan obat untuk kesembuhanmu sendiri,” kata Choru yang diperankan Artasya Sudirman.

Derita yang dialami tokoh mitologi Yunani Promotheus itu mengawali pementasan yang digelar di Gelanggang Remaja Bulungan, Jakarta, 3 Juni 2016. Guyuran hujan kala itu, tak mampu menghilangkan energi panggung.

Lakon Belenggu Prometheus itu dimainkan Teater Tetas. “Prometheus mengajarkan bahwa dalam keadaan terancam, semangat melawan itu tidak boleh pudar,” tutur Haris Firdaus, pemeran Prometheus.

Pertunjukan malam itu semacam uji coba sebelum mereka bertandang ke empat negara di Eropa, yaitu Yunani, Hungaria, Austria, dan Slovenia, pada 16 Juli hingga 4 Agustus 2016. Sebelumnya, November tahun lalu, lakon ini dipentaskan di Institut Seni Indonesia Solo dan di Studio Yogyakarta.

Selama durasi satu setengah jam, meskipun berlimpah dengan kata melalui monolog, rapalan, dan nyanyian sebagai penguat pesan pertunjukan, namun diakui Haris, pertunjukan ini sebenarnya menghadirkan bentuk “teater peristiwa” yang dinarasikan melalui gerak dan musik.

Lakon ini menarasikan tentang kutukan yang dialami Promotheus yang saling terkait dengan kutukan yang dialami tokoh mitologi Yunani lain dalam pertunjukan ini, seperti Io yang berwujud sapi, diperankan Yohana Gabe Siahaan dengan luwes dan energik.

Io dihukum karena kecemburuan Hera, istri Zeus sehingga harus menjalani pengembaraan dengan tubuh berlalat. Saat bertemu dengan Prometheus, Io diramalkan akan kembali pada wujud semula. Kelak, Herakles, keturunan Io akan membebaskan Prometheus. Selama masa penderitaan dengan seekor elang yang memakan hatinya setiap hari, Promotheus, berdialog dengan Hermes yang dikirim untuk merayu dirinya agar mendapatkan ramalan tentang masa depan Zeus.      

Dalam lakon ini, stamina, energi, dan komposisi yang menuntut tempo dan gerak yang tepat dari para aktor, juga dimainkan Donny Suryantin, Adi Nugraha, Devi Ayudya Satriani, Didi Hasyim, Derry Oktami. Mereka memiliki latar belakang olah tubuh yang baik. Para aktor dan aktris ini memakai kostum hitam, melontarkan rapalan dialog panjang, memainkan gerak dengan dinamis dan terkadang harus bersamaan, serta bermain gamelan dan alat musik Jawa.

Aksi mereka mampu membuat penonton terpukau, sekaligus bertanya-tanya tentang alur dan esensi cerita. Tentu saja, mereka masih terasa asing dengan kisah Prometheus dari mitos Yunani yang menarasikan tentang penciptaan alam semesta, yang digambarkan dalam waktu, tempat, dan karakter dewa yang supranatural menurut kebudayaan Yunani.

Teater Tetas, sepeninggal sutradara AGS Arya Dipayana tahun 2011, melakukan kerjasama lintas budaya. Penulis naskah dan sutradara Belenggu Prometheus adalah Werner Schulze, guru besar dan professor Pusat Harmoni Internasional di Universitas Musik & Seni Pertunjukan Wina, Austria. Ini kedua kalinya dia bekerjasama dengan Teater Tetas setelah pertunjukan Mimpi pada Mei-Juni 2012 lalu yang juga turut diboyong ke Eropa.

Werner cukup konsern dalam menggarap mitologi Yunani dan mencoba mengakulturasikan dengan kebudayaan Indonesia, khususnya Jawa. Peleburan dua kebudayaan dalam panggung ini diperlihatkan dengan dialog antaraktor dalam bahasa Indonesia yang puitik, diselingi permainan alat musik seperti gamelan di atas panggung. Pertunjukan ini juga turut melibatkan beberapa tokoh seniman yang mumpuni seperti Elly Luthan untuk pencarian gerak dan Nanang Hape untuk musik.

Haris mengakui, dalam proses garapan yang berjalan lebih dari satu tahun, kerapkali mengalami kendala dalam persoalan komunikasi antara penawaran Werner yang berawal dari penjelasan fungsi dan konsep naskah dalam mitologi tradisi Yunani, hingga eksplorasi keaktoran dan pemeranan.

Sejalan dengan proses yang dilalui, para aktor yang mencoba meraba pun menemukan dirinya sendiri di pertunjukan ini. Mereka juga mencoba mendekonstruksi bunyi melalui alat-alat musik yang diperlakukan tidak hanya memunculkan irama, namun sebagai ekspresi.

“Promotheus dan belenggu ini adalah semiotik yang pada akhirnya ia keluar dari belenggu,” kata Haris. Prometheus mengajarkan tentang kebebasan atau perlawanan yang membelenggu manusia. Haris dan kru Teater Tetas, optimistik dapat menjalani tour pementasan lakon ini dengan baik di negeri asalnya, Yunani dan negara Eropa lainnya.

Menurut Hari Prasetyo, pemeran Hephaestus yang juga menjadi pimpinan produksi, pementasan di Yunani dijadwalkan pada 19 Juli di Kepulauan Philippi dalam rangka acara Festival Philippi yang ke-59. Pertunjukan digelar di amphi theater yang menjadi situs sejarah sejak ribuan tahun lalu, di mana naskah-naskah induk teater Yunani seperti Seven Against Thebes karya Aeschylus dan Antigone karya Sophocles, Promotheus, dan lainnya dipentaskan. 

Pada 21 Juli, mereka bermain di amphi theater Egio, 22 Juli di Selianitika, Hellenikon Idyllion, dan 23 Juli di Kastro Chlemoutsi, Chlemoutsi Medieval Castle Kyllini. Lalu, pementasan di Slovenia akan berlangsung 26 Juli di Ljubljana, Ibu Kota Slovenia, dalam rangka 2κth International Music Festival.

Di Hungaria, Teater Tetas akan pentas 20 Juli di Fertorakos, kota di perbatasan Hungaria dan Austria. Terakhir, pentas di Austria pada 29 Juli di Gmund, kota mungil di pegunungan Austria yang menampung para seniman dari berbagai dunia yang diundang menetap dalam jangka waktu tertentu untuk berkesenian. Tanggal 31 Juli, mereka mentas di Urhof, Grünbach, 1 Agutus di Kedutaan Besar RI di Wina, dan 3 Agutus pentas di Festorakos, kota di kawasan pegunungan Hungaria.

Pementasan ini layak diapresiasi sebab menjadikan teater media dialog dua budaya. Lantas, pesan esensial apa yang disampaikan kepada para penonton dari kisah Prometheus ini?

Haris mengatakan, yang paling dirasakannya dalam memerankan Prometheus adalah terdapat kekuatan gelap yang selalu merasa mengawasi dirinya, entah kekuasaan, kejahatan, penderitaan di luar atau di dalam dirinya. Dan, sebagai Prometheus, dia harus keluar dari kekuatan gelap yang membelengu kebebasannya sebagai manusia. 

Itulah esensi yang dapat dimaknai dalam Prometheus. Menyelam jauh dalam inti permasalahan manusia yang sangat universal. Hidup dalam pergulatan, mencari nilai baik dan buruk dengan alam dan penciptanya. Prometheus menjadi simbol perlawanan manusia terhadap penderitaan, termasuk menolak untuk menyerah begitu saja kepada takdir.

Ratu Selvi Agnesia

Editor : M. Yamin Panca Setia
 
Seni & Hiburan
03 Des 23, 14:05 WIB | Dilihat : 520
Kolaborasi Pelukis Difabel dengan Mastro Lukis
29 Sep 23, 21:56 WIB | Dilihat : 1609
Iis Dahlia
09 Jun 23, 09:01 WIB | Dilihat : 1392
Karena Lawak Chia Sekejap, Goyang Hubungan Kejiranan
Selanjutnya
Ekonomi & Bisnis
03 Apr 24, 04:18 WIB | Dilihat : 235
Pertamina Siap Layani Masyarakat Hadapi Lebaran 2024
12 Mar 24, 10:56 WIB | Dilihat : 405
Nilai Bitcoin Capai Rekor Tertinggi
02 Mar 24, 07:41 WIB | Dilihat : 255
Elnusa Bukukan Laba 2023 Sebesar Rp503 Miliar
Selanjutnya