Seni Islami Berpijak Harmoni

| dilihat 2064

Bang Sem

JEJAK peradaban Islam sejak masa kerasulan Muhammad SAW, meninggalkan kepada kita perkembangan pemikiran dan karya seni dalam beragam sosoknya.

Hampir semua kesenian yang dijiwai oleh nilai-nilai peradaban Islam, memasukan secara terintegrasi, dimensi artistik, estetik, dan etik. Ketiganya tak bisa dipisahkan satu dengan lainnya, dan bahkan, dimensi etik merupakan nilai dasar yang mempengaruhi keseluruhan seni Islam.

Islam adalah way of life, ad ‘dhien, yang tegak di atas tauhid, pernyataan dan perilaku hidup yang menempatkan Allah secara absolut sebagai sumber dari segala sumber kehidupan, dan Muhammad SAW sebagai utusan-Nya di atas muka bumi.

Karenanya, semua hal tentang Islam, harus merujuk kepada firman-Nya dan sunnah (pernyataan dan perbuatan) Muhammad Rasulullah. Di dalam Islam kita mengenal pernyataan: Allahu jamiil, yuhibbul jamaal: Allah itu Maha Indah dan mencintai keindahan.

Hasil pemikiran dan karya seni Islam, dapat ditemukan jejaknya mulai dari kitabah, seni menggambar dan membentuk huruf, untuk menegaskan huruf dan kata yang terdengar. Kitabah, sekaligus mengekspresikan apa yang berada di dalam fikiran, intuisi, perasaan dan indria manusia. Ibnu Khaldun menegaskan, kitabah sebagai ekspresi seni, merupakan faktor yang membedakan manusia dengan binatang.

Apa yang terdapat di dalam pikiran, naluri, rasa, dan gerak indria manusia, akan sampai ke tempat yang jauh, melalui kitabah. Karenanya, kitabah boleh juga disebut sebagai transformation art, seni transformasi, yang mengelola kekuatan imajinasi menjadi kenyataan di dalam kehidupan sehari-hari.

Kitabah mengubah abstrasi pemikiran dan naluri, menjadi deskripsi tekstual, dan akhirnya menjelma dalam bentuk gambar, secara visual. Kemudian mewujud dalam bentuk syair (puisi dan karya sastra lainnya), khatt (seni kaligrafi), arsitektur (seni rekabentuk bangunan), musik, dan lainnya, yang kemudian membentuk kebudayaan dan peradaban Islam.

Nilai seni islam menyeruak jagad peradaban manusia, setelah seluruh ekspresi seni kitabah, berkembang  dalam kemampuan menyanyi. Dalam pandangan Ibnu Khaldun, menyanyi merupakan paduan selaras antara sajak dan musik, dengan mengatur suara secara harmonis, sehingga teratur irama (ritme dan melodi) –nya.

Dari sini, paduan syair dan musik dasar yang ditimbulkan oleh ritme dan melodi, kian berkembang. Membentuk susunan nada khas yang terdengar enak, memadukan seluruh keindahan yang dihasilkan oleh beragam instrumen. Kemudian memberikan kesenangan kepada manusia, yang berpuncak pada harmoni fikir, naluri, rasa, dan indria dalam satu suasana yang terbaik.

Pasal Kurraj dan Qaba-Qaba

ARTI seni dalam islam, ketika merambah ke aneka bentuknya yang lain, seperti arsitektur, akhirnya merupakan ekspresi padu padan kecerdasan, naluri, dan kepekaan rasa manusia terhadap keindahan secara harmonis.

Harmonitas itu menjadi kata kunci, karena menurut Khaldun, harmoni dalam seni Islam merupakan sesuatu yang sederhana, dan dapat diperoleh manusia secara alamiah, karena Tuhan menciptakan jagad raya secara harmonis.

Lembaran –lembaran kitab suci Al Qur’an, berisi firman-firman Tuhan yang harmonis dan padu padan satu dengan lainnya. Ayat-ayat tentang tauhid, fiqh (hukum), sosial, ilmu, teknologi, ekonomi, budaya, dan bahkan praktik ritual saling melengkapi secara harmonis antara yang satu dengan lainnya.

Ayat-ayat itu dibacakan oleh qari dan qariah (pembaca) berdasarkan komposisinya yang sempurna -- mengekspresikan kekuatan artikulasi, aksentuasi, birama, dan iramanya – seluruh firman Tuhan, itu memadukan seluruh anasir bunyi, suara, dan langgam yang serasi.

Ya.., setidaknya terdapat tujuh model seni membaca al Qur’an (qira’atu sab’a) dalam satu komposisi musikal yang berpadu padan dengan sempurna. Di tangan Al Farabi, harmoni dari komposisi ini, menjadi partitur musikal yang menginspirasi.

Di dalam berbagai komposisi musikal Al Farabi, yang juga ilmuwan politik,  memperkenalkan kepada masyarakat beragamk nada sesuai dengan makhraj-nya. Mulai dari nada-nada dasar, seperempat, setengah, sepertiga sesuai dengan pola perpindahan nada dalam komposisinya yang tetap harmonis.

Rasa dan intuisi, yang dalam banyak hal mendominasi ekspresi seni, hadir sebagai keindahan. Terutama, ketika dimainkan oleh para pemusik. Nada-nada itu, pun tampil dengan daya yang kuat, mengubah imajinasi menjadi realita: terdengar dan terasakan secara indah.

Universalitas seni, dalam sudut pandang pemikiran Islam, adalah keniscayaan. Baik karena setiap manusia mempunyai akal fikiran, intuisi, rasa, dan indria yang berinteraksi dengan ekspresi seni. Juga karena manusia mengenal gerak. Kesemua itu dapat diperoleh secara alamiah oleh manusia (midlmar), dan menjelma menjadi puisi, musik, tarian, kaligrafi, arsitektur, dan lainnya.

Seni dalam Islam adalah keniscayaan  dalam kehidupan, karena manusia harus menjadi rahmat atas alam. Meski di sebaliknya berkembang perdebatan tak kunjung usai. Persisnya, sejak Imam Malik dan Imam Syafi’i -  penghulu mazhab saling bersoal tentang musikalitas al Qur’an, sebagaimana mereka bersoal tentang seni rupa, mulai dari kurraj berbentuk patung unta, sampai qaba-qaba – baju lapisan kedua perempuan. |

Editor : sem haesy
 
Sainstek
01 Nov 23, 11:46 WIB | Dilihat : 921
Pemanfaatan Teknologi Blockchain
30 Jun 23, 09:40 WIB | Dilihat : 1153
Menyemai Cerdas Digital di Tengah Tsunami Informasi
17 Apr 23, 18:24 WIB | Dilihat : 1412
Tokyo Tantang Beijing sebagai Pusat Data Asia
12 Jan 23, 10:02 WIB | Dilihat : 1559
Komet Baru Muncul Pertama Kali 12 Januari 2023
Selanjutnya
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 219
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 433
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 432
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 401
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya