Menyaksikan Ohno Menghuni Tubuh Kawaguchi

| dilihat 1893

AKARPADINEWS.COM | TAK mudah bagi Takao Kawaguchi menyalin tarian dari master Butoh, Kazuo Ohno (1906-2010). Dibutuhkan proses kreatif dalam mengeksplorasi tubuh. Apalagi, Kawaguchi tidak pernah mempelajari dan tidak berkesempatan menonton Kazuo Ohno maupun master Butoh lainnya, Tatsumi Hijikata (1928-1986), sebelum keduanya meninggal dunia.

Tetapi, karya masa lalu Ohno dan Hijikata, dapat ditransformasikan dan dinegosiasikan ulang secara estetis oleh Kawaguchi. Dimulai pada tahun 2012. Kawaguchi mengembangkan sepotong tarian berdasarkan teks Hijikata dan Yameru Maihime (La danseuse Malade/The Ailing Dance Mistress).

Kala itu adalah kontak pertamanya dengan Butoh, dengan pendekatan yang lebih terbuka. Selanjutnya, Kawaguchi terpukau dan tertarik dengan karya About Kazuo Ohno-Reliving the Butoh Diva’s Masterpieces (2013). 

Ohno dikenal sebagai seniman yang selama hidupnya memperkenalkan Butoh keliling dunia sejak pasca Perang Dunia II, hingga tahun 2010, di akhir hidupnya pada usia 103 tahun.   “Saya tidak pernah menyaksikan tarian Kazuo Ohno di atas panggung, tidak saat ia masih hidup. Tetapi, sekarang saya melihat dia di foto dan video. Selalu sangat indah, meskipun saya tidak bisa menjelaskan dengan baik,” ungkap Kawaguchi di laman pribadinya.

Bagi Kawaguchi, kedekatan yang intim dengan gerak dan tarian Ohno untuk pertama kalinya, membutuhkan proses kreatif. Dia menyalin tubuh Ohno dalam enam babak yang dipentaskan perdana di Asia Tenggara dengan judul About Kazuo di pembukaan Art Summit Indonesia 8, Senin, 15 Agustus 2016 di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki.

Dalam pertunjukan yang konon memicu kontroversi dalam pembentukan tari di Tokyo, Kawaguchi menyalin tarian master Butoh itu dari rekaman video pertunjukan perdana karya Ohno, termasuk Admiring La Argentina (1977), My Mother (1981), dan Dead Sea, Ghost, Wienerwaltz (1985).

Dalam pementasan ini, dimulai ketika Kawaguchi beraksi di antara penonton, di sebuah koridor, sebelum memasuki gedung Teater Jakarta. Pertunjukan yang asing, tetapi menarik. Itulah yang mungkin terbesit di benak penonton. Kawaguchi bergerak pelan. Saat tubuhnya di lantai, dia merespon bola tenis dan berbagai benda yang telah dipersiapkan di sekelilingnya.

Selanjutnya, Kawaguchi berlari ke eskalator di Teater Jakarta. Di lantai dua, dia bergerak makin cepat di bawah cahaya lampu yang menyorotnya. Penonton pun terpaksa mengarahkan wajah ke atas agar dapat menyaksikan aksi Kawaguchi. Tak lama kemudian, dia kembali turun ke bawah, lewat tangga besi dan nyaris terjatuh.

Ketika musik khas Eropa bergaung, Kawaguchi kembali merespon benda-benda di sekitarnya. Beberapa helai kain yang berbeda warna, termasuk kabel, kardus, bahkan roda, lalu membelit tubuhnya. Tumpukan benda-benda di tubuhnya itu membuatnya sesak dan sulit bergerak. Kemudian, Kawaguchi muncul kembali di atas panggung dan berada di antara penonton. Namun, hanya sesaat. 

Usai sambutan pembukaan disampaikan Direktur Kesenian, Ditjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Endang Caturwati dan Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid, dan penggagas Art Summit Indonesia Edi Sedyawati, Kawaguchi muncul kembali di panggung.

Tubuhnya yang kecil seperti dihisap oleh panggung yang begitu luas, yang biasanya digunakan untuk drama musikal maupun pementasan opera. Artistik yang diperlihatkan sangat efektif dan sederhana.

Beberapa kostum berwarna putih digantung di sudut kanan panggung. Terdapat pula kaca, meja, dan kursi. Sudut ruang ini digunakan Kawaguchi untuk berganti kostum yang dapat disaksikan oleh seluruh penonton. Terkesan, dia tak ingin berjarak dengan penonton.

Babak kedua berjudul Mimpi Sang Janin (1981) dipertunjukannya. Kali ini, dia menyalin cuplikan pertunjukan Ohno berjuluk My Mother (1981). Kawaguchi yang menggunakan kostum putih terlihat seperti sosok renta yang menggenggam bunga putih yang layu. Matanya kosong. Mulut menganga. Dia terlihat kesepian dan terasing.

Di babak ketiga, berjuluk Episode Dalam Penciptaan Durga dan Bumi, cuplikan dari Dead Sea, Ghost, Wienerwaltz (1985), Kawaguchi memakai kostum yang serupa seorang rahib. Wajahnya menengadah dan tangannya membentang. Suara-suara doa yang terdengar dari langit, membuat dia seakan menderita sebagai manusia.

Sedangkan di babak keempat, berjudul Mimpi-Mimpi Cinta, cuplikan My Mother (1981), Kawaguchi berdandan rapi dengan setelah jas hitam serupa seorang konduktur di sebuah konser musik. Gestur tubuhnya terlihat lebih ekspresif. Kejutan muncul di tengah pertunjukan, ketika visual sosok Kazuo Ohno, disajikan tengah bermain boneka wayang, menyerupai perempuan tua yang kesepian.

Meski muncul sesaat, namun kejutan ini cukup memukau penonton dengan kehebatan Ohno, dengan sorot mata yang tajam, kepiawaian dan konsentrasi saat memainkan boneka tersebut. Ada energi yang besar dari sosok yang mendedikasikan hidupnya untuk butoh.

Di babak terakhir, Tango atau burung, cuplikan Admiring La Argentina (1977), dengan bergaun putih menyerupai seorang gadis yang terlihat jatuh cinta, dia menari Tango dengan gerak yang patah-patah. Sesekali terlihat luwes dan sensual.

Aura kebahagiaan memancar di wajahnya. Lalu, seiring lantunan musik klasik, Kawaguchi mengelilingi panggung. Karya Admiring La Argentina ini adalah salah satu masterpiece karya Ohno yang spektakuler. Karena itu pula Ohno berkeliling dunia untuk pentas di atas panggung dan membantu dunia menemukan butoh.

Sayangnya, di akhir pertunjukan, muncul masalah teknis. Seorang perempuan berkebaya hitam sebagai MC muncul. Menganggu pemandangan. Namun, Kawaguchi seperti tak terganggu. Pertunjukan terus berjalan. Musik terus melantun dengan indah. Dan, gerakan tubuhnya semakin luwes dan sesekali melompat. Dia terus menari hingga di akhir pementasan. Kawaguchi lalu memberi hormat degan membungkuk badan pada penonton dan menghilang dari panggung.

Pertunjukan ini cukup menarik, di mana berpijak pada dramaturgi Ohno. Pertunjukan ini bukan sekedar menyalin tarian aslinya, tetapi berusaha memasukan tubuh Ohno ke dalam diri Kawaguchi.

Sebagian geraknya memang seakan improvisasi. Namun, Kawaguchi terlihat berupaya keras memproyeksikan dirinya sebagai penari tua semaksimal mungkin. Dia seperti menampilkan kenangan dari Ohno ke tubuhnya, dan berupaya membentuk imajinasi penonton yang tidak mengenal tarian Ohno.  “Saya cocok menjadikan tubuh saya ke dalam bentuk seperti menuangkan besi panas ke dalam cetakan. Saya menantang Kazuo Ohno di luar, dari luar.” ujarnya.

Saat pelatihan, Kawaguchi harus mengosongkan dirinya. Dia membersihkan diri dan menempatkan tubuhnya seperti kapal kosong. Lalu, dia menunggu Ohno untuk datang dan menghuni di dalam tubuhnya.

Sebagai seniman yang memulai proyek solonya sejak tahun 2008, Kawaguchi mengartikan karya About Kazuo Ohno sebagai duet dirinya bersama Kazuo untuk menari dengan gambar ilusi dari Ohno. “Ini adalah apa yang telah membuat saya ingin berhubungan dengan dan melihat ke butoh, terutama apa yang mereka sebut Kazuo Ohno sebagai tarian jiwa."

Ratu Selvi Agnesia

Editor : M. Yamin Panca Setia
 
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1154
Rumput Tetangga
Selanjutnya
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 707
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 866
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 818
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya