30 Tahun Karier Garin Nugroho di Pentas Sinematografi

Ketika Garin Nugroho Bermonolog Tentang Tjokroaminoto

| dilihat 1793
 
JAKARTA, AKARPADINEWS.COM |  Jelang pemutaran perdana film tokoh nasional H.O.S Tjokroaminto pada Aprli mendatang, sutradara kawakan Garin Nugroho mengajak para penikmat seni untuk mengenal tokoh H.O.S Tjokroaminoto terlebih dahulu melalui sajian monolog bertajuk “Monolog Film Indonesia di Mata Tjokro”.
 
Dalam versi film ini, artis Maia Estianti juga turut berakting. Maia adalah salah satu cucu dari tokoh nasional ini, yang namanya juga dipakai sebagai nama jalan di kawasan Menteng, berhadapan dengan Taman Menteng. 
 
Pentas monolog yang digelar di Galeri Indonesia Kaya, Sabtu  (24/1) menyajikan perjalanan hidup dan alam pikir tokoh Serikat Islam Tjokroaminoto  sekaligus menandai tiga puluh tahun karier Garin Nugroho di dunia sinematografi.
 
Alunan musik mulai meredup. Garin Nugroho naik ke pentas.
 
“Saat ide dan gagasan Tjokro tentang semangat nasionalisme tumbuh, berbarengan dengan itu muncul gagasan relaksasi tentang hiburan di tanah jajahan,” ujarnya membuka pentas. 
 
Pada periode awal abad ke-20, Garin berpendapat bahwa sejarah sinema Indonesia terbangun dengan terbukanya era industri, turisme, komunikasi dan politik. Sebuah zaman baru yang menuntut hiburan sebagai relaksasi seiring pertumbuhan kota-kota di Jawa, sekaligus sebagai media informasi yang menandai lahirnya abad visual awal.
 
Garin yang mengenakan jas casual mondar-mandir di atas pentas Galeri Indonesia Kaya sembari berceloteh tentang peran dan gagasan Haji Oemar Said Tjokroaminoto.
 
“Tjokro memiliki peran yang sangat kompleks dalam pembentukan sejarah Indonesia,” ujarnya. “Berbarengan dengan itu telah muncul ide-ide tentang hiburan di tanah jajahan. Film salah satunya.”
 
 
Pentas monolog itu menjadi salah satu langkah Garin mempromosikan film garapannya tentang salah satu tokoh Sarekat Islam yang terkemuka, Tjokroaminoto, yang akan tayang 9 April 2015. Dalam pentas monolognya, Garin tak hanya bersenarai tentang Tjokro, juga riwayat perkembangan film di Indonesia.
 
Melalui layar yang menampilkan gambar poster, foto, dan adegan-adegan dalam film Indonesia dari satu masa ke masa berikutnya, Garin berkisah hal-hal unik dan menarik terkait kemunculan film Indonesia. “Perkembangan film selalu kait-mengait dengan seni pertunjukan, novel, komik, dan musik,” tukasnya. 
 
Garin mengambil contoh film Terang Bulan yang kondang di tahun 1937. Menurutnya kala itu sedang booming Hawaiian songs di berbagai belahan dunia. Film itu merangkai suasana musik itu, “tentang laut, busana, dan kisahnya”. 
 
Di sela-sela mengisahkan perjalanan film, Garin kerap mengajak beberapa aktris senior yang pernah membintangi film ternama pada masanya. Widyawati diajaknya ke pentas dan bercerita tentang awal mula kiprahnya di dunia layar lebar.
 
“Ibu adalah orang pertama yang mendorong saya main film,” kenang Widyawati. Istri mendiang Sophan Sophiaan itu melengkapi kisahnya dengan membawakan lagu Romy dan Julie yang menjadi soundtrack film Pengantin Remaja (1971).
 
Selepas itu, aktris senior lainnya yang juga tergabung dalam grup musik The Step, Marini juga turut mennyumbangkan lagu berjudul Cinta. Pementasan itu sangat aktraktif. Penuh guyon khas Garin yang seringkali menyentil kondisi sosial politik saat ini.
 
“Film tak bisa dipisahkan dari kondisi politik. Ketika Orde Baru berkuasa, sensor terhadap film sangat tinggi. Imbasnya muncul film-film komedi yang banyak mewarnai laya lebar kita saat itu,” tambah Garin.
 
Selain beberapa aktris senior yang berbagi kisah, para penonton juga dihibur oleh suara emas dari penyanyi Edo Kondologit dan Endah Laras, yang menyanyikan tembang lawas masa Hindia Belanda seperti Kopi Susu Gula Pasir.
 
Di pengujung pentas monolognya, Garin berpesan bahwa, “Ramainya kisruh saat ini, karena kita hanya puya siasat dan strategi,’ ungkapnya. Menurut Garin, bangsa ini harus berkaca pada Tjokroaminoto yang berpesan bahwa kita harus memiliki “setinggi-tingginya ilmu, semurni-murninya tauhid, sepintar-pintarnya siasat”. 
 
Penampilan selama lebih kurang dua jam itu ditutup dengan menyanyikan lagu Indonesia Pusaka. | Dirga Adinata.
 
Editor : Nur Baety Rofiq
 
Sainstek
01 Nov 23, 11:46 WIB | Dilihat : 952
Pemanfaatan Teknologi Blockchain
30 Jun 23, 09:40 WIB | Dilihat : 1175
Menyemai Cerdas Digital di Tengah Tsunami Informasi
17 Apr 23, 18:24 WIB | Dilihat : 1441
Tokyo Tantang Beijing sebagai Pusat Data Asia
12 Jan 23, 10:02 WIB | Dilihat : 1587
Komet Baru Muncul Pertama Kali 12 Januari 2023
Selanjutnya
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 247
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 470
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 463
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 436
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya