Pejabat Kementerian Pariwisata Sabot Hak Kreator

Insan Film Indonesia Gugat Skandal Berlinale

| dilihat 1710

Ratu Selvi Agnesia

AKARPADINEWS.COM | BERAWAL pada 4 Februari 2015. Para sineas dan aktor film Indonesia berkumpul di Gedung Film untuk menyatakan sikap : menuntut pertanggungjawaban pemerintah berkenaan dengan perjalanan delegasi Indonesia ke Berlin, yang dinilai sangat tidak transparan, penuh manipulasi, pemborosan, dan berpeluang sangat besar penyalahgunaan uang rakyat.

Kasus Berliner ini menjadi persoalan besar bagi insan perfilman,  setelah terungkap di sosial media, surat permohonan izin ke luar negeri bernomor KP.1011/2/24/SEKJEN/KEM-PAR/2015.

Surat itu dilayangkan Direktur Pengembangan Industri Perfilman – Kementerian Pariwisata untuk mengikuti promosi film Indonesia di European Film Market sebagai bagian dari Festival Film Berlin.

Sejumlah nama yang diutus mewakili insan perfilman Indonesia sangat diragukan kapabilitas dan kredibilitasnya, serta tidak memiliki relevansi dan urgensi untuk diberangkatkan pemerintah. Bahkan, sebagian besar tidak dikenal oleh para pelaku industri perfilman di Indonesia.

Padahal, saat bersamaan, beberapa kreator dan aktor film Indonesia yang lolos seleksi untuk menayangkan film mereka di Festival Film Berlin, dan pelatihan Berlinale Talent Campus justru tidak mendapat dukungan dari pemerintah. Sekalipun telah mengajukan permohonan bantuan.

Upaya orang-orang berprestasi di kancah perfilman internasional, itu telah ‘disabotase’ oleh oknum-oknum pejabat yang melemahkan perfilman Indonesia.

Pada tanggal 6 Februari 2015, Dirjen Ekonomi Kreatif Berbasis Seni dan Budaya, Prof. Dr. HM. Ahman Sya, menyatakan bahwa Direktur Pengembangan Industri Perfilman, Armein Firmansyah, telah dicopot dari jabatannya. Armein Firmansyah adalah ketua rombongan yang dijadwalkan berangkat ke Berlin pada tanggal 4 Februari 2015 lalu.

Tentu saja, pemecatan itu dianggap bukan penyelesaian yang bertanggung jawab. Bukti-bukti yang kemudian terungkap menujukkan, hal seperti ini telah terjadi selama bertahun-tahun, termasuk perjalanan dinas delegasi Indonesia ke pasar program televisi MIPCOM di Cannes, Perancis, tahun 2014 lewat surat dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bernomor KP.1011/21/17/Sekjen/KPEK/2014.

Kasusnya kurang lebih sama: pemberangkatan orang-orang yang tidak memiliki urgensi dan relevansi berada di ajang festival maupun pasar film dan televisi, serta berpotensi penyalahgunaan uang negara sejumlah miliaran rupiah.

Sekalipun saat itu perfilman masih dipegang Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, namun para pejabat yang ‘memegang’ perfilman dan ekonomi kreatif masih sama dengan pejabat di Kementerian Pariwisata sekarang ini.

Keikutsertaan para sineas Indonesia di festival-festival internasional dan pasar film adalah upaya untuk menyelesaikan beberapa masalah yang sedang dihadapi perfilman Indonesia saat ini, termasuk kurangnya skill pekerja film Indonesia dan kepentingan promosi untuk film-film Indonesia.

Puncaknya pada 7 Februari 2015, di depan Gedung Sapta Pesona, Kementerian Pariwisata ratusan pekerja film berkumpul dan menyampaikan “Surat Terbuka Untuk Masa Depan Perfilman Indonesia,” yang ditujukan kepada Menteri Pariwisata, Arief Yahya. Di antara mereka, terlihat Joko Anwar, Alex Komang, Nia Dinata, Lukman Sardi dan beberapa pekerja film : sutradara, produser, penulis naskah, aktor, aktris, hingga penata make up.  Surat gugatan ditandatangani 208 pekerja film.

Dalam surat gugatan ini, para pekerja film menginginkan penyelesaian tuntas masalah yang selama ini menggerogoti pemerintah dalam konteks perfilman Indonesia. Tuntutan itu antara lain, agar sejumlah pejabat ikut bertanggung jawab secara ksatria dengan mundur dari jabatan mereka. Dan, di kemudian hari tidak mendapat jabatan di sektor ekonomi kreatif. Yaitu: UK dan AS, yang masing-masingnya merupakan pejabat tinggi di Kementerian Pariwisata.

Selain itu, mereka menuntut pihak berwenang mengusut kemungkinan penyalahgunaan uang negara untuk kegiatan-kegiatan serupa pada tahun-tahun sebelumnya. Termasuk pada kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan perfilman Indonesia, termasuk penyelenggaraan Festival Film Indonesia.

 “Kami mendesak agar uang rakyat yang dikelola pemerintah untuk membangun perfilman Indonesia ditata secara profesional, bersih dari segala kepentingan pribadi, dan transparan. Demi perfilman nasional dan demi kecerdasan bangsa”.

Selain dunia film, sebenarnya tidak menutup kemungkinan dengan skandal lain di dunia teater, musik dan tari, yang saatnya meminta transparasi pemerintah demi kemajuan kesenian Indonesia. |

Editor : Web Administrator
 
Seni & Hiburan
03 Des 23, 14:05 WIB | Dilihat : 529
Kolaborasi Pelukis Difabel dengan Mastro Lukis
29 Sep 23, 21:56 WIB | Dilihat : 1624
Iis Dahlia
09 Jun 23, 09:01 WIB | Dilihat : 1401
Karena Lawak Chia Sekejap, Goyang Hubungan Kejiranan
Selanjutnya
Sainstek
01 Nov 23, 11:46 WIB | Dilihat : 953
Pemanfaatan Teknologi Blockchain
30 Jun 23, 09:40 WIB | Dilihat : 1176
Menyemai Cerdas Digital di Tengah Tsunami Informasi
17 Apr 23, 18:24 WIB | Dilihat : 1442
Tokyo Tantang Beijing sebagai Pusat Data Asia
12 Jan 23, 10:02 WIB | Dilihat : 1588
Komet Baru Muncul Pertama Kali 12 Januari 2023
Selanjutnya