Pemilihan Presiden Amerika Serikat

Skandal Pencabulan Menghadang Trump

| dilihat 2281

WASHINGTON, AKARPADINEWS.COM | JESSICA Leeds tak mampu mengendalikan emosinya ketika mendengar pengakuan Donald Trump dalam acara debat calon presiden Amerika Serikat (AS) yang disiarkan televisi. Leeds menuding Trump berbohong. "Saya ingin memukul layar (televisi)," katanya di apartemennya, di Manhattan.

Leeds marah ketika Trump dengan tegas menyatakan, hanya kabar bual yang menyebut dirinya berciuman dengan perempuan tanpa izin, termasuk meraba payudara dan memegang organ sensitif perempuan.

Trump pun berencana menggugat media yang disebutnya mengumbar laporan fiktif yang dapat menjegalnya menuju Gedung Putih. Trump mengaku, tidak pernah melakukan hal-hal tak senonoh seperti yang dituduhkan padanya.  "Tidak," katanya.

Leeds yang kini berusia 74 tahun, masih ingat peristiwa yang terjadi lebih dari tiga dekade lalu. Kala itu, dia adalah seorang pengusaha yang sering berpergian jauh. Leeds yang bekerja di sebuah perusahaan kertas berkisah, dirinya pernah duduk di samping Trump di kabin kelas satu penerbangan ke New York. Mereka belum pernah bertemu sebelumnya. Kala itu, Trump belum memiliki pesawat pribadi.

Secara spontan, Leed memperkenalkan diri dan menjabat tangan Trump. Kedua pun bercakap-cakap. Dalam memori Leeds, Trump sempat bertanya pada dirinya apakah sudah menikah. Leeds menjawab, jika dirinya sudah bercerai.

Kemudian, setelah piring hidangan yang disuguhkan pramugari pada penerbangan malam itu dibersihkan, Trump mengangkat lengannya kursi. Lalu, mengarahkan lengannya ke tubuh Leeds. Dari pengakuan Leeds, Trump meraba-raba payudaranya dan menempatkan tangannya ke roknya.

"Dia seperti gurita. Tangannya ke mana-mana," ungkap Leeds. Tindakan tak senonoh Trump itu direspons negatif oleh Leeds. Dia pun cepat-cepat meninggalkan kabin kelas satu dan menuju kursi belakang. Baginya, tindakan Trump itu sebagai tindakan pelecahan seksual. Leeds telah menceritakan laku buruk Trump itu kepada empat orang dekatnya, yang juga berbicara dengan The New York Times. "Saya marah dan terguncang," kenangnya.

Leeds tidak mengeluh kepada pramugari saat kejadian. Di tahun 1970 dan awal 1980-an, dirinya bersama perempuan lain memang sering menerima perlakuan itu selama bertahun-tahun. "Kami diajarkan itu adalah kesalahan kita."

Sekitar dua tahun kemudian, Leeds sempat bertemu Trump di sebuah acara amal di New York. Kala itu, Trump nampak ingat padanya. Tetapi, apa yang terjadi? Menurut Leeds, Trump menghinanya dengan ucapan kasar.

Ketika Trump menjadi kandidat presiden yang diusung Partai Republik, pengalaman Leeds itu coba dikulik media. Leeds, bersama anaknya, keponakan dan dua temannya, dihubungi sejumlah media.

Linda Ross, tetangga dan teman yang berbicara dengan Leeds merasa muak dengan pengalaman yang dikisahkan Leeds. Karenanya, Ross bersama teman-teman Leeds lainnya mendorongnya untuk menceritakan kisahnya kepada media. Leeds sempat menolak sampai debat pada Minggu lalu.

Namun, ketika Trump membantah memiliki wanita yang pernah diperkosanya, Ross saat diwawancarai CNN mengatakan sempat menatap wajah Leeds. "Sekarang kita tahu dia berbohong," kenang Ross.

Setelah ramai diberitakan, Leeds lalu menceritakan pengalamannya via email ke Times dan mengabulkan wawancara. "Untuk mereka yang akan memilih dia (Trump), Saya berharap mereka merenungkan ini."

Sebelumnya, Rachel Crooks juga mengungkap laku buruk Trump yang juga dikenal sebagai politisi yang sering melontarkan kata-kata kasar. Pengalaman tak mengenakan itu terjadi di tahun 2005.

Crooks, yang usianya kala itu 22 tahun,  bekerja sebagai resepsionis di Bayrock Group, sebuah perusahaan investasi dan pengembangan real estate di Trump Tower yang berlokasi di Manhattan. Ketika itu, di kala pagi, dia bertemu Trump di depan lift di gedung itu.

Sebelum kejadian itu, Crooks yang sadar jika perusahaannya bermitra dengan Trump, memperkenalkan diri. Keduanya berjabat tangan. Namun, Trump tidak membiarkannya pergi. Rupanya, dari pengakuan Crooks, Trump tidak hanya mencium pipinya.

"Dia mencium langsung bibir saya," kenang Crooks. Baginya, tindakan Trump itu bukan suatu yang insiden biasa. Namun, sebagai tindakan pelecehan seksual. "Itu sangat tidak pantas," tegas Crooks dalam sebuah wawancara. "Saya sangat marah. Dia pikir, dia bisa melakukan itu."

Beberapa jam setelah Trump menciumnya, Crooks kembali ke apartemennya di Bay Ridge, Brooklyn, dan sempat menjauhi pacarnya saat itu, Clint Hackenburg. "Saya bertanya, bagaimana hari mu?" tanya Hackenburg mengenang. "Dia (Crooks) terdiam sejenak, dan kemudian histeris menangis."

Crooks pun menghubungi kakaknya, Brianne Webb, di Ohio, kota kecil di mana mereka dibesarkan. Crooks menceritakan apa yang telah dialaminya. Dari pengakuan Crooks, Webb mengatakan, Trump tidak hanya mencium pipi, namun juga bibir adiknya. "Itu tidak normal."

Kala itu, Crooks mengaku, pertemuan dengan Trump adalah pengalaman yang rumit karena dirinya bekerja di gedung yang sama. Crooks selalu berusaha menghindari Trump.

Sementara Hackenburg menambahkan, sesuatu yang lebih menjengkelkan dari tindakan tidak senonoh yang dialami Crooks adalah sikap dan tindakan Trump yang merasa bisa melakukan apa saja yang dikehendakinya karena jabatannya.

Apalagi, kala itu, Crooks pertama kali bekerja setelah lulus kuliah. "Saya ingat, dia (Crooks) mengatakan, saya tidak bisa melakukan apapun untuk orang ini, karena dia Donald Trump."

Beberapa hari kemudiaan, Crooks juga mengungkap jika Trump yang baru saja menikah dengan Melania, datang ke kantor Bayrock dan meminta nomor teleponnya.

Ketika ditanya mengapa dia membutuhkannya, Trump menjawab, untuk memberikannya kepada agen modelnya. Namun, Crooks skeptis, tapi mengalah karena pengaruh Trump di perusahaannya. Crooks pun tidak pernah meladeni agen model itu.

Selama beberapa tahun bekerja di Bayrock, Crooks hanya merunduk, mengalihkan pandangannya setiap kali Trump datang di hadapannya. Ketika karyawan Bayrock diundang ke pesta Trump, dia menolak untuk hadir.

Leeds dan Crooks mengakui mendukung kampanye calon presiden Hillary Clinton yang didukung Partai Demokrat. Crooks awalnya enggan untuk tampil di hadapan publik untuk berbagi ceritanya. Namun, dia merasa terdorong untuk berbicara tentang pengalamannya. "Orang-orang harus tahu (soal kelakuan buruk Trump)," katanya.

Sebelumnya, Temple Taggart, mantan Miss Utah juga mengatakan, jika Trump mencium bibirnya lebih dari sekali ketika menjadi kontestan kontes kecantikan 21 tahun lalu.

 
Baginya, tindakan Trump itu sangat menjijikkan dan tak sopan. "Apalagi dia sudah punya istri,” katanya. Taggart pun mengaku, bukan hanya dirinya saja yang dicium bibirnya. Trump juga menyasar ciumannya ke beberapa kontestan kecantikan lainnya. Mantan Miss Universe Alicia Machado juga mengangap Trump sering menghina tubuhnya. Trump menganggap sebagai tubuh wanita yang suka makan.

Di tengah jadwal sibuknya berkampanye, Trump tersentak dan menganggap bualan pengakuan perempuan-perempuan yang merasa mengalami pelecehan seksual itu.

Dia membantah semua tuduhan yang menyudutkannya. "Itu hanya kata-kata (fiksi)," katanya berulang kali menyakinkan khalayak demi menyelamatkan dukungannya di Pemilihan Presiden, khususnya dari kalangan perempuan.

Dalam sebuah wawancara telepon pada Selasa malam lalu, Trump yang sangat gelisah, lagi-lagi membantah klaim yang menyudutkannya. "Tak ada satu pun dari ini (pengakuan Taggart) pernah terjadi," tegasnya seraya menyinggung wartawan Times, yang menanyainya.

Dalam kesempatan lain, Trump menuding Times mengarang tuduhan untuk menyakitinya. Trump pun akan menuntut media itu. "Anda adalah manusia menjijikkan," katanya kepada wartawan saat menanyakannya klaim perempuan itu.

Trump terlihat melotot ketika ditanya apakah pernah mencium dan meraba-raba sejumlah perempuan. "Saya tidak melakukannya."Trump merasa, tindakannya memperlihatkan sebagai seorang lelaki macho. Dia juga merasa seperti magnet saat mencium wanita-wanita cantik di kontes kecantikan itu. "Ini seperti magnet. Hanya ciuman. Saya bahkan tidak menunggu."

Trump lagi-lagi menyebut jika pengakuan para perempuan itu hanya fiksi dan merusak peluangnya menuju Gedung Putih yang hanya empat minggu lagi, sebelum pemilihan digelar 8 November. Dampak dari kabar pencabulan itu cukup signifikan. Elektabilitas Trump kian melorot, ditambah lagi ketidakmampuan Trump dalam mengontrol ucapannya yang kerap kasar dan kontroversi.

Penasehat senior komunikasi kampanye Trump, Jason Miller dalam sebuah pernyataan akan melakukan tindakan hukum jika tidak mencabut laporannya.  "Seluruh artikel ini adalah fiksi, dan New York Times menurunkan (berita) palsu, pembunuhan karakter terhadap Trump. Topik-topik seperti ini berbahaya," katanya.

Namun, dalam waktu yang sama, Palm Beach Post juga melaporkan klaim Mindy McGillivray, 36 tahun, seorang wanita di Florida Selatan, yang oleh Trump pernah diraba bokongnya. McGillivray mengaku tindakan Trump itu terjadi 13 tahun lalu. Saat itu, dia sedang bekerja sebagai asisten fotografer. Namun, klaim itu dibantah. "Tidak ada kebenaran apapun," kata juru bicara Trump Hope Hicks.

Dugaan pencabulan itu telah menyebabkan kian melorotnya elektabilitas Trump. Sejumlah politisi Partai Republik pun khawatir jika dampaknya akan mempersempit upaya Republik mengontrol Kongres AS. Karenanya, Trump pun dihukum oleh sejumlah politisi Republik. Bahkan, beberapa di antaranya meminta Trump untuk keluar dari pemilihan presiden.

Rabu (12/10) lalu, Ketua Parlemen AS, Paul Ryan menegaskan, tidak akan lagi mengkampanyekan dan membela Trump. Resistensi itu direspons dingin oleh Trump. Di hadapan ribuan pendukungnya di Ocala, Florida, Trump menyebut, Ryan dan politisi Republik lainnya tidak mengapresiasi kinerjanya dalam mengikuti serangkaian debat. Sementara mantan anggota parlemen dari Republik, John Boehner mengatakan dalam sebuah wawancara di Fox News Channel, akan tetap memilih Trump, meski dianggap banyak kalangan sebagai sosok yang menjijikan.

Berdasarkan hasil jajak pendapat yang dilakukan Reuters/Ipsos, elektabilitas Trump tersungkur lebih dalam, tertinggal 8 persen di bawah Hillary. Hasil survei menunjukan, satu dari lima pendukung Republik menyebut, ucapan vulgar dan dugaan pelecehan seksual yang dilakukan telah mendiskualifikasikan Trump dari pertarungan perebutan kursi presiden. Jajak pendapat secara nasional itu diselenggarakan usai debat kedua. Kala itu, Trump dijejali pertanyaan skandal video 2005 yang menyentuh alat vital perempuan.

Dari survei itu, 45 persen mendukung Hillary, sedangkan 37 persen mendukung Trump. 18 persen lainnya menyatakan tak mendukung keduanya. Lalu, sebanyak 53 persen responden menyatakan, Hillary menang dalam debat kali itu. Sedangkan Trump hanya mendapat dukungan 32 persen. 82 persen pemilih Demokrat juga menyakini Hillary akan menang. Sementara pemilih Republik yang yakin Trump menang hanya 68 persen.

Terkait dugaan skandal seksual, 42 persen responden, termasuk 19 persen pemilih Republik, menyatakan omongan vulgar seharusnya mendiskualifikasi Trump dari pencalonan. Namun 43 persen lainnya berpandangan tidak.

Hillary nampaknya memperoleh dukungan mayoritas perempuan yang jumlah mencapai 44 persen. Sedangkan Trump hanya meraih 29 persen dukungan dari pemilih perempuan. Jajak pendapat itu diselenggarakan secara online di 50 negara bagian itu diikuti 2.386 responden, yang di antaranya sebanyak 1.839 orang menyaksikan debat dan 1.605 orang merupakan pemilih. | M. Yamin Panca Setia

Editor : M. Yamin Panca Setia | Sumber : The New York Times/CNN/Reuters
 
Humaniora
02 Apr 24, 22:26 WIB | Dilihat : 423
Iktikaf
31 Mar 24, 20:45 WIB | Dilihat : 995
Peluang Memperoleh Kemaafan dan Ampunan Allah
24 Mar 24, 15:58 WIB | Dilihat : 231
Isyarat Bencana Alam
16 Mar 24, 01:40 WIB | Dilihat : 707
Momentum Cinta
Selanjutnya
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 712
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 869
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 820
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya