Sikap Nyunda Deddy & Dedi Dongkrak Elektabilitas

| dilihat 2774

Opini Bang Sem

DEDDY Mizwar dan Dedi Mulyadi, pasangan kandidat nomor 4 dalam kontestasi Pilkada Jawa Barat 2018, harus lebih bekerja keras dan bekerja cerdas untuk memenangkan kontestasi. Tentu, harus pula bekerja ikhlas, sesuai dengan tema perjuangannya: bekerja untuk melayani.

Seperti saya tulis sebelumnya, Deddy Mizwar dan Dedi Mulyadi, merupakan pasangan yang relatif lebih enjoy dan nyaris tanpa beban dalam memasuki ajang kontestasi.

Sejak awal, Deddy Mizwar dan Dedi Mulyadi memang cenderung memasuki ajang Pilkada Jawa Barat dengan rileks. Berulangkali, Deddy mengatakan pada saya, Pilkada Jabar 2018 harus menjadi contoh penyelenggaraan momenta demokrasi yang menyenangkan.

“Kami ingin, demokrasi bukan sekadar menjadi ajang untuk berebut kekuasaan semata, melainkan menjadi alat untuk mencapai harmoni kebangsaan,” katanya suatu malam, beberapa bulan lalu.

Hal yang sama diungkapkannya, kala dijumpai para mantan aktivis kampus dan mantan politisi senior dari berbagai partai, yang datang memberikan dukungan moril, selepas Partai Keadilan Sosial (PKS) dan Partai Amanat Nasional (PAN) meninggalkannya.

Di hadapan sejumlah kalangan masyarakat dari beberapa kabupaten dan kota di Jawa Barat yang juga memberikan dukungan moril kala itu, Deddy mengungkapkan, yang utama adalah bagaimana Pilkada Jabar 2018 ini sukses. Artinya, tingkat partisipasi rakyat yang datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan menggunakan hak pilihnya.

“Silakan rakyat menggunakan hak pilih, dan tetap menjaga komitmen untuk menyelenggarakan Pilkada yang bersih, jujur dan adil,” ujarnya.

Deddy bahkan senyam senyum saja, ketika namanya resmi diumumkan sebagai kandidat oleh Partai Demokrat dan Partai Golkar, dan dirinya masih menjabat Wakil Gubernur, ada beberapa Kepala Dinas yang tak datang diundang rapat dinas yang dipimpinnya.

“Berikhtiar untuk memenangkan Pilkada ini, penting. Tapi yang lebih penting lagi, adalah bagaimana memenangkan kepentingan rakyat. Menuntaskan dan melanjutkan pencapaian kinerja pembangunan Jawa Barat yang lebih baik dan lebih adil,” ujarnya.

Ikhtiar Deddy dan Dedi, agaknya disimak tekun oleh rakyat Jawa Barat, khasnya para konstituen yang mempunyai hak pilih dan akan menggunakan hak pilihnya itu dengan baik. Hasilnya, seperti tercermin dalam paparan hasil survey yang dilakukan oleh Litbang Kompas, Rabu (14/3/18).

Survey yang dilakukan pada 19 Februari - 4 Maret dengan jumlah responden 800 orang berusia minimal 17 tahun yang dipilih secara acak di Jabar, itu memperlihatkan, posisi Deddy & Dedi, unggul dibanding kandidat lain. Tingkat elektabilitas (keterpilihan) pasangan nomor 4, ini beroleh respon pemilih sebesar 42,8 persen. Pasangan Ridwan Kamil - Uu Ruzhanul Ulum, menyusul dengan capaian 39,9 persen.

Artinya Deddy & Dedi berhasil nangkring paling atas dengan posisi top of mind pemilih melalui pertanyaan terbuka kepada responden.

Hasil survey Cyrus Network, sebelumnya, menempatkan Ridwan Kamil pada posisi top of mind dalam survey bulan Januari. (Baca: Kompetisi Ketat Rindu vs Duo DM di Pilkada Jabar 2018).

Dalam survey Litbang Kompas itu,  elektabilitas pasangan Sudrajat - Ahmad Syaikhu (Asyik) meraih 7,8 persen dan pasangan TB Hasanuddin-Anton Charliyan (Hasanah) menggaet 3,1 persen. Sekira 6,4 persen responden tidak menjawab atau rahasia.

Benar yang dikemukakan Dedi Mulyadi kepada wartawan, pasangan ini harus terus bekerja keras, terutama menguatkan soliditas kader-kader partai pengusung di seluruh lini infrastruktur partai. Survey Litbang Kompas menggambarkan, kader-kader Partai Demokrat dan Partai Golkar sebagai pengusung Deddy & Dedi memberikan dukungan sebesar 52,9 persen; PDI-P 41,6 persen.

Deddy & Dedi beroleh dukungan dari kader Partai Gerindra, PKS, dan PAN sebesar 35,5 persen; serta Nasdem, PPP, PKB, dan Hanura sebesar 28,8 persen.

34,2 persen kader Partai Demokrat dan Partai Golkar memberikan dukungan kepada pasangan Ridwan Kamil – Uu, yang juga beroleh dukungan dari kader PDIP sebesar 43,2 persen. Sedangkan dari kader Partai Gerindra, PKS, dan PAN, Ridwan dan Uu beroleh dukungan sebesar 36,4 persen. Akan halnya kader-kader Partai Nasdem, PPP, PKB, dan Hanura yang mengusungnya, memberikan dukungan 62,7 persen.

Pasangan Tb Hasanuddin – Anton Charliyan yang diusung PDIP, dari kader partainya sendiri hanya beroleh dukungan 8,0 persen. Pasangan ini mendapat dukungan dari kader Partai Golkar dan Partai Demokrat sebesar 3,2 persen. Dari kader Partai Gerindra, PKS, dan PAN pasangan ini beroleh dukungan 0,8 persen; serta dari kader-kader Partai Nasdem, PPP, PKB, dan Hanura beroleh dukungan sebesar 1,7 persen

Akanhalnya pasangan Sudrajat-Ahmad Syaikhu memperoleh 4,3 persen dari Golkar-Demokrat; 4,0 persen dari PDI-P; 21,5 persen dari Gerindra, PKS, dan PAN; serta 3,4 persen dari Nasdem, PPP, PKB, dan Hanura. 

Hasil survey Litbang Kompas ini menunjukkan, prakiraan sejumlah pemerhati politik Jawa Barat, sebelumnya memprediksi, elektabilitas Deddy Mizwar akan turun sampai 30 persen, bila berpasangan dengan Dedi Mulyadi, dan elektabilitas Dedi Mulyadi akan turun sampai 20 persen bila berpasangan dengan Deddy Mizwar.

Inilah yang pernah dikatakan Deddy Mizwar dalam suatu perbincangan malam dengan saya, tahun lalu, dinamika politik hanya bisa dicermati dan tidak bisa dikalkulasi secara matematis. Itu sebabnya, dia menyikapi setiap detik perkembangan dan perubahan situasi dengan rileks.

“Tugas kita berikhtiar secara total, selebihnya kita serahkan kepada Allah. Kalau kita konsisten memenangkan kontestasi untuk ibadah, melayani rakyat, dan menjadikan kewenangan yang melekat pada kekuasaan untuk tujuan pengabdian, itu, saya yakin, Allah akan memudahkan,” ujarnya.

Intinya adalah perjuangan mewujudkan kata-kata menjadi kenyataan. Menepati janji, dan bekerja bersama rakyat mewujudkan cita-cita kolektif. “Untuk itulah, seluruh mesin partai harus bergerak dan digerakkan, bersinergi dengan kerja para relawan dan simpatisan dengan beragam cara.

Deddy dan Dedi tak gentar menghadapi beragam kemungkinan, apalagi serangan black campaign. “Itu urusan orang lain. Urusan kita, berbuat baik dengan siapa saja, menghormati siapa saja, termasuk memaafkan mereka yang melakukan hal itu. Kita kerja baik saja, konsisten dan konsekuen dengan komitmen kita: bekerja untuk melayani rakyat,” ungkap Deddy.

Ungkapan Deddy ini sekilas mencerminkan kepiawaiannya dalam melihat black commedy dalam realitas kedua menjadi sesuatu yang mungkin terjadi pada realitas pertama. Sikap itu tercermin dalam acara Debat Publik Pertama Pilkada Jabar, Senin (12/3/18) lalu. (Baca : Bertarung Kata dengan Data di Debat Publik Pilkada Jabar).

Saya menilai, peningkatan elektabilitas Deddy & Dedi, terjadi karena strategi kampanye dan sosialisasi program kerja yang mampu meyakinkan konstituen. Deddy dan Dedi yang kerap mendatangi konstituen dan berdialog dengan para tokoh masyarakat dan rakyat di pedesaan secara langsung, bersahaja. Keduanya hadir sebagai dirinya dalam kehidupan sehari-hari mereka. Bukan sesuatu yang berjarak dengan rakyat.

Selain itu, sikap hidup Deddy dan Dedi yang konsekuen dengan integritas, kreativitas, dan egaliterianisma dalam ikatan kerjasama sajajar, jauh lebih meyakinkan dibandingkan dengan kandidat lain. Deddy dan Dedi tidak mengemas dirinya seolah-olah dekat dan peduli dengan rakyat. Keduanya, jauh sebelum berkiprah di pemerintahan, memang sudah dekat dan karib dengan rakyat, sangat mengerti persoalan rakyat, karena keduanya datang dari rakyat yang sesungguhnya.

Sikap itu tidak berubah ketika keduanya memangku jabatan di pemerintahan. Artinya, Deddy dan Dedi memang bukan pemimpin kemasan, tapi aseli. Keduanya mempunyai kualifikasi : “Kewes pantes tandang gandang, sinatria pilih tanding. Handap asor pamakena, nyarita titih rintih. Ati-ati tur nastiti. Mun nyaur di­ukur-ukur. Nyabda diunggang-unggang. Bubu­den teu ieu aing. Panatana Satria tedak Pasundan.”

Layak dan patut tampil sebagai pemimpin sebagai ksatria yang berani memilih tantangan (melayani rakyat), rendah hati dan humble, berhati-hati dalam berkomunikasi, tidak serampangan dalam memberikan tugas dan tanggungjawab kepada orang lain, berfikir dulu baru bicara, tidak pongah dan tidak jumawa. Pada keduanya, terlihat simbol kearifan kepemimpinan Sunda.

Dua kata melekat pada pasangan ini : fit and proper, layak dan patut memimpin Jawa Barat. Sikap inilah, agaknya yang tak hilang dari benak dan hati Ketua Umum PAN – Zulkifli Hasan, yang sampai detik terakhir pendaftaran pasangan ini ke KPUD Jawa Barat masih mengatakan, “Kami masih jatuh cinta dengan Deddy Mizwar.”

Kepribadian yang Nyunda, Nyantri, Nyakola, dan Nyantika yang melekat pada pasangan inilah, menurut saya, yang mendongkrak elektabilitasnya. |

Editor : sem haesy | Sumber : foto-foto dokumentasi demiz
 
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 219
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 432
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 431
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 401
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya
Seni & Hiburan
03 Des 23, 14:05 WIB | Dilihat : 501
Kolaborasi Pelukis Difabel dengan Mastro Lukis
29 Sep 23, 21:56 WIB | Dilihat : 1583
Iis Dahlia
09 Jun 23, 09:01 WIB | Dilihat : 1372
Karena Lawak Chia Sekejap, Goyang Hubungan Kejiranan
Selanjutnya