Serangan Bersenjata di Universitas California

| dilihat 2063

LOS ANGELES, AKARPADINEWS.COM | AARON Feigelman bersama lima rekannya hanya bisa pasrah saat situasi mencekam menyelimuti kampusnya, Universitas California (UCLA), Los Angeles, Amerika Serikat (AS), Rabu (1/6). Mereka berlindung di kamar mandi yang tidak terkunci agar tidak menjadi sasaran pelaku penembakan.

"Kami ikat pintu kamar mandi dengan sabuk, agar pintu tertutup karena tidak ada kunci. Dan, kita hanya menunggu. Ini benar-benar menakutkan," kata Feigelman. Di ruang pengap dan sempit itu, mereka membisu selama 90 menit.

Sebelumnya, Feigelman bersama sejumlah mahasiswa lainnya mendapatkan pesan peringatan mengenai kondisi dararut. Para mahasiswa dihimbau berlindung.  "Kami berlari keluar, dan berlari ke lantai tujuh," kata Feigelman. Pihak kampus pun terpaksa mengunci kampus selama dua jam.

Saat situasi darurat, sekitar 200 polisi dengan mengenakan rompi antipeluru dikerahkan menjinakan pelaku. Sebuah mobil lapis baja juga diparkir di sebuah persimpangan kampus. Helikopter pun dikerahkan. Puluhan ambulance juga disiapkan di tiga blok menuju kampus.

Seorang polisi mengatakan, Wiliam Klug, 39 tahun, tewas ditembak pria bersenjata. Setelah itu, pelaku menembak dirinya sendiri. Pelaku penembakan yang identitasnya belum diumumkan polisi itu berusia muda, selevel mahasiswa. Polisi tidak menjelaskan detail kejadian dan latar belakang pelaku bertindak brutal.

Klug, seorang profesor teknik mesin yang ahli di bidang kedirgantaraan, ditembak di sebuah gedung fakultas teknik. Klug meninggalkan isteri dan dua anak. Rekan-rekannya menggambarkan Klug sebagai sosok yang baik dan brilian.

Pejabat kampus menyatakan duka atas insiden itu. "Kami berduka atas kematian dua orang yang mendadak dan tragis di kampus kami," kata Gene David Block, pejabat kampus, dalam pernyataannya. "Kita tidak pernah mengalami hari-hari seperti ini, dan kejadian ini sangat menegangkan kita semua," imbuhnya.

Akibat insiden tersebut, aktivitas perkuliahan pun tersendet. Sehari setelah kejadian, aktivitas perkuliahan kembali digelar, kecuali fakultas teknik yang ditutup hingga Senin depan.

UCLA merupakan salah satu kampus dengan jumlah mahasiswa mencapai 43.000 orang. Universitas riset negeri yang berlokasikan di Westwood itu merupakan kampus tertua kedua dari 10 kampus di sistem universitas California. UCLA adalah universitas dengan permintaan pendaftaran terbesar di California dan merupakan salah satu universitas terpopular di AS.

"Aku tidak percaya itu terjadi di UCLA," kata Sam Zheng, 38 tahun, seorang peneliti yang bekerja di gedung rekayasa teknik saat penembakan. "Aku hanya ingin pulang. Saya tidak ingin tinggal di sini." Duka juga disampaikan Walikota Los Angeles, Eric Garcetti.

Kepala Kepolisian Los Angeles Charlie Beck menegaskan, satu orang ditembak, dan pelaku menembak dirinya sendiri saat berada di gedung teknik. "Tidak ada tersangka lain dan tidak ada ancaman," kata Beck kepada wartawan tanpa menjelaskan secara rinci.

Juru bicara Gedung Putih Josh Earnest, mengabarkan Presiden AS Barack Obama telah mendapatkan penjelasan seputar insiden tersebut. Obama mendapatkan informasi soal insiden itu ketika sedang berada di pesawat kepresidenan Air Force One.

Bukan kali ini saja penembakan terjadi di kampus maupun sekolah di AS. Rentetan serangan bersenjata terjadi sepanjang tahun 2013 hingga 2015. Di tahun 2013, penyerangan bersenjata terjadi di Sekolah Menangah Atas (SMA) Marysvulle-Pilchuck, Washington, di SMU Taft Union di California, di Stevens Institute of Business & Art di St Louis, Missouri, di SMP Price di Atlanta, Georgia, Santa Monica College di Santa Monica, California, di SMP Sparks di Sparks, Nevada, dan SMU Arapahoe di Centennial, Colorado. 

Di tahun 2014, aksi sporadis serupa juga terjadi di SMU Liberty Technology Magnet di Jackson, Tennessee, di SMP Berrendo di Roswell, New Mexico, di Universitas Purdue, West Lafayette, Indiana, di Universitas California, Santa Barbara, California, dan di Universitas Seattle Pacific di Seattle, Washington. Selain di kampus, penyerangan bersenjata juga terjadi di ruang-ruang publik. 

Serangkaian penyerangan bersenjata itu tidak terlepas mudahnya izin kepemilikan senjata dan lemahnya kontrol penggunaan senjata. Obama telah menyerukan agar peraturan perundangan-undangan yang mengatur kepemilikan dan penggunaan senjata di AS diperketat. Seruan itu disampaikannya setelah terjadinya pembunuhan brutal di Umpqua Community College di Roseburg, Oregon, Portland. Insiden penyerangan bersenjata itu menewaskan 13 orang dan melukai sekitar 20 orang.

Kala itu, Obama menegaskan, insiden penyerangan tidak cukup diselesaikan dengan doa. Dia merasa miris jika AS sebagai negara maju sering terjadi aksi penembakan massal dalam beberapa bulan terakhir. Penembakan sering dilakukan oleh pelaku yang mengalami gangguan mental.

Obama berbicara dengan nada marah dan berupaya menghalau argumen para pendukung kepemilikan senjata yang akan mengayunkan senjatanya setelah terjadi insiden penembakan. Obama pun menyadari jika lawan politiknya akan mempolitisasi tragedi tersebut.

Obama dan Wakil Presiden Joe Biden sebenarnya telah mendorong pengetatan kontrol kepemilikan senjata sejak tahun 2012 lalu, setelah terjadinya serangan bersenjata api di Newtown, Connecticut. Namun, upaya mereka tidak berhasil.

Dalam Konstitusi Amanden Kedua AS tahun 1971, warga sipil dapat memiliki senjata. Larangan kepemilikan senjata hanya diperuntukan bagi warga yang pernah terlibat kejahatan, berperilaku buruk, pecandu narkoba, dan mengalami gangguan mental.

Di tahun 1986, pemerintah federal pernah melarang penjualan senapan mesin untuk warga sipil. Dan, larangan itu berhasil. Senjata itu tidak pernah digunakan dalam tindak kejahatan, dan tidak ada penembakan massal di AS yang menggunakan senapan mesin.

Longgarnya aturan itu yang menyebabkan warga AS bebas memiliki senjata. Akses terhadap senjata juga sangat mudah karena senjata dijual bebas di AS. Ada sekitar 130 ribu penjual senjata api yang terdaftar di AS.

Pemerintah juga sulit mengontrol penjualan senjata yang menggunakan internet yang agen penjualan jumlahnya ribuan. Akibatnya, terjadi penyalahgunaan. Dalam insiden penyerangan di Aurora, Colorado tahun 2012 yang menewaskan 12 orang itu, pelaku diketahui membeli senjata lewat internet. James Eagan Holmes diketahui memborong lebih dari 6.000 amunisi dari internet. Dia juga membeli senapan serbu AR-15 dari toko senjata setempat.

Namun, para penentang pembatasan kepemilikan senjata menganggap, larangan penggunaan senjata tidak akan mengurangi kejahatan bersenjata, meski meningkatkan ketaatan para pemiliknya terhadap hukum yang berlaku. Namun, pemerintah tidak bisa membiarkan insiden tersebut terus berlanjut. Pengawasan perlu diperketat, disertai tindakan hukum kepada para penjual senjata yang nakal dan pemilik senjata yang menyalahgunakan senjatanya.

M. Yamin Panca Setia

Editor : M. Yamin Panca Setia | Sumber : Reuters/CNN
 
Sainstek
01 Nov 23, 11:46 WIB | Dilihat : 921
Pemanfaatan Teknologi Blockchain
30 Jun 23, 09:40 WIB | Dilihat : 1153
Menyemai Cerdas Digital di Tengah Tsunami Informasi
17 Apr 23, 18:24 WIB | Dilihat : 1412
Tokyo Tantang Beijing sebagai Pusat Data Asia
12 Jan 23, 10:02 WIB | Dilihat : 1559
Komet Baru Muncul Pertama Kali 12 Januari 2023
Selanjutnya
Ekonomi & Bisnis
03 Apr 24, 04:18 WIB | Dilihat : 206
Pertamina Siap Layani Masyarakat Hadapi Lebaran 2024
12 Mar 24, 10:56 WIB | Dilihat : 380
Nilai Bitcoin Capai Rekor Tertinggi
02 Mar 24, 07:41 WIB | Dilihat : 225
Elnusa Bukukan Laba 2023 Sebesar Rp503 Miliar
Selanjutnya