Reshuffle, Menjawab Ekspektasi atau Kompromi?

| dilihat 2219

AKARPADINEWS.COM | SPEKULASI akan adanya perombakan (reshuffle) kabinet jilid II akhirnya menjadi kenyataan. Rabu (27/7), Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan beberapa nama menteri baru dan merotasi jabatan beberapa menteri.

Kepala Negara berharap, perombakan kabinet dapat meningkatkan performa Kabinet Kerja yang dipimpinnya. Presiden ingin, para pembantunya berkerja lebih cepat, efektif, solid, saling mendukung, dan mampu menghasilkan pencapaian target secara cepat.

Presiden merotasi empat menteri. Luhut Binsar Pandjaitan dari Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) menjadi Menteri Koordinator bidang Kemaritiman (Menko Kemaritiman) yang sebelumnya dijabat Rizal Ramli. Lalu, Bambang Brodjonegoro yang semula menduduki jabatan Menteri Keuangan (Menkeu) dirotasi menjadi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang sebelumnya dijabat Sofyan Djalil.

Sementara Sofyan Djalil menjadi Menteri Agraria dan Tata Ruang, menggantikan Ferry Mursidan Baldan. Kemudian, Thomas Trikasih Lembong yang semula menjabat Menteri Perdagangan, ditugaskan menjadi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Kursi Menteri Perdagangan, kini diduduki politisi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Enggartiasto Lukita.

Selain merotasi menteri, Presiden juga menunjuk beberapa wajah baru. Wiranto, yang merupakan Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat, dipercaya menjadi Menkopolhukam. Lalu, Sri Mulyani Indrawati dipercaya menjabat Menteri Keuangan, menggantikan Bambang Brojonegoro.

Presiden juga mengangkat Eko Putro Sanjoyo sebagai Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, menggantikan Marwan Jafar. Kemudian, Budi Karya Sumadi ditunjuk menjadi Menteri Perhubungan, menggantikan Ignasius Jonan, dan Muhajir Effendi yang dipercaya menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), menggantikan Anies Baswedan.

Politisi Golkar, Airlangga Hartarto juga dipercaya Presiden menjadi Menteri Perindustrian, menggantikan Saleh Husin, politisi Partai Hanura. Kader Hanura lainnya, Yuddy Chrisnandi juga tergusur dari jabatan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), diganti politisi Partai Amanat Nasional (PAN) Asman Abnur.

Lalu, Sudiman Said, kalangan profesional yang semula dipercaya menjadi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), digantikan Archandra Tahar yang juga berlatar belakang profesional. Jokowi juga melantik dua wakil menteri yaitu Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo dan Wakil Menteri Luar Negeri, AM Fachir.

Kepada para menteri, Presiden mengingatkan, tantangan ke depan kian berat, di antaranya mengentaskan kemiskinan, mengurangi kesenjangan ekonomi, dan kesenjangan pembangunan antarwilayah. "Inilah masalah yang harus kita percepat penyelesaiannya,” kata Presiden, didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla, di halaman Istana Merdeka, Jakarta.

Kepala Negara juga berharap para menterinya dapat memperkuat ekonomi nasional untuk menghadapi kendala melambat pertumbuhan ekonomi global. “Kita harus membuka lapangan kerja seluas-luasnya untuk rakyat, untuk mengurangi pengangguran, untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat,” ucap Presiden.

Reshuffle kali ini agaknya menunjukan presiden tak lagi kompromi dengan para menteri yang kinerjanya kurang memuaskan, termasuk yang kerap menebar kontroversi. Meski nampaknya reshuffle kali ini juga bernuansa politis dan kompromistis.

Menghindari Resistensi Politik

Idealnya, reshuffle berbasis kinerja, dengan indikator yang jelas, misalnya menilai kinerja menteri dari tingkat pencapaian tujuan (goals) program masing-masing kementerian, akuntabilitas penggunaan anggaran, dan sejuahmana dampak program masing-masing kementerian bagi kesejahteraan rakyat.

Namun, Presiden Jokowi nampaknya sulit mengabaikan pertimbangan politik dalam melakukan reshuffle Jilid II ini. Reshuffle pun terkesan hanya merotasi jabatan menteri, kurang mempertimbangkan rekam jejak dan kompetensi.

Memang, beberapa menteri partai politik yang kinerjanya disorot publik, dicopot oleh Jokowi. Namun, ada juga menteri parpol yang kinerja tidak maksimal, aman dari reshuffle. Sementara menteri yang dianggap khalayak cakap bekerja, harus mengakhiri jabatannya. Misalnya, menteri profesional yang tidak memiliki dukungan politik.

Reshuffle kali ini menggusur empat menteri berlatar belakang politisi. Mereka antara lain: Marwan Jafar, Saleh Husin, Yuddy Chrisnandy, dan Ferry Mursidan Baldan. Kinerja keempatnya memang kurang memuaskan, bahkan menuai sorotan kalangan. Jokowi sadar jika menggantikan empat menteri itu, bisa memunculkan resistensi politik dari mitra koalisinya. Karenanya, dia tetap memilih menteri yang merupakan kader partai yang sama.

Misalnya, Jokowi mencopot Marwan, digantikan oleh Eko Putro Sanjoyo. Pencopotan Marwan itu tidak menuai resistensi politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Karena, Marwan dan Eko Putro, sama-sama kader PKB.  Berbeda halnya jika Jokowi memilih pengganti Marwan dari partai lain atau kalangan profesional. Mungkin, para pentolan PKB tidak akan rela. Karena sebelumnya, mereka pernah sewot dengan menuver yang dilakukan politisi PDIP yang dianggap berupaya menekan Presiden agar memberhentikan Marwan.

PDIP tentu mengincar kementerian yang dipimpin Marwan karena sangat strategis secara politik, khususnya dalam menggalang dukungan politik masyarakat desa. Anggaran kementerian itu pun sangat besar. Kementerian Desa diamanatkan untuk mendistribusikan dan mengelola dana desa sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 6 tahun 2016 tentang Desa. Dengan kewenangan itu, maka memudahkan partai politik untuk memobilisasi dukungan masyarakat desa.

Kursi Marwan bergoyang tatkala mencuat komplain para pendamping desa. Aliansi Pendamping Profesional Desa sempat melayangkan surat kepada Presiden terkait ada ketidakberesan dalam proses rekrutmen tenaga pendamping desa. Tak hanya itu, aksi pun digelar di depan Istana Presiden, Jakarta, mengecam upaya politisasi pendamping desa.

Marwan memang kinerjanya kurang optimal. Namun, apakah dengan memilih Eko Putro Sanjoyo, kinerja Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, akan lebih baik? Jika melihat rekam jejak Eko Putro, agaknya meragukan. Dia jarang bersentuhan dengan persoalan desa. Latar belakang Eko Putro adalah pelaku bisnis. Eko Putro pernah menjadi Presiden Direktur PT Sierad Produce Tbk (2009) dan Direktur Utama Humpuss tahun 2007. Di PKB, dia menjabat Ketua Dewan Pimpinan Pusat bidang perdagangan, ekspor, ekonomi kreatif, dan percepatan ekonomi Papua.

Memang, lulusan Bachelor Degree University of Kentucky 1991 dan IPMI MBA Jakarta tahun 1993 itu pernah menjabat Ketua Tim Asistensi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tahun 2010 lalu. Namun, publik belum begitu memahami cara pandangannya dalam membangun desa.

Sementara itu, tugas yang diemban Eko sangat berat. Dia harus mengawal realisasi penggunaan dana desa yang jumlahnya fantastis. Di tahun 2015, anggaran dana desa mencapai Rp20,76 triliun, lalu meningkat menjadi Rp46,9 triliun pada tahun anggaran 2016. Dana itu ditebar ke 74.754 desa. Dana sebesar itu, tentu diharapkan tidak habis begitu saja. Namun, benar-benar berdampak bagi pengentasan kemiskinan di desa yang masih tinggi.

Hingga Maret 2016, penduduk miskin di desa masih tinggi, yaitu mencapai 17,67 juta jiwa. Sementara pada Maret 2015, angka kemiskinan di desa mencapai 17,94, lebih besar daripada sebelumnya 17,37 juta orang pada September 2014. Eko Putro diharapkan dapat memastikan dana desa termanfaatkan dengan baik dan dampaknya dapat berkelanjutan. Penggunaan dana desa juga jangan terlalu fokus pada penyerapan. Namun, harus mempertimbangkan frekuensi kegiatan, efisiensi, efektifitas, dan target yang jelas dan berkelanjutan. Pemanfaatannya juga harus melibatkan partisipasi dan pengawasan masyarakat agar tidak bocor lantaran disalahgunakan oknum yang tidak bertanggungjawab.

Eko Putro juga perlu menindaklanjuti laporan dari Pengurus Nasional Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI) jika pendistribusian dana desa bermasalah. ADKASI pernah melaporkan kepada Presiden jika selama ini dana desa masuk ke APBD di rekening kas desa. Namun, ada beberapa daerah yang pembagiannya tidak sesuai ketentuan. Ada desa tidak mendapatkan dana desa sesuai aturan karena kepala daerahnya tidak menyukai desa tersebut.

Nuansa kompromistis juga terlihat dalam pergantian dua politisi Partai Hanura, Saleh Husin dan Yuddy Chrisnandy. Hanura rela dua menterinya itu dicopot lantaran Jokowi menunjuk Wiranto sebagai Ketua Umum Hanura, untuk menduduki jabatan Menkopolhukam. Penunjukan Wiranto pun menuai pertanyaan terhadap konsistensi Jokowi yang sebelumnya tidak ingin menteri nyambi sebagai pimpinan partai. Dengan ditunjuknya Wiranto, maka publik mempertanyakan statusnya sebagai Ketua Umum Partai Hanura.

Selain itu, penunjukan Wiranto juga menuai sorotan aktivis hak asasi manusia (HAM). Ketua Setara Institute, Hendardi menilai, penunjukan Wiranto sebagai Menkopolhukam hanya mempertebal impunitas pelanggaran HAM. Dia juga tidak yakin Wiranto memprakarsai penuntasan pelanggaran HAM berat karena diduga terlibat dalam kasus HAM.

Dari sisi kinerja, Saleh dan Yuddy memang tidak optimal. Karenanya, Presiden perlu mengganti. Peneliti Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Berly Martawardaya pernah menyoroti kinerja Saleh sangat lambat, sementara pemerintah telah memberikan kemudahan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Misalnya, investor diberikan kemudahan dalam mengurus perizinan setelah pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No 142 tahun 2015 tentang Kawasan Industri. Namun, kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk membangun sektor industri dan ekonomi nasional itu tidak direspons dengan cepat oleh Saleh.

Sementara Yuddy disorot publik lantaran kerap menuai kontroversi. Dia pernah menggunakan mobil dinas saat mudik. Padahal, kementerian yang dipimpinnya melarang Pegawai Negeri Sipil (PNS) menggunakan mobil dinas untuk mudik. Yuddy merasa tidak bersalah terkait penggunaan mobil milik pemerintah untuk mudik. Alasannya, pemerintah menyediakan dua jenis kendaraan yaitu kendaraan yang melekat dengan jabatan dan kendaraan operasional.

Soal mudik, tahun 2015, Yuddy juga sempat disemprot khalayak. Pasalnya, dia seakan ingin memberikan perhatian lebih kepada PNS dengan mengizinkan mudik lebaran menggunakan mobil dinas.

Namun, rencana itu ditentang publik. Karena, tidak sepantasnya fasilitas milik pemerintah digunakan untuk kepentingan pribadi. Kendaraan dinas merupakan Barang Milik Negara (BMN) yang disediakan dan dirawat dengan menggunakan uang negara untuk menunjang kerja-kerja aparatur pemerintah dalam menjalankan kewajibannya sebagai pelayan masyarakat seperti diatur dalam UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Sebagai barang milik negara, kendaraan dinas itu harus digunakan semestinya.

Yuddy juga sempat disorot lantaran menyatakan pemerintah berencana memangkas satu juta PNS lantaran kelewat banyak. Saat ini, total PNS yang tersebar di seluruh Indonesia berjumlah 4,5 juta orang. Sementara yang dibutuhkan adalah 3,5 juta orang. Pernyataan Yuddy itu pun menuai kehebohan. Sampai-sampai, Presiden terpaksa melakukan klarifikasi. Menurut Presiden, pemerintah tak akan memecat satu juta PNS. Namun, akan melakukan efisiensi belanja pegawai, misalnya melakukan pengurangan rekrutmen PNS.

Yuddy juga pernah membuat gaduh lantaran merilis akuntabilitas kinerja kementerian. Dia dituding bermanuver di tengah kuatnya isu reshuffle karena mempreteli kinerja menteri dari partainya. Yang paling nyaring mengkritik adalah politisi PKB. Pasalnya, tiga kementerian yang dipimpin kader PKB mendapat skor rendah, di antaranya Kementerian Pemuda dan Olah Raga (53,54), Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (53,98), dan Kementerian Tenaga Kerja (57,79).

Lucunya, Yuddy justru menempatkan kementerian yang dipimpinnya berada di posisi ketiga teratas, yang tingkat akuntabilitas tertinggi, dengan skor 77,00, di bawah Kementerian Keuangan (83,59) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (77,68).

Lantas, bagaimana dengan sosok Asman yang menggantikan Yuddy? Asman memang pernah menduduki jabatan publik. Sebelum dipercaya menjadi Menpan RB, dia menjabat Ketua Komisi X dan Ketua Panitia Kerja (Panja) BUMN. Dia juga menjabat anggota DPRD Kota Batam (1999-2004), kemudian menjadi Wakil Wali Kota Batam.

Namun, publik belum begitu mengenal pandangan dan pikiran Asman soal reformasi birokrasi. Asman lebih mumpuni di bidang bisnis. Dia mengembangkan bisnis SPBU, restoran, apotek, pusat kebugaran, Bank Perkreditan Rakyat Konvensional & Syariah, dan money changer.

Tidak Menjamin

Di reshuffle kali ini, Golkar dan PAN berhasil menyusupkan satu kadernya di Kabinet Kerja setelah menyatakan dukungannya kepada pemerintah, meski saat Pemilihan Presiden 2014 lalu, tidak mendukung Jokowi dan Jusuf Kalla.

Namun, dengan hanya menempatkan seorang kader di pemerintahan, apakah Golkar sebagai partai pemenang kedua Pemilu 2014 lalu, akan tetap konsisten dengan keputusannya untuk mendukung Jokowi sebagai calon presiden di Pemilihan Presiden 2019? Golkar kemungkinan tidak puas jika hanya menduduki satu kursi menteri karena merasa memiliki posisi tawar yang strategis untuk mengamankan kebijakan pemerintahan yang dipimpin Jokowi-Jusuf Kalla.

Pengamat politik dari Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin menilai, satu kursi yang diberikan ke Golkar di Kabinet terkesan ganjil. "Ini agak ganjil. Sebab, walaupun sebagai pendukung baru pemerintah, Golkar saat ini adalah pemilik kursi nomor dua terbanyak di DPR setelah PDIP," ujarnya di Jakarta, Rabu (27/6).

Dengan kekuatannya di parlemen itu, kata dia, satu kursi yang diduduki kader Golkar, terasa kurang sebanding. Apalagi, Golkar sudah mengagendakan untuk mengusung Jokowi sebagai Capres 2019-2024.

Sementara sosok Jusuf Kalla dan Luhut Binsar Panjaitan, tidak merepresentasikan Golkar. "Jadi dalam kalkulasi politik, kurang masuk akal. Sebab, partai-partai pendukung Pak Jokowi yang lain, kepemilikan kursinya di parlemen jauh di bawah Golkar, punya tiga kursi menteri di kabinet," kata Said.

Dia juga menyoroti kurang happy-nya PDIP terkait hasil reshuffle kali ini. Memang, menurut dia, jatah kursi PDIP di kabinet tidak berkurang. Namun, PDIP tidak menyukai orang-orang yang masih dipertahankan Jokowi di kabinet. Hasil reshuffle itu juga menunjukan pengaruh PDIP di hadapan Jokowi mulai berkurang.

Beberapa menteri Jokowi yang disorot PDIP adalah Menteri BUMN Rini Soemarno, termasuk Sri Mulyani yang diduga bertanggungjawab dalam kebijakan bailout Bank Century. "Kalau PDI-P dikecewakan, bisa repot juga Pak Jokowi nanti," ujarnya.

Kursi Menteri Rini paling sering digoyang. Rini dihadapi tekanan politik oleh Panitia Khusus (Pansus) DPR terkait kasus Pelindo II. Pansus yang dikomandoi politisi PDIP Rieke Diah Pitaloka, merekomendasikan agar Presiden memecat Rini. Kursi Rini digoyang menyusul terseretnya Direktur Utama PT Pelindo II, Richard Joost Lino menjadi tersangka dugaan kasus tindak pidana korupsi dalam pengadaan quay container crane (QCC) tahun 2010. Pansus DPR mengklaim menemukan adanya pelanggaran hukum dan kerugian keuangan negara hingga puluhan triliun rupiah dalam kasus Pelindo II.

Sampai-sampai, Rieke memperingatkan Jokowi yang juga kader PDIP, jika menolak rekomendasi Pansus, maka DPR bisa mengajukan hak menyatakan pendapat, yang bisa mengarah ke pemakzulan Presiden.

Rini juga bukan kader PDIP. Namun, sempat dekat dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Karenanya, dia dipercaya memimpin tim transisi guna mempersiapkan Kabinet Kerja. Manuvernya merapat ke Jokowi, mengantarkan Rini ke kursi Menteri BUMN. Belakang, Megawati dan Rini pecah kongsi.

Megawati pernah menyebut orang-orang non partai itu sebagai penumpang gelap di pemerintahan. Dia mencermati, gerakan antipartai, yang ditopang kekuataan modal, yang menyusup di lingkaran kekuasaan demi kepentingan tertentu. Megawati menganggapnya sebagai kelompok oportunis.

Soal jatah kursi bagi Golkar, Jokowi agaknya berhati-hati karena bisa menciptakan kecemburuan di kabinet. Sementara di sisi lain, Jokowi harus mempertahankan dukungan partai politik agar dapat mengamankan kepentingan pemerintah saat berhadapan dengan parlemen, khususnya terkait kebijakan-kebijakan strategis pemerintah.

Meski sebenarnya, dukungan politik itu, tidak serta merta bisa meredam manuver politik partai pendukungnya. Sulit dijamin, mitra koalisi akan selalu konsisten mendukung kebijakan pemerintah, apalagi kebijakan itu dianggap tidak populis. Apalagi, Jokowi, bukan pemimpin partai politik, yang bisa mengendalikan mesin partai politik agar selalu tunduk padanya.

Untuk mensiasati itu, Jokowi perlu mempertimbangkan posisi Wakil Menteri. Berdasarkan UU No 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, wakil menteri bukan anggota kabinet. Namun, wakil menteri bertugas membantu dan menjadi bagian dari penetapan kebijakan atau policy making yang dilakukan menteri.

Wakil menteri bisa untuk memback-up tugas menteri khususnya dari partai politik yang mbalelo. Pengalaman membuktikan, sekalipun beberapa menteri asal partai politik sudah menyatakan komitmennya menyelesaikan tugas negara, publik mencemasi mandat mereka dalam memaksimalkan pencapaian program kerja. Apalagi, makin dekatnya Pemilu, mereka akan lebih sibuk mengurusi partai daripada tugasnya sebagai menteri.

******

Bagaimana dengan tergusurnya Ignasius Jonan dan Anies Baswedan dari Kabinet Kerja? Kedua menteri berlatar belakang profesional ini sebenarnya menunjukan performa yang tidak mengecewakan. Jonan memang sempat disorot terkait insiden mudik Idul Fitri 1437 hijriah.

Dia dianggap paling bersalah atas insiden kemacetan mencapai 20 kilometer di Pintu Tol Brebes Timur jelang lebaran yang menelan korban jiwa. Kemacetan di jalur Pejagan-Pemalang dan terjebak di Brexit (Brebes Exit) itu menjadi pengalaman buruk mudik tahun ini. Lebih dari 20 jam, pemudik yang melewati jalur itu, baru bisa keluar dari jalan tol. Akibatnya, 12 korban meninggal dunia, termasuk bayi berusia sebulan. Korban meninggal lantaran kelelahan dan keracunan zat asam arang (apnoe causa CO2 toksic) yang terhirup saat berada di kendaraan yang ber-AC.

Soal insiden tersebut, Jonan menganggap Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PURR) yang bersalah dalam mendesain gerbang tol. Dia mempersoalkan gerbang tol yang dibuka di dekat pasar. Jonan sebenarnya telah berupaya menekan angka kecelakaan. Jauh-jauh hari, dia telah turun ke lapangan untuk memastikan angkutan mudik layak untuk digunakan. Namun, Jonan belum mampu merealisasikan target zero accident atau nihil kecelakaan.

Bagaimana dengan Anies Baswedan, yang posisinya sebagai Mendikbud, diganti Muhajir Effendy, mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Padahal, kinerja Anies tidak begitu mengecewakan. Dia telah melakukan sejumlah terobosan. Misalnya, mendorong orang tua mengantarkan anak-anaknya ke sekolah pada hari pertama sekolah. Program itu disambut antusias oleh orang tua murid. Anies merealisasikan program itu agar orang tua lebih perhatian dengan sekolah anak.

Kebanyakan, orang tua hanya hadir saat pembagian rapor sekolah. Pada hari pertama sekolah, orang tua, bukan sekedar mengantar anak di depan gerbang sekolah, tetapi bertemu dengan guru agar tercipta kolaborasi dalam mendidik anak.

Anies juga mendorong membaca buku 15 menit pertama untuk pelajar, menghapus tindakan kekerasan dan pemberian tugas MOS yang tidak mendidik, dan sebagainya. Lantas, apa pasal Jokowi memberhentikan mantan Rektor Paramadina itu? Agaknya, Jokowi memilih Muhajir karena menjadi representasi Muhammadiyah, ormas Islam terbesar di Indonesia, selain Nahdatul Ulama (NU).

Meski demikian, rekam jejak Muhajir tak perlu diragukan dalam dunia pendidikan. Selain mengajar di UMM, Muhajir juga mengajar di Universitas Negeri Malang. Gelar Doktor Sosiologi Modern diraih lelaki kelahiran, Madiun 29 Juli 1956 itu dari Universitas Airlangga. Muhajir juga pernah mengikuti kursus di National Defence University, Washington DC (1993) dan di Victoria University, British Columbia, Canada (1991). Muhajir adalah kader Muhammdiyah yang dipercaya menjadi Mendikbud setelah Malik Fadjar dan Bambang Sudibyo. Sebelum Anies, posisi Mendikbud dijabat kader Nahdatul Ulama, Muhammad Nuh yang merupakan mantan rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).

Jelang reshuffle kabinet, Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah juga pernah mendesak Presiden segera mengganti menteri yang berkinerja buruk. Awal April lalu, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir sempat menemui Presiden, meski dibantah, dalam pertemuan itu membicarakan soal perombakan kabinet.

Kepercayaan Pasar Keuangan

Di bidang ekonomi, diangkatnya Sri Mulyani menjadi Menteri Keuangan dinilai para pengamat adalah pilihan tepat. Pengamat Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasetiantono menyakini, figur Sri Mulyani bisa membangkitkan kepercayaan pelaku pasar keuangan. "Sri Mulyani sosok yang tepat untuk bisa mempengaruhi dan membangkitkan confidence pasar," katanya di Jakarta, Rabu (27/7).

Pengalaman Sri Mulyani sebagai Managing Director World Bank dan Menteri Keuangan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga diharapkan mampu mengatasi kondisi fiskal yang saat ini tertekan, yang mengakibatkan defisit APBN kian melebar. Tony juga menyarankan Sri Mulyani mengawal pelaksanaan program amnesti pajak (tax amnesty). "Saya harap dia bisa mengawal tax amnesty. Investor atau pemilik dana memerlukan sosok menteri ekonomi yang bisa mereka percayai, dan Sri Mulyani memenuhi persyaratan tersebut," katanya.

Seperti diketahui, hingga 31 Maret 2017, pemerintah merealisasikan program pengampunan pajak dengan target pendapatan mencapai Rp165 triliun. Program itu direalisasikan karena masih rendahnya kepatuhan pajak. Dengan adanya pengampunan pajak, diharapkan para wajib pajak menyetor pajak untuk meningkatkan pendapatan negara.

Direktur Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Enny Sri Hartati juga menilai sosok Sri Mulyani membuat kepercayaan pasar meningkat. Dia tidak meragukan kapabilitas dan rekam jejak (track record) Sri Mulyani. "Akseptabilitas dari pasar, trust sangat tinggi sekali pada Bu Sri Mulyani," kata Enny di Jakarta, Rabu (27/1). Sri Mulyani juga dinilainya mampu mengonsolidasikan fiskal.

Memang, usai reshuffle diumumkan, entah karena Sri Mulyani atau tidak, pasar merespons positif. Misalnya, harga saham, baik milik BUMN maupun swasta mengalami kenaikan. Harga saham Telkom misalnya, menjadi Rp4.340 per saham atau naik 90 poin dari sebelumnya Rp4.250 per saham, Bank Mandiri (BMRI) menjadi Rp10.100 dari Rp9.850 per saham atau naik 250 poin, dan Wika saham infrastruktur naik 150 poin menjadi Rp3.020, dari Rp2.870 per saham.

Saham milik swasta seperti Gajah Tunggal dan Medco mengalami kenaikan. GJTL naik menjadi 1.540 dari Rp1.470 atau naik 70 poin per sahamnya. Sementara Medco, naik 55 poin menjadi Rp1.705 dari Rp1.650 per sahamnya. Indeks Harga Saham Gabungan ( IHSG) di Bursa Efek Jakarta juga ditutup pada level 5,274.36 poin dari sebelumnya 5,225,36 poin. Penutupan pasar uang pada Rabu (27/7) juga menunjukan rupiah mengalami penguatan dari Rp13.175 menjadi Rp13.116 per dolar AS.

Enny juga berharap, Sri Mulyani mendorong transformasi struktural dan kelembagaan pemerintahan, khususnya yang berkaitan dengan perekonomian. Selain itu, tugas Sri Mulyani tidak mudah. Dia bersama menteri-menteri ekonomi lainnya, diharapkan mampu mengantisipasi melambatnya pertumbuhan ekonomi global.

Bank Dunia telah memangkas proyeksi pertumbuhan globalnya di 2016 menjadi 2,4 persen karena tengah menghadapi benturan. Perekonomian global juga diperkirakan terancam turun karena sentimen pasar keuangan, stagnasi di negara-negara maju, periode harga komoditas rendah yang lebih lama dari perkiraan, serta pengetatan kebijakan dan ketidakpastian geopolitik.

Sri Mulyani memiliki rekam jejak yang baik. Dia mendorong reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian Keuangan dan pernah mengawal pelaksanaan sunset policy tahun 2008 sehingga penerimaan pajak tercapai. Sunset policy merupakan kebijakan pemberian fasilitas perpajakan berupa penghapusan sanksi administrasi pajak, tanpa ada denda dan pemeriksaan, yang diatur dalam Pasal 37A Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Kebijakan tersebut terbukti efektif untuk membantu pencapaian target penerimaan pajak. Namun, Sri Mulyani sempat menuai sorotan terkait kasus Bank Century.

Sri Mulyani, yang merupakan lulusan Master of Science of Policy Economics dan PhD of Economics dari University of lllinois Urbana Champaign, Amerika Serikat, pernah dinobatkan oleh Majalah Emerging Markets pada 2006 sebagai Menteri Keuangan terbaik Asia. Dia juga terpilih sebagai wanita berpengaruh ke-23 di dunia versi Majalah Forbes tahun 2008 lalu.

M. Yamin Panca Setia

Editor : M. Yamin Panca Setia | Sumber : Antara/Berbagai Sumber
 
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 714
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 871
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 822
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya
Polhukam
19 Apr 24, 19:54 WIB | Dilihat : 87
Iran Anggap Remeh Serangan Israel
16 Apr 24, 09:08 WIB | Dilihat : 240
Cara Iran Menempeleng Israel
14 Apr 24, 21:23 WIB | Dilihat : 271
Serangan Balasan Iran Cemaskan Warga Israel
Selanjutnya