Opini

Polemik Pancasila

| dilihat 3698

Manakala negara diambang bahaya, saat itulah Pancasila muncul sebagai azimatnya. Di satu sisi, ini semacam adanya utilitarianisme Pancasila. Di sisi lain, hal ini juga menunjukkan betapa kokohnya Pancasila sebagai dasar negara.

Sayangnya, Pancasila tak selalu dipahami, dihayati, dan dimanifestasikan sebagai cita bersama. Sejarahnya dinarasikan secara manasuka. Spiritnya ditanggalkan dan digantikan dengan wibawa para penguasa. Lalu, rakyat dipaksa berdelusi dalam kata-kata. Seolah negara Pancasila akan hadir bila tiap sila dirapalkan laksana mantra.

Aneka Polemik

Tak cukup sampai dis itu saja. Aneka polemik tentang Pancasila disuguhkan dengan berbagai pembenaran, terutama terkait sejarah kelahirannya. Pancasila seperti benda bertuah yang selalu diperebutkan. Baik melalui kekuatan kata maupun dengan kekuatan senjata. Baik demi mempertahankan kuasa, maupun untuk merebut kuasa.

Ada yang mengaitkan Pancasila dengan komunisme. Padahal, lahirnya Pancasila adalah hasil kontestasi sekaligus mufakat para pemikir bangsa lintas pemikiran. Menurut Pranarka (1985), ada golongan nasionalis, tradisionalis dan Islamis, minus golongan komunis dalam majelis sidang tentang dasar negara Indonesia Merdeka. Sehingga, sungguh naif jika ada yang mengaitkannya secara eksklusif dengan ideologi PKI.

Bahkan, tatkala melewati proses rasionalitasnya pada sidang Konstituante tahun 1956-1958, Pancasila di-adu-argumentasi-kan dengan berbagai pemikiran, termasuk dengan pemikiran sosial ekonominya golongan komunis. Namun, Pancasila tetap dirujuk sebagai way of life yang dapat diterima semua pihak dan menjadi alat pemersatu bangsa.

Polemik lainnya berusaha mengembalikan wacana Piagam Jakarta sebagai Pancasila yang sesungguhnya. Hal ini terkait dengan sila pertama dalam Piagam Jakarta tentang Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, yang dituding secara sepihak dihapuskan dan digantikan oleh kelompok tertentu menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Padahal, Piagam Jakarta hanyalah bagian (pembukaan) dari rancangan Undang Undang Dasar (UUD). Dan belum dimufakati sebagai Pembukaan UUD dalam rapat panitia perancang UUD.

Ada pula yang menyebutkan Pancasila lahir tanggal 18 Agustus 1945. Padahal, sebelumnya Pancasila telah melawati proses pembahasan dan akhirnya disahkan sebagai dasar negara Indonesia. Seperti dikatakan oleh Yudi Latif (2011), Pancasila mengalami proses historisitas melalui berbagai fase, termasuk pada tanggal 18 Agustus 1945 merupakan fase pengesahannya.

Pada saat itu, menurut Pranarka ada empat hal yang ditetapkan dalam sidang PPKI, yakni: mengesahkan pembukaan UUD, mengesahkan UUD, memilih Presiden dan Wakil Presiden, dan menetapkan bahwa untuk sementara waktu Presiden akan dibantu oleh sebuah komite nasional. Dalam pembukaan UUD yang telah disahkan inilah termaktub sila-sila dalam Pancasila yang berbeda dengan isi Piagam Jakarta.

Polemik berikutnya adalah terkait urut-urutan dan redaksi kata dalam Pancasila. Pancasila dalam pidato 1 Juni 1945 dengan yang dipahami saat ini memang berbeda urut-urutan dan redaksi katanya, tetapi substansinya tetaplah sama. Pada pidatonya tanggal 1 Juni 1945, Sukarno sendiri sudah menegaskan bahwa soal urut-urutan ini tidaklah penting, asal substansinya tetaplah berdasar pada lima prinsip yg dikemukakannya itu. Dan lima prinsip yang dikemukakan oleh Sukarno itulah yang disetujui sebagai dasar negara Indonesia merdeka kelak.

Pancasila Sebagai Satu Energi Bersama

Dalam negara bangsa yang multikultur seperti Indonesia, politik identitas seringkali membungkus persoalan-persoalan sosial. Sehingga kita lebih sering bertengkar karena bungkus yang berbeda itu ketimbang isinya.

Nama "Pancasila" sebagai bungkus adalah untuk menjadi penciri, bukan pembeda. Sedangkan Pancasila sebagai substansi adalah nilai-nilai dasar khas Indonesia yang bisa saja sama dengan nilai-nilai agama dan ideologi lainnya di dunia ini.

Namun, mengkooptasi Pancasila atas nama agama dan ideologi tertentu justru akan mengaburkan ke-ciri-an dan ke-khas-an Pancasila itu sendiri. Sebab, nilai-nilai Pancasila telah lama mengakar dan tumbuh di taman sari Nusantara, jauh sebelum datangnya berbagai agama dan ideologi dari berbagai penjuru dunia.

Oleh karenanya, berbagai upaya mengaburkan sejarah dengan menciptakan polemik yang terus berulang dewasa ini, bukan saja tindakan yang ahistoris yang dapat membelokkan masa depan negara bangsa dan membiaskan nilai-nilai khas bangsa Indonesia, tetapi juga wujud kegagalan dalam memahami akar-akar ke-Indonesia-an yang tumbuh alami di bumi pertiwi.

Pancasila adalah satu energi yang bersifat universal. Seluruh pemikiran-pemikiran luhur, nilai-nilai, dan norma-norma dari agama dan atau ideologi apapun, asalkan mengandung nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, nasionalisme, musyawarah mufakat, dan keadilan sosial, tentu saja akan memiliki kesesuaian dengan Pancasila sebagai pemikiran dasar, nilai dasar, dan norma dasar yang digali dari bumi pertiwi.

Bukankah semestinya kita memperbincangkan hal-hal yang lebih visioner bagi peradaban bangsa ke depan. Melakukan refleksi kritis atas kelahiran Pancasila dan NKRI yang sudah berusia 73 tahun. Pancasila harus secara sungguh-sungguh ditempatkan sebagai dasar dan falsafah negara bangsa ini. Pancasila juga harus dielektrisir sebagai energi bersama untuk memperkokoh gedung Indonesia Merdeka ini beserta isinya.

Maka, patutlah kita sajikan pertanyaan untuk kita renungkan: Sudahkah tiap-tiap warga negara bertuhan dengan caranya masing-masing? Sudahkah kemanusiaan ditegakkan dengan adil dan beradab? Sudahkah karakter kebangsaan terbangun? Sudahkah demokrasi dijalankan melalui permufakatan yang penuh khidmat dan kebijaksanaan? Sudahkah keadilan dirasakan oleh seluruh rakyat?

Anwar Ilmar

Dosen Ilmu Politik Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Editor : Muhamad Khairil
 
Polhukam
16 Apr 24, 09:08 WIB | Dilihat : 192
Cara Iran Menempeleng Israel
14 Apr 24, 21:23 WIB | Dilihat : 156
Serangan Balasan Iran Cemaskan Warga Israel
05 Mar 24, 04:23 WIB | Dilihat : 423
Tak Perlu Risau dengan Penggunaan Hak Angket DPR
Selanjutnya
Energi & Tambang