Phobia Komunisme

| dilihat 3583

AKARPADINEWS.COM | WARGA Pamekasan, Jawa Timur, geger tatkala menyaksikan atraksi sejumlah siswa yang mengikuti karnaval perayaan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI) ke-70, Sabtu (15/8). Pasalnya, mereka menyaksikan para siswa yang menjadi peserta karnaval memamerkan gambar beberapa tokoh dan simbol Partai Komunis Indonesia (PKI). Para siswa itu juga melakoni aksi teatrikal seputar peristiwa Gerakan 30 September (G30S PKI) 1965 yang mengisahkan kekejaman PKI yang membunuh para jenderal.

Warga yang menyaksikannya pun bertanya-tanya. Mengapa gambar para pentolan dan simbol-simbol organisasi politik terlarang itu diperlihatkan di acara itu? Beberapa personil Kodim 0826 Pamekasan, Jawa Timur yang mengetahui aksi para siswa itu lalu membakar gambar dan simbol-simbol PKI itu. Komandan Kodim 0826 Pamekasan, Letnan Kolonel Arm Mawardi mengaku pihaknya kecolongan atas insiden itu. Dia pun memerintahkan jajaran intel untuk mendalami maksud di balik aksi itu.

Kabar dari Pamekasan itu langsung tersebar luas. Beragam kecaman bermunculan. Aparat keamanan dan pemerintah didesak menuntaskan insiden tersebut. Aksi para siswa dan panitia dianggap bisa membangkitkan lagi komunisme di negara ini.

Kepala Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP Negeri Pamekasan, Moh Ali pun diinterogasi sebagai saksi terkait insiden itu. Dia menegaskan, tidak ada maksud pihaknya bersama panitia ingin membangkitkan komunisme lewat acara tersebut.

Justru, kata Ali, penggunaan gambar dan simbol PKI itu untuk mengingatkan lagi kepada masyarakat tentang kekejaman PKI. "Padahal, kami tidak memiliki maksud ke sana (membangkitkan komunisme),” kata Ali kepada wartawan di sela-sela pemeriksaan di Polres Pamekasan.

Panitia karnaval sengaja meminta peserta untuk menampilkan atribut PKI, lengkap dengan para Pahlawan Revolusi dan tokoh-tokoh partai tersebut. Jika tidak mengikuti permintaan panitia, Ali menambahkan, pihaknya nanti yang disalahkan dan dikurangi nilainya.

Lantaran heboh ke mana-mana, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo pun berbicara. Tjahjo sudah menerima penjelasan dari pihak terkait soal insiden tersebut. Karnaval dan teatrikal yang dilakukan para siswa dinilainya menggambarkan tentang peristiwa G30S PKI. Tjahjo juga menganggap kegiatan itu bukan ingin menghidupkan kembali PKI. 

Namun, karena tidak ada penjelasan tentang maksud dan tujuan memamerkan gambar dan mengelar teatrikal itu, Tjahjo menambahkan, tersebarlah berita yang simpang siur. Akibatnya, muncul persepsi jika ada motif menghidupkan lagi komunisme di Indonesia lewat aksi para siswa-siswi itu.

Insiden serupa yang membikin geger khalayak juga pernah dialami Anindya Kusuma Putri. Gara-gara memajang foto dirinya yang mengenakan kaos merah bergambar lambang komunis, "Palu dan Arit" di akun instagram, Anindya dihujani kecaman. Puteri Indonesia 2015 dituding penganut paham komunis. 

Anindya tak menduga jika foto itu disambut reaksioner dari sejumlah kalangan. Dia mengaku, memakai kaos itu lantaran menghormati teman-temannya dari Vietnam yang memberikan kaos itu sebagai cendramata saat mengikuti Association Internationale des Etudiants en Science Economiques et Commercials (AIESEC). Lantaran heboh, Anindya terpaksa memberikan klarifikasi. Dia menegaskan, bukan penganut paham komunisme.

Palu Arit merupakan simbol komunis yang dirancang Evgeny Ivanonich Kamzolkin (1885-1957), seniman asal Moskow, Rusia. Di negara itu, palu dan arit merupakan simbol negara yang dihormati. Tatkala musim panas April 1918 dan meletusnya Revolusi Rusia, palu arit disahkan sebagai lambang bendera Uni Soviet.

Bahkan, di masa lalu, ada medali emas yang khusus di sebut “Palu dan Arit” yang diberikan kepada para pekerja dan ksatria sosialis dari rezim Lenin. Medali tersebut dibuat Miron Merzhanov, arsitek dan desainer pribadi Stalin. Lambang itu juga lalu diadopsi negara-negara komunis lainnya seperti Tiongkok, Ukraina, Kazakhztan, Vietnam dan lainnya.

Palu dan arit dijadikan simbol komunis lantaran mewakili kaum buruh dan tani, yang merupakan kelompok mayoritas termarginal di masyarakat. Realitas kaum buruh dan tani itu yang kemudian dimobilisasi aktivis politik berhaluan komunis guna membangkitkan kekuatan massa, mengimbangi dominasi para kapitalis. Dengan begitu, yang seharusnya paling khawatir dengan gerakan komunis adalah para kapitalis.

Namun, bagi kalangan konservatif, apalagi fundamentalis agama di Indonesia, komunis diharamkan untuk berkembang lantaran dianggap anti Tuhan (ateisme). Penganut komunis juga dicap pelaku anarkis tatkala melakukan gerakan-gerakan guna merealisasikan agenda politiknya. Makanya, tatkala ada aksi-aksi yang mendepankan simbol-simbol komunis di ruang publik, langsung menuai reaksi. Padahal, bisa saja aksi itu tanpa motif politik, dilakukan tanpa kesadaran si pelaku atau iseng saja.

Komunisme sebenarnya berbeda dengan ateisme. Di negara-negara komunis, warga negaranya dapat menjalankan kebebasan beribadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya. Misalnya, di Rusia yang menjadi kiblat komunisme, agama Islam terus berkembang. Islam di Rusia menjadi agama terbesar kedua setelah Kristen Ortodoks. Jumlah umat muslim di sana sekitar 15-20 persen dari total penduduk Rusia yang mencapai sekitar 142 juta jiwa.

Setelah pecahnya peristiwa berdarah, G30S PKI, September 1965, PKI yang dianggap sebagai dalangnya, dinyatakan oleh negara sebagai organisasi terlarang seperti diatur dalam TAP MPRS XXV Tahun 1966. Sejak itu, PKI pun lenyap dari percaturan politik di Indonesia. Para pentolan dan simpatisan tiarap lantaran khawatir mendapatkan tindakan represif.

Presiden Keempat Republik Indonesia Abdurahman Wahid (Gus Dur) sebenarnya pernah berencana mencabut TAP MPRS XXV Tahun 1966 itu. Alasannya, TAP MPRS itu melanggar UUD 1945 dan telah menghukum orang-orang yang kemungkinan tidak bersalah. Wacana yang digelontorkan Gus Dur disambut penentangan. Lantaran keburu lengser dari kursi presiden, TAP MPRS itu belum dicabut Gus Dur.

Mengapa komunis ditakuti, meski 50 tahun sudah peristiwa berdarah pada September 1965 terjadi? Para pentolan, bahkan pengikut PKI juga sudah dihabisk.

Komunis memang laksana hantu. Paham itu diyakini masih gentayangan dan melakukan gerakan bawah tanah, yang akan muncul ke permukaan pada suatu momentum nantinya. Ideologi komunis diyakini selalu ada tatkala realitas sosial selalu memaparkan kemiskinan dan penindasan.

Mengakarnya stigma negatif terhadap PKI di benak sebagian khalayak tidak terlepas dari keampuhan propaganda dan internalisasi antikomunisme yang dilakukan rezim Orde Baru. Belum lagi teror massa maupun tindakan represif yang dilakukan negara kepada siapa saja yang berani mendeklarasikan diri mengusung ideologi komunisme dalam ranah politik.

Sejak tahun 1970, gerakan-gerakan yang identik dengan cara-cara komunis dianggap bahaya laten yang harus dihabisi dan diwaspadai.  Propaganda itu berhasil menancap dibenak masyarakat yang memandang PKI tak layak hidup di Indonesia. Memori sebagian masyarakat menilai PKI adalah dalang peristiwa berdarah, September 1965, yang melakukan cara-cara keji: membunuh para jenderal (Pahlawan Revolusi), dengan tujuan kudeta--meski gerakan yang dilakukan Kolonel Untung itu berakhir dengan kegagalan.

Soal benar atau tidaknya keterlibatan PKI di balik peristiwa berdarah itu, hingga kini masih kontroversi. Hasil studi pemerhati Indonesia asal Cornell University, Amerika Serikat (AS) menilai, peristiwa G 30S PKI terjadi lantaran dipicu konflik internal di tubuh Angkatan Darat (AD). Ada juga yang berpendapat, G30S PKI adalah skenario Soekarno untuk melenyapkan oposisi di AD. 

Suharto yang kala itu menjadi Pangkostrad paling diuntungkan dalam peristiwa tersebut, meski beberapa data dan fakta, tidak bisa menyimpulkan secara menyakinkan jika Suharto sebagai dalang peristiwa tersebut.

Namun, beberapa studi menunjukan ada dugaan main mata antara Suharto dengan badan intelijen AS, CIA, yang menentang Soekarno karena dianggap berada di gerbong komunis. AS bersama sekutunya, khususnya Inggris memang menentang komunisme.

Sementara kala itu, pengaruh PKI cukup kuat dalam kancah perpolitikan Indonesia. PKI telah menjadi partai komunis terbesar di dunia, yang membangun poros bersama Beijing, Moskow, Pyongyang, dan Phnom Penh. Di tahun 1965, anggota PKI mencapai sekitar 3,5 juta jiwa, ditambah 3 juta jiwa dari pergerakan organisasi sayapnya.

Dalam konteks yang lebih luas, setelah berakhirnya Perang Dunia Kedua, aliansi AS, Inggris, Perancis, dan Rusia yang menghadapi Nazi Jerman, terpecah lantaran perbedaan ideologi. AS menentang ambisi Rusia yang ingin mengukuhkan komunisme di kawasan Eropa Timur.

Setelah Nazi ditaklukan, Rusia di bawah kepemimpinan Joseph Stalin, cukup masif menancapkan pengaruh komunisme di Albania, Bulgaria, Cekoslowakia, Jerman Timur, Hongaria, Polandia, dan Rumania. Stalin ingin Eropa Timur terbebas dari kapitalisme yang juga gencar diterapkan negara-negara barat. Karenanya, Rusia menjaga jarak dengan AS dan sekutunya.

Manuver Rusia itu membuat berang AS. 5 Maret 1946, Presiden AS, Winston Churchill melontarkan pidato yang mengusik Rusia. Di Akademi Westminster, Fulton, Missouri, Churchill meminta PBB melawan penyebaran komunisme di Eropa Timur. Churchill menyebut Rusia sebagai negara “Tirai Besi” karena memilih terosiolasi. Namun, kritik itu tak menyurutkan Stalin. Di tahun 1948, Bulgaria, Rumania, Hongaria, Polandia dan Chekoslowakia berhasil dikomuniskan.

Dalam pertarungan global, komunisme dan kapitalisme merupakan dua ideologi yang terus bersaing memperluas dan mempertahankan pengaruhnya. Komunisme adalah ideologi yang memimpikan masyarakat tanpa kelas--yang menurut penganut kapitalisme sebagai hal yang utopis. Komunisme yang diperkenalkan Karx Marx sebenarnya adalah antitesis ideologi kapitalisme.

Komunisme mempreteli klaim-klaim kapitalisme yang memuja demokrasi dan liberalisasi. Komunisme menentang mekanisme pasar karena rentan terdistorsi oleh kebebasan individu yang lebih memikirkan kepentingan pribadi, sehingga menciptakan ketimpangan ekonomi dan sosial. Karenanya, komunis setuju negara diberikan kewenangan untuk mengatur tata kehidupan masyarakat.

Sementara penganut kapitalisme memandang negara tidak perlu campur tangan dalam mengatur kehidupan masyarakat. Campur tangan negara yang berlebihan (otoriter) akan mengekang kebebasan individu untuk berkembang dan mengadakan aktivitas ekonomi.

Di bawah kepemimpinan DN Aidit PKI dalam sikap politiknya menyakini sistem sosialis dunia menjadi penentu perkembangan masyarakat. Dalam pandangan umumnya di Kongres Nasional VII PKI pada tanggal 25 April 1962, Aidit menegaskan, krisis ekonomi yang dialami Indonesia kala itu akibat ketergantungan pada ekonomi kapitalis.

Anggaran belanja negara lebih dari 60 persen secara langsung dan tidak langsung tergantung pada maju mundurnya perdagangan luar negeri, yang jatuh bangun akibat kegoncangan pasar dunia kapitalis. Demikian juga lalu lintas pembayaran internasional serta sistem keuangan, di mana Indonesia masih berada dalam kontrol kapitalis, terutama AS.  PKI menganggap imperialisme AS sebagai musuh rakyat di seluruh dunia. AS menjadi benteng kolonialisme modern yang berusaha mempertahankan pengisapan kolonial di bekas negeri-negeri jajahan.

Di era kepemimpinan Presiden Soekarno, kebijakan politik luar negeri Indonesia cenderung ke blok timur. Soekarno pun merangkul kekuatan PKI untuk mempertahankan kekuasaannya di era Demokrasi Terpimpin. Konstelasi politik domestik kala itu memang diwarnai konflik ideologis. Soekarno lalu mengeluarkan Manifesto Politik (Manipol), azimat politiknya yang oleh MPRS tahun 1960 disahkan menjadi Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai acuan melanjutkan revolusi.

Soekarno menyebut, intisari Manipol antara lain UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia (USDEK). Untuk mewujudkan revolusi, Soekarno menerapkan konsep politik yang bernama Nasakom (nasionalis, agama dan komunis).

Karenanya, Soekarno menentang pembusukan terhadap komunis. Soekarno menganggap komunisto phobi yang bermental feodalis, konservatif, kompromis, dan blandis, menjadi penghambat revolusi. Kala itu, hubungan Soekarno dengan PKI sangat mesra. Beberapa pentolan PKI diangkat menjadi menteri dalam Kabinet Kerja pada tanggal 9 Maret 1962 oleh Soekarno.

Di bawah kepemimpinan Aidit, PKI mendukung Manipol Soekarno. Aidit menyebut kelompok yang anti Manipol sebagai bagian dari imperialis, tuan tanah, komprador, dan kapitalis birokrat. PKI mengukuhkan sikapnya berada di belakang Soekarno tatkala perebutan Irian Barat. Aidit menyerukan kaum komunis Indonesia melaksanakan Trikomando Rakyat untuk merebut Irian Barat. PKI juga mengibarkan Tripanji Bangsa, yaitu demokrasi, persatuan, dan mobilisasi, yang diarahkan untuk melawan imperialisme. PKI pun memiliki semboyan dalam memperjuangkan misinya, yaitu, "Satu tangan pegang bedil dan satu tangan lagi pegang pacul."

Jika melihat akar sejarahnya, komunisme di Indonesia turut andil menentang kebijakan Pemerintah Kolonial Belanda yang merugikan rakyat. Gerakan komunisme di Indonesia dipelopori Hendricus Josephus Franciscus Marie Sneevliet, warga Belanda. Di Belanda, Sneevliet dikenal politisi kiri dan aktivis buruh yang gencar menyerang kebijakan pemerintah.

Lelaki kelahiran Rotterdam, 13 Mei 1883 itu sering terlibat dalam memobilisasi aksi buruh di Belanda. Sneevliet menggunakan Partai Buruh Sosial Demokrat (Sociaal Democratische Arbeid Partij) sebagai kendaraan politiknya. Snevlieet yang dianggap musuh Pemerintah Belanda, pada tahun 1912, akhirnya mengasingkan diri dari pergerakan. Dia beralih profesi menjadi pedagang, yang kemudian menggiringnya ke Indonesia.

Di Indonesia, dia mencermati dinamika organisasi pergerakan yang dipelopori kaum intelektual. Kala itu, orientasi pergerakan lebih pada upaya menentang eksploitasi sumber daya alam Indonesia oleh negara-negara kapitalis yang memiliki kekuatan modal. Sementara tenaga buruh, dibayar murah.

Modal asing intensif melakukan penetrasi ke Indonesia lantaran Pemerintah Kolonial Hindia Belanda menerapkan kebijakan politik terbuka tahun 1905. Investor dari Inggris, Belgia, Italia, Prancis, Jerman dan Jepang menyerbu Indonesia lantaran kaya sumberdaya alamnya. Inilah yang diprotes keras oleh kaum pergerakan yang tergabung dalam Syarikat Islam (SI).

Kondisi itu memancing Snevlieet menebar paham-paham marxisme dengan mendirikan Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV) di tahun 1913. Sneevliet juga membentuk Indische Inliethingendienst (Dinas Penerangan) yang didalamnya bergabung Tan Malaka.

Lewat sebuah artikel yang ditulisnya pada Maret 1917 berjudul Kemenangan (Zegepraal), Snevlieet menyadarkan buruh di Hindia Belanda untuk bangkit dan melawan seperti yang dilakukan kaum buruh di Rusia tatkala Revolusi Kerensky meletus.

Salah satu pentolan SI yang mengamini paham komunis yang ditransformasikan Snevlieet adalah Semaun. Dia tidak hanya menyerang kebijakan pemerintah kolonial Belanda. Namun, di tahun 1918, Semaun mengecam kebijakan SI yang lunak terhadap kapital asing. Dia juga gencar melakukan agitasi untuk menggerakan massa buruh dan petani agar bangkit dan melawan terhadap praktik penghisapan yang dilakukan rezim kapitalis.

Eksistensi ISDV yang berkembang secara massif memunculkan kemarahan Pemerintah Kolonial Belanda. Sneevliet akhirnya ditangkap dan diseret ke pengadilan. Dia diusir dari Indonesia pada Desember tahun 1918. Pledoi yang dibacakannya pada November 1917 setebal 366 halaman di pengadilan, menjadi referensi bagi Soekarno dalam menyusun Pledoi yang berjudul Indonesia Menggugat yang dibacakan Soekarno di hadapan hakim di Pengadian Landraad, Bandung tahun 1930.

Tongkat estapet ISDV pun beralih ke Semaun dengan mengubah ISDV menjadi Partai Komunis Hindia pada 23 Mei 1920. Tujuh bulan kemudian, partai ini mengubah namanya menjadi Partai Komunis Indonesia dengan Semaun sebagai ketua.

Di era pergerakan, tokoh komunis lainnya yang berperan dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia adalah Tan Malaka. Dalam perjalanan hidupnya, tokoh bangsa ini penuh misteri. Dia sempat menghilang laksana ditelan bumi. Bahkan, hingga kini tak jelas di mana makamnya.

Harry Poeze, sejarawan asal Belanda memperkirakan, Tan Malaka dibunuh oleh tentara yang dipimpin Letnan Dua Soekotjo, 21 Februari 1949, saat dalam pelarian. Poeze menduga makam Tan Malaka ada di Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kediri, Jawa Timur.

Tan Malaka memiliki peran besar terhadap perjalanan republik ini. Dia bergerak dari bawah tanah, menggalang kekuatan untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Soekarno mengenal sosoknya sebagai revolusioner yang piawai. Dialah yang menggelorakan semangat perjuangan rakyat lewat semboyan-semboyan seperti: Perintah dari Rakyat, Untuk Rakyat dan oleh Rakyat, Indonesia untuk Bangsa Indonesia, dan Hands of Indonesia. Soekarno pun mengukuhkan gelar pahlawan nasional pada tanggal 28 Maret 1963 kepada Tan Malaka.

Saat Indonesia baru merdeka, 9 September 1945, terjadi pertemuan antara Soekarno dan Tan Malaka di rumah dokter pribadi Soekarno, dr Soeharto, di Jalan Kramat Raya 82. Sehari sebelumnya Soekarno minta Soeharto agar menyediakan ruangan khusus untuk menerima seorang tamu yang tidak disebutkan namanya. Dalam percakapan itu, ruangan dibiarkan gelap dan selanjutnya berjalan sangat rahasia.

Saat datang, Tan Malaka yang ditemani Sajoeti Malik memperkenalkan dirinya dengan nama Abdul Radjak dari Kalimantan. Soeharto lalu membawanya ke kamar belakang, bertemu dengan Soekarno empat mata. Sajoeti bisa menangkap inti pembicaraan mereka. Sementara Soeharto tidak mengetahuinya.

Pertemuan itu kabarnya mengulas soal wasiat kepemimpinan setelah proklamasi kemerdekaan dikumandangkan. Soekarno rupanya khawatir keselamatannya sehingga perlu menunjuk penggantinya. Tan Malaka adalah orang yang dipercayai Soekarno untuk menggantikannya. Namun, tidak disetujui Wakil Presiden Mohammad Hatta. Hatta mengusulkan agar mandat itu diberikan kepada beberapa orang, yaitu: Tan Malaka, Iwa Koesoemasoemantri, Sjahrir dan Wongsonegoro.

Dalam gerakan politik, Tan Malaka memulai kiprahnya pada tahun 1921. Ideologi kiri menjadi pilihannya. Dia paling lantang melawan kolonialisme. Tan Malaka selalu berdiskusi dengan Semaun mengenai pergerakan revolusioner untuk menyerang pemerintahan Hindia Belanda.

Awalnya, di tahun 1920-an, Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah partai nasionalis pertama di Indonesia. Jauh sebelum Partai Nasionalis Indonesia (PNI) yang dipimpin Soekarno muncul. Kaderisasi dilakukan Tan Malaka dalam bentuk pendidikan politik kepada anggota-anggotanya dan SI. Dia mengajarkan doktrin perlawanan, keahlian berbicara dan kepemimpinan.

Tan Malaka juga memobilisasi kaum buruh dan tani untuk menentang praktik eksploitasi yang dilakukan perusahaan milik Belanda. Dia mengajarkan aksi-aksi mogok dan menebar propaganda agar rakyat makin sadar jika hidupnya dirudakpaksa pemerintah kolonial.

Dalam kancah global, Tan Malaka mendapat tempat terhormat. Ia memiliki hak veto atas aksi-aksi partai komunis di dunia. Namun, dia kecewa karena Moskow yang menjadi sentral komunisme global, tak peduli dengan situasi Indonesia. Dia menyakini, Indonesia tidak akan dapat melulu menggantungkan politiknya, sambil menunggu keruntuhan negeri-negeri kapitalis di dunia.

Hingga akhir hayatnya, Tan Malaka disingkirkan dengan cara menggenaskan. Sama nasibnya dengan para pentolan dan simpatisan komunis. Gelora revolusi yang disuarakan, nyatanya membunuh mereka sendiri.

M. Yamin Panca Setia

Editor : M. Yamin Panca Setia | Sumber : Pelbagai sumber
 
Energi & Tambang
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1194
Rumput Tetangga
Selanjutnya