Opini

Pemuda Milenial dan Pancasila

| dilihat 3325

Pemuda merupakan tulang punggung atau back bone sebuah bangsa. Oleh karenanya, wajar saja jika Bung Karno mengatakan "Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia."

Kondisi demografi penduduk di Indonesia hari ini merupakan modal bagi sebuah pembangunan. Pembangunan yang intisarinya berasal dari sumber daya manusia.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada tahun 2013 memproyeksikan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2018 mencapai 265 juta jiwa. Berdasarkan kelompok umurnya, penduduk yang masih tergolong anak-anak (0-14 tahun) mencapai 70,49 juta jiwa atau sekitar 26,6 persen dari total populasi. Sedangkan, kategori usia produktif (14-64 tahun) 179,13 juta jiwa atau sekitar 67,6 persen, dan penduduk usia lanjut 65 ke atas sebanyak 85,89 juta jiwa atau sekitar 5,8 persen.

Indonesia diperkirakan akan melewati bonus demografi selama rentang waktu tahun 2020-2035, di mana puncaknya akan terjadi pada tahun 2030. Bonus demografi dapat terlihat dari angka rasio ketergantungan (dependency ratio), yaitu rasio antara kelompok usia yang tidak produktif dan yang produktif. Dengan tingginya usia produktif memberikan indikasi bahwa dependency ratio pada periode tersebut rendah.

Strategi terhadap pemanfaatan bonus demografi, termasuk pembangunan infrastruktur fisik dan Sumber Daya Manusia Indonesia mutlak dibutuhkan. Strategi dalam menghadapi bonus demografi yang tidak dilakukan secara baik dapat berimplikasi buruk yang justru menjadikannya sebagai musibah. Namun, pada sisi yang lain terdapat tantangan kehidupan berbangsa, khususnya terhadap Pancasila.

Pasca melewati bonus demografi, selanjutnya Indonesia akan memasuki aging society. Sehingga memanfaatkan celah kesempatan (window of opportunity) dari bonus demografi harus dilakukan bersama. Oleh karena itu dibutuhkan sinergi antara segenap komponen bangsa dalam menghadapi bonus demografi dan tantangan kehidupan berbangsa.

Tantangan Pancasila

Center for Strategic and Internasional Studies (CSIS) telah melakukan survei pada 23-30 Agustus 2017 diantaranya mengenai sikap generasi milenial (17-29 tahun) terkait ideologi Pancasila. Survei yang melibatkan 600 responden terungkap bahwa sebanyak 90,5 persen tidak setuju ideologi Pancasila diganti, sedangkan 9,5 persen setuju apabila ideologi‎ Pancasila diganti.

Walaupun responden tersebut tidak begitu banyak, akan tetapi terdapat sekitar 57 orang yang setuju apabila Pancasila diganti. Angka tersebut bukan angka yang kecil, karena hal ini menandakan bahwa terdapat orang yang memang menginginkan Pancasila diganti.

Media online Tirto juga melakukan survei terhadap 990 responden yang berusia 17 hingga 20 tahun (Generasi Z). Survei ini dilakukan pada 12-13 Juli 2018 dengan Jakpat sebagai penyedia platform. Temuan dalam survei tersebut diantaranya bahwa mayoritas generasi Z (93,94 persen) tidak setuju kalau Pancasila diganti.

Hal yang menarik dari survei ini yaitu terdapat 7,07 persen pada generasi Z yang berpendapat bahwa ‘Islam’ dapat menjadi pengganti dasar negara atau falsafah Pancasila, termasuk diantaranya yang menyebut soal khilafah ataupun syariat.

Angka-angka tersebut merupakan sinyal bahwa Pancasila harus kembali disampaikan, jangan sampai tergeser oleh ideologi lain. Karakteristik masyarakat Indonesia yang beragam, serta tantangan dengan wilayah kepulauan menjadikan internet sebagai salah satu sarana yang tepat untuk mensosialisakan nilai-nilai Pancasila.

Berharap Pada Generasi Millenial

Dalam kajian ilmu sosial, generasi milenial merupakan kelompok demografis generasi Y, di mana generasi yang lahir antara periode 1980 hingga 2000. Di Indonesia, proporsi generasi millennial sekitar 34,45, lebih dari sepertiga jumlah penduduk Indonesia. (Kompas, 10 Maret 2018).

Alvara Reseach Center menyebutkan bahwa generasi millenial memiliki tiga macam karakter unggul, yaitu: 1) creative, terbiasa berpikir out of the box, kaya ide dan gagasan; 2) confidence, sangat percaya diri dan berani mengungkapkan pendapat tanpa ragu; dan 3) connected, generasi millenial  pandai bersosialisasi dalam komunitas yang diikuti.

Karakter-karakter inilah yang seharusnya dapat sebagai keunggulan generasi yang bermanfaat bagi kehidupan bernegara khususnya terkait dengan menguatkan Pancasila. Diantaranya dengan menyajikan konten-konten positif khususnya tulisan-tulisan yang berkaitan dengan Pancasila dan Kebinnekaan. Hal ini sekaligus bermanfaat untuk generasi berikutnya, khususnya Generasi-Z.

Generasi Z yang lahir pada kisaran 1996 hingga 2010, yang juga biasa disebut digital native karena sejak dini telah terbiasa dengan gawai dan internet. Generasi Z yang pada umumnya menjadikan internet sebagai rujukan utama. Oleh karenanya, Generasi sebelum Generasi Z (Generasi Millenial) mempunyai kewajiban khususnya terkait dengan literasi digital.

Generasi Millenial dapat sebagai Pandu Literasi Pancasila dalam dunia digital dengan berbagai konten yang menarik sesuai zamannya. Semangat zaman inilah yang harus dilakukan dalam menyampaikan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Sehingga terjadi proses kesinambungan lintas generasi yang tidak terputus.

Ade C. Setyawan

Penulis dan Peneliti

 

Editor : Muhamad Khairil
 
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 167
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 338
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 364
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 333
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya
Seni & Hiburan
03 Des 23, 14:05 WIB | Dilihat : 431
Kolaborasi Pelukis Difabel dengan Mastro Lukis
29 Sep 23, 21:56 WIB | Dilihat : 1502
Iis Dahlia
09 Jun 23, 09:01 WIB | Dilihat : 1321
Karena Lawak Chia Sekejap, Goyang Hubungan Kejiranan
Selanjutnya