SBY Khawatir Negara Terbakar

Pedulikan Penuntut Keadilan

| dilihat 1357

AKARPADINEWS | TAK seperti biasanya. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) – Presiden Republik Indonesia (2004-2014), nampak tak bisa lagi menahan emosinya. Ia tak lagi bicara kalem menyikapi serangan yang bertubi-tubi ke arahnya sejak dua pekan terakhir.

Setelah sehari sebelumnya (Selasa, 1 November 2016) menjumpai Menko Polhukam Wiranto dan Wakil Presiden M. Jusuf Kalla, Rabu, 2 November 2016 di kediamannya – Puri Cikeas, Bogor – SBY membuncahkan sikapnya.

Sejak putera sulungnya Agus Harimurti Yudhoyono – yang didukung Partai Demokrat, PPP, PKB dan PAN - mendaftar ke KPUD DKI Jakarta, 23 September 2016 untuk mengikuti Pilkada 2017, mantan Menko Polhukam di era Megawati Soekarnoputri, itu menjadi bulan-bulanan para haters alias pembenci dan penista.

Beragam isu berkembang liar di media sosial. Belakangan para penista menuding SBY berada di balik aksi gerakan unjuk rasa massal umat Islam yang akan berlangsung Jum’at, 4 November 2016 mendatang.

Aksi unjuk rasa, itu merupakan aksi lanjutan aksi sebelumnya yang berlangsung 21 Oktober 2016 yang menuntut Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang populer disebut Ahok dihukum, karena sikapnya yang dianggap menista ayat suci Al Qur’an – Surah Al Maidah 51 dan ulama.

Anggapan menista ayat suci Al Qur’an dan ulama itu, berkembang akibat pernyataan Ahok ketika melakukan kunjungan kerja ke Pulau Seribu, akhir September 2016 lalu.

Dalam rekaman video lengkap yang dilansir Biro Humas Pemprov DKI Jakarta di youtube, Ahok sedang menjelaskan program kerjanya. Dia memberi kesan, ada kekuatiran programnya tak akan jalan bila ia tak terpilih lagi sebagai Gubernur dalam Pilkada Jakarta yang akan datang.

Sekonyong-konyong, Ahok menyatakan, “Bapak Ibu nggak bisa pilih saya, dibohongi pakai surat Al Maidah ayat 51 macam-macam gitu.. Itu hak bapak ibu..” Pernyataan ini bak bensin tersiram ke bensin, menyulut kemarahan umat.

Bara kemarahan sudah tersimpan sebelumnya dengan berbagai kebijakan yang ditempuh Ahok, yang dianggap menafikan umat. Mulai dari larangan menggelar malam takbiran saat lebaran, meniadakan kewajiban menggunakan busana muslimah pada hari Jum’at bagi siswi sekolah di Jakarta, dan banyak lagi.

Ahok meminta ma’af. Sejumlah kalangan Islam melaporkan Ahok ke Bareskrim Polri. Tokoh-tokoh Islam, termasuk Majelis Ulama Indonesia menyatakan, menerima pernyataan ma’af itu, tetapi mereka tetap menuntut agar proses hukum Ahok berjalan terus.

Lewat para petinggi kepolisian, umat diyakinkan, bahwa proses hukum Ahok terus berjalan. Kini masih dalam proses penyelidikan. Sejumlah saksi sedang dimintai keterangan oleh kepolisian, termasuk para pelapor. Di media sosial ‘perang pernyataan’ terjadi dan membuat kisruh.

Karena dalam banyak kasus sebelumnya proses para penista agama berlangsung cepat, apa yang sedang dilakukan oleh kepolisian, dianggap berjalan lambat. Berbagai presumsi pun berkembang.

Boleh jadi tak pernah disangka sebelumnya. Meskipun sejumlah media mainstream menganggap pernyataan Ahok, itu sesuatu ‘yang biasa-biasa saja,’ resonansi kemarahan terhadap Ahok terus menjalar dan bergerak cepat, mulai dari Aceh sampai ke berbagai daerah di Kalimantan dan Sulawesi.

Ghirah dan gairah umat membela akidah dan keyakinannya terus menjalar dan membesar, dan akan berlanjut dengan rencana aksi unjuk rasa Jum’at, 4 November 2016 mendatang.

Dalam situasi itu, nama SBY diisukan, seolah-olah membiayai gerakan aksi massa yang bakal berlanjut. Setarikan nafas, persoalan bergerak ke mana-mana, ketika Presiden Jokowi memanggil petinggi TNI dan Polri, menyikapi rencana aksi unjuk rasa itu.

Tiba-tiba, Presiden Jokowi didampingi Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan mengunjungi Prabowo Subianto – Ketua Umum Partai Gerindra di Hambalang. Lalu memercik pertanyaan banyak pihak, mengapa Jokowi hanya mendatangi Prabowo, dan tidak mengunjungi pimpinan partai lain.

Rumors kian meletik, ketika Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo menyebut ada pihak yang ingin menjadi Presiden, di balik gerakan unjuk rasa itu.

Jokowi juga mengundang Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ketua Umum dan Sekretaris Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, serta Ketua Umum dan Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Seolah, dengan memanggil MUI dan dua ormas Islam terbesar itu, dia sepenuhnya sudah bicara dengan umat Islam. Presiden Jokowi mungkin lupa tidak mengundang pimpinan Syarikat Islam, Persis, Jami’atul Washliyah, Mathlaúl Anwar, dan Nahdlatul Wathan yang juga mempunyai umat.

SBY mengambil inisiatif menyambangi Wiranto dan Jusuf Kalla. Usai bertemu SBY, menjawab pertanyaan wartawan, JK menyatakan, dirinya tidak yakin SBY berada di balik rencana aksi.

Dalam kedudukan sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, SBY mengingatkan, agar proses hukum terhadap Basuki Tjahaja Purnama, terkait kasus dugaan penistaan agama harus dilanjutkan. Proses hukum itu, menurut SBY, harus dilakukan secara wajar, bebas dari tekanan. Baik dari kalangan yang menyatakan Ahok bersalah, atau pihak yang menyatakan sebaliknya.

"Jangan sampai ada tudingan Ahok kebal hukum," ungkap SBY.

Pernyataannya itu selaras dengan  tujuan rencana Aksi Damai Bela Islam, yang akan berlangsung 4 November 2016. Seperti mengemuka dari pernyataan Imam Besar Front Pembela Islam, Habib Rizieq Shihab saat konferensi pers, Selasa, 1 November 2016. Aksi itu dikoordinasi dalam Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI.  Aksi ini menuntut Ahok diproses secara hukum.

Menurut SBY, jika pemerintah dan penegak hukum tidak mempedulikan para penuntut keadilan yang akan melakukan aksi unjuk rasa, itu  sampai lebaran kuda bakal ada unjuk rasa. “Ini pengalaman saya," ujarnya.

Menurutnya, pemerintah bisa mempermudah masalah, jika ada penegakan hukum. Apalagi, hukum melarang penistaan agama, itu dan pasal-pasal pidana dalam KUHP mengatur hal itu. Sudah ada undang-undang dan yurisprudensi dari preseden terkait kasus (sejenis) sebelumnya dan sudah dihukum.

SBY khawatir, bila pemerintah atau penegak hukum tidak memproses Ahok, negara ini akan terbakar oleh amarah penuntut keadilan. Karenanya, mantan Menteri Pertambangan di era Presiden Gus Dur, itu mengingatkan, sekarang bola ada di penegak hukum, bukan di tangan Presiden Jokowi, partai politik, atau pemimpin ormas.

SBY meminta semua pihak menghormati proses hukum dan tidak berbuat gaduh, ketika proses hukum sedang berjalan. Masyarakat, menurutnya, bisa mengikuti dan mengawasi proses penegakan hukum itu.

Semua pihak, ungkap SBY, harus menjadikan hukum sebagai panglima, dan proses penegakannya dilakukan secara adil. Proses hukum itu yang akan menyatakan, Ahok bersalah atau tidak. Dan bila keputusan sudah diambil, seluruh masyarakat mesti menerima.

Kalau ada yang tidak puas, lanjut SBY, bisa mengajukan banding hingga kasasi dan peninjauan kembali (PK). Di bagian lain pernyataannya, SBY yang nampak beberapa kali mengusap wajahnya dengan saputangan biru dan meneguk air mineral, menegaskan, serahkan kasus Ahok ini ke penegak hukum.

Terpisah dan tidak terkait dengan pernyataan SBY, Habib Rizieq dan kawan-kawan penggerak Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI, menegaskan, Aksi Bela Islam yang akan dipimpinnya di lapangan, Jum’at mendatang, bukan aksi anti China, bukan aksi anti Kristen, bukan aksi anti etnis kebhinekaan. Tapi murni aksi anti penistaan agama dan anti ketidak adilan.

Jadi, menurut Habib Rizieq, tujuannya jelas : untuk penegakan hukum. “Kalau hukum tidak ditegakkan di Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka kedaulatan hukum negara ini akan runtuh, dan itu sangat membahayakan,” ungkap Habib Rizieq yang disaksikan juga oleh Ketua Yayasan Bung Karno Rachmawati Soekarnoputri, aktivis Ratna Sarumpaet, anggota DPD RI Fahira Idris, musisi Ahmad Dhani, kalangan ustadz, kyai, dan ulama.

Pihak Bareskrim Polri sendiri menjelaskan kepada wartawan, pihaknya sedang mengusut perkara ini. Ahok dan sejumlah staf yang menyertainya ke Pulau Seribu telah dimintai keterangan.

Kadiv Humas Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar mengatakan kepada wartawan, gelar perkara kasus dugaan penistaan agama yang melibatkan Ahok, itu akan dilakukan usai penyidik Bareskrim meminta keterangan 10 saksi ahli.

Sampai saat ini, penyidik Polri sudah memeriksa 15 saksi, meliputi saksi pelapor, penyebar video ke media sosial, staf gubernur, dan enam orang saksi ahli dari Majelis Ulama Indonesia, ahli tafsir, ahli hukum pidana, dan ahli bahasa.

Habib Rizieq menyebut dirinya siap menjadi salah satu saksi ahli bila diperlukan, dan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mempersilakannya.

Boy Rafli juga menjelaskan, gelar perkara tahap awal yang akan memeriksa saksi ahli akan menentukan kemungkinan adanya pidana atau tidak, dalam kasus itu. Karenanya, Boy Rafli meminta masyarakat sabar. Mantan Kapolda Banten itu mengatakan, Polri menangani kasus ini sangat hati-hati. “Nggak bisa diburu-buru,”cetusnya.

Di sisi lain, Boy mengemukakan, sampai kini tercatat Bareskrim, Polda Metro Jaya, Polda Sulteng, dan Polda Sumsel, sudah menerima 11 laporan masyarakat. Semua laporan itu sudah disatukan berkasnya dan dijadikan sebagai landasan untuk penyelidikan dan penyidikan. | JM Fadhillah

Editor : sem haesy | Sumber : berbagai sumber
 
Sainstek
01 Nov 23, 11:46 WIB | Dilihat : 921
Pemanfaatan Teknologi Blockchain
30 Jun 23, 09:40 WIB | Dilihat : 1153
Menyemai Cerdas Digital di Tengah Tsunami Informasi
17 Apr 23, 18:24 WIB | Dilihat : 1412
Tokyo Tantang Beijing sebagai Pusat Data Asia
12 Jan 23, 10:02 WIB | Dilihat : 1559
Komet Baru Muncul Pertama Kali 12 Januari 2023
Selanjutnya
Polhukam
19 Apr 24, 19:54 WIB | Dilihat : 101
Iran Anggap Remeh Serangan Israel
16 Apr 24, 09:08 WIB | Dilihat : 253
Cara Iran Menempeleng Israel
14 Apr 24, 21:23 WIB | Dilihat : 273
Serangan Balasan Iran Cemaskan Warga Israel
Selanjutnya