Pilkada Serentak 2017

Membayangkan KPUD Mengelola Debat Kandidat

| dilihat 1907

Catatan Bang Sem

BEBERAPA hari ke depan, akan digelar debat kandidat dalam Pilkada serentak. Untuk Pilkada DKI Jakarta (begitu juga daerah yang lainnya, mungkin), debat kandidat akan digelar di suatu lokasi tertentu dan diliput secara live oleh stasiun penyiaran televisi.

Saya selalu membayangkan, debat kandidat untuk memilih pemimpin merupakan cara efektif bagi para kandidat menyampaikan visi, misi, program kerja dan rencana kebijakan yang akan ditempuhnya untuk melakukan akselerasi pencapaian visi misi itu.

Dari pengalaman menyaksikan debat politik di berbagai negara, pikiran saya sudah terformat, bahwa debat politik adalah ajang bagi seluruh kandidat yang berkompetisi dalam pemilihan terbuka untuk menjadi pejabat publik, melibatkan pemilih (konstituten) dalam proses politik. Debat politik diorientasikan kepada peningkatan dan perluas partisipasi rakyat dalam proses demokrasi. Dengan begitu, setiap kandidat sungguh bermain pada wilayah kecakapan menjelaskan gagasan masing-masing untuk lima tahun ke depan.

Maklum, di negeri kita, visi, misi dan program kerja yang dikenal baru sekadar visi misi sebagai bagian dari gran strategi kandidat. Bukan visi dan misi yang dirumuskan rakyat (atau representasi rakyat) melalui dialog scenario plan. Akibatnya, debat politik hanya akan berfokus pada isu-isu aktual yang disiapkan penyelenggara debat (dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum – KPU atau Komisi Pemilihan Umum Daerah – KPUD), dan begitu banyak variannya.

Artinya debat politik bukan semata-mata sekadar tanya jawab atas persoalan yang diajukan oleh moderator atau host debat, tidak juga sekadar menjebak lawan debat dengan pertanyaan-pertanyaan sumir dan naif – hanya sekadar untuk menciptakan gimmick untuk memperoleh respons audience. Karena gimmick yang sesungguhnya, justru ketika masing-masing kandidat yang berdebat menyajikan argumen-argumen cerdas dan berpihak pada kepentingan rakyat.

Kita tidak tahu persis, seberapa jauh dan matang persiapan debat kandidat itu sudah dilakukan. Sudah seberapa dalam KPUD di masing-masing daerah menyusun check list terkait dengan berbagai isu yang berhubungan langsung dengan hasrat, harapan, dan kepentingan rakyat melalui proses kontestasi yang akan berujung pada pemilihan kandidat di balik bilik suara pada 15 Februari 2017 mendatang.

Karena proses kampanye sudah berjalan selama tiga bulan, saya membayangkan KPUD sudah melakukan content analysis media untuk memperoleh isu-isu substansial (tak sekadar isu aktual). Terutama, karena selama masa itu, para kandidat dengan tim pemenangannya dan partai politik pengusungnya, tentu sudah melakukan ‘belanja isu’ (issues budgeting), yang selayaknya muncul dalam acara debat.

Tentu dengan berbagai varian soalan, yang direkam melalui dialog dengan berbagai kalangan, baik kalangan pendidikan dan akademisi, pelaku ekonomi (pengusaha dan pekerja), lembaga swadaya masyarakat, dan lainnya, sebagai sesanding.

Hal semacam itu menjadi penting, bila kita sungguh ingin menjadikan debat politik sebagai bagian dari proses demokrasi yang sungguh mendidik rakyat untuk menjadi pemilih rasional dalam menggunakan hak pilihnya.  Kendati, dalam konteks demokrasi yang masih menggeliat di negara kita, debat politik, masih merupakan political gimmick belaka.

Pengalaman selama ini menunjukkan, hasil debat politik kandidat nyaris tak terekam sebagai referensi bagi rakyat untuk mengkritisi perilaku, kebijakan, dan aksi kepemimpinan kandidat yang terpilih.

Menyelenggarakan siaran langsung even debat politik para kandidat melalui siaran televisi, memang bisa dipandang sebagai cara efektif dan efisien bagi rakyat untuk ‘terlibat secara langsung’ sebagai khalayak pasif.  Kendati, siaran televisi yang dipilih untuk menayangkan kegiatan tersebut, tidak sepenuhnya ditonton oleh rakyat – konstituen.

Lepas dari semua itu, hal penting yang menurut saya mesti menjadi perhatian KPUD sebagai penyelenggara debat politik adalah : menentukan kode etik debat, memilih dan menentukan moderator yang mumpuni, tegas, mampu menjaga bingkai isu perdebatan, cermat, dan paham, bahwa yang ingin diketahui oleh khalayak (konstituen) adalah konsep pemikiran (gagasan) dan kemampuan kandidat mengartikulasikan pemikirannya itu dalam program yang terbayangkan bagaimana eksekusinya.

Selain itu, KPUD juga mesti matang dalam mengelola debat politik, dengan mempertimbangkan secara masak : gedung tempat debat dilakukan, terutama berkaitan dengan kelengkapan sistem tata cahaya, akustik – tata suara yang terjamin clear dan tidak noice, sistem tata udara, formasi tempat duduk khalayak (audience), backdrop yang sesederhana mungkin – tidak ramai, dan tentu wardrop yang dikenakan para kandidat sesuai dengan gambar mereka yang akan tercetak di kertas suara kelak.

Ruangan yang dipergunakan untuk debat politik, juga mesti menjamin tata letak dan komposisi kamera yang memungkinkan khalayak pemirsa di luar lokasi dapat fokus menyaksikan dan mencermati perdebatan.

Hal yang tak kalah penting adalah furniture dan komposisinya, yang akan dipergunakan oleh para kandidat, yang harus sesuai dengan standar kenyamanan. Karena posisi kandidat dengan furniture yang dipergunakan akan mempengaruhi situasi psikologis kandidat dalam menyampaikan gagasan dan pemikirannya. Makin nyaman posisi kandidat, makin mungkin kandidat menyampaikan gagasannya dengan lebih fresh.

KPUD perlu mengatur format, posisi, dan komposisi kandidat, moderator, dan khalayak secara proporsional. Termasuk mempertimbangkan penggunaan level atau panggung untuk kandidat dan formasi kursi khalayak.

KPUD juga sudah harus membuat keputusan ketat tentang kriteria undangan, kode etik khalayak, termasuk khalayak pendukung para kandidat beserta aksesorisnya. Seleksi atas hadirin menjadi sangat penting untuk menjamin suasana perdebatan, terutama terkait dengan keamanan dan kenyamanan.

Demikian juga halnya dengan posisi kalangan media (khasnya reporter) di dalam ruang debat, yang memungkinkan mereka mendapatkan akses untuk menyimak materi debat dengan jernih, sehingga tidak rancu menyampaikannya kepada khalayak luas.

Dalam hal seluruh perangkat elektris  -- tata cahaya dan tata suara – sejak kini mestinya  KPUD sudah menentukan standar tata lampu gedung yang dipergunakan, karena selama debat berlangsung (karena diliput televisi), sebaiknya peralatan tata cahaya menggunakan dimmer untuk zona khalayak, dan tidak menggunakan front spot light yang dapat sangat mengganggu kandidat.

Sebagai dokumentasi sesuai dengan standar verifikasi dan konfirmasi, seluruh rekaman audio, video, dan transkripsinya mesti terekam baik, dan dapat diserahkan kepada masing-masing kandidat dan tim pemenangannya setelah perdebatan usai. Semua ini penting, untuk kandidat melakukan review dan evaluasi, bagi kepentingan debat putaran berikutnya.

Ketersediaan dokumentasi yang clear dan clean dari KPUD menjadi penting, sehingga tim pemenangan kandidat tidak sibuk pula merekam sendiri debat tersebut, yang akan memakan ruang tersendiri untuk peralatan audio-visual mereka.

Karena debat dilakukan beberapa kali putaran, KPUD sudah mesti merancang size debat, apakah pada setiap putaran akan sama size-nya, atau akan berbeda satu dengan lainnya. Misalnya, grand debate di putaran terakhir, yang menggunakan format town hall debate, yang memungkinkan tiga orang dari khalayak (yang terseleksi, misalnya dari masing-masing tim ahli kandidat) mengajukan pertanyaan kepada para kandidat, selain moderator.

Untuk mengatur penyelenggaraan debat, tak ada salahnya, KPUD menggunakan bantuan profesional untuk menangani setiap unsur penyelenggaraan debat. Mulai dari membantu moderator menentukan topik dan kuesioner sesuai dengan batas waktu yang diberikan kepada kandidat, menangani peralatan, penyiaran dan lainnya.

Pengaturan dalam konteks tanya jawab (dan sanggahan) antara moderator dengan kandidat, kandidat dengan kandidat, dan khalayak dengan kandidat (bila dipandang mungkin) menjadi penting. Hal ini bukan hanya tanggungjawab moderator semata. Untuk itu perlu ditugaskan petugas khusus yang akan membantu moderator mengingatkan durasi melalui sistem yang mudah, sehingga moderator dan kandidat tahu kapan durasi kandidat akan habis.

Hal ini perlu menjadi perhatian prioritas, karena kesalahan dalam memberikan isyarat durasi masing-masing kandidat, dapat mengundang klaim ketidak-adilan dan pemihakan.

Akan halnya urutan pembicara, moderator perlu menentukan cara, tidak berdasarkan nomor urut melainkan dengan melempar koin. Hal ini untuk menafikan nomor urut calon sebagai urut-urutan pembicara, karena selalu akan cenderung pembicara terakhir akan mendapatkan peluang lebih besar untuk mengemukakan gagasan yang lebih sempurna dari pembicara sebelumnya. Begitu sebaliknya. Atau moderator yang menentukan sendiri secara acak, siapa yang akan ditentukannya sebagai pembicara pertama pada setiap pertanyaan yang dia ajukan.

Mengingat dalam debat terdapat pasangan kandidat, maka porsi bicara keduanya juga harus dibagi, meskipun masing-masing kandidat dapat berbagi siapa yang akan menjawab pertanyaan apa.

Selebihnya – yang tidak cukup mudah untuk kita --, adalah memberi tugas dan tanggungjawab kepada para pendukung (relawan) kandidat mengatur kelompoknya sesuai dengan kode etik yang ditetapkan untuk mereka.

Kita berharap, debat kandidat Pilkada serentak 2017 yang segera akan berlangsung, memberi bekal kepada kita (konstituten) untuk sungguh menilai, siapa yang patut dan layak menerima amanah dari kita. Selamat berdebat. |

Editor : sem haesy | Sumber : foto dari berbagai sumber
 
Energi & Tambang
Seni & Hiburan
03 Des 23, 14:05 WIB | Dilihat : 514
Kolaborasi Pelukis Difabel dengan Mastro Lukis
29 Sep 23, 21:56 WIB | Dilihat : 1601
Iis Dahlia
09 Jun 23, 09:01 WIB | Dilihat : 1385
Karena Lawak Chia Sekejap, Goyang Hubungan Kejiranan
Selanjutnya