Mas Bram Sosok Politisi Generasi Milenial

| dilihat 3094

ANAK muda belum genap 30 tahun itu, tampak energik. Wajahnya mirip Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan almarhum Jendral TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo.

Bramantyo Suwondo Mudhiantoro, namanya. Tapi, dia lebih suka dipanggil Mas Bram.

Selalu tampil segar dengan mata berbinar menampakkan kecerdasan dan senyum yang mengekspresikan sikapnya yang humble, Mas Bram memilih terjun sebagai politisi lewat Partai Demokrat.

Selama berlangsung Rapimnas (Rapat Pimpinan Nasional) Partai Demokrat di Sentul International Convention Centre (SICC) - yang melibatkan anak cabang seluruh Indonesia, nampak Mas Bram dengan jas dan baret biru, khas kader partai berlambang bintang mercy, itu.

Anak muda ini menyandang gelar sebagai Master of International Relations dari Monash University, Caufield Campus – Australia, yang dia selesaikan selama tiga semester (2016-2017).

Sebelumnya, Mas Bram menyelesaikan Bachelor of Arts – Politic and Behavioral Studies di Monash University – Clayton Campus (2015), setelah sebelumnya menyelesaikan Diploma of Arts di Monash College – Clayton Campus.

Mas Bram, ketika masih mahasiswa, sempat ikut cawe-cawe sebagai master of ceremony selama berlangsung Australia Indonesia Business Forum (AIBF) di Merlbourne (2017). Dia juga aktif mengumpulkan dana untuk festival musik Indonesia terbesar di luar negeri yang diselenggarakan mahasiswa bertajuk Soundsekerta (2017). Di ajang festival musik itu juga dia menjadi liason officer.

“Saya mengorganisasikan, mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan panitia dan bintang tamu Soundsekerta,” ceritanya.

Anak muda yang senang mengendarai sepeda motor (motorider), menonton film dokumenter, berorganisasi, dan mempelajari sejarah itu, mengaku, mulanya ingin menjadi militer.

Politik Praktis untuk Perubahan

SELAIN karena tinggal di kompleks Markas Komando Kopassus – Cijantung, juga karena dia datang dari keluarga militer, baik dari keluarga ayahnya (Gatot M. Suwondo) maupun dari ibunya (Retno Cahyaningtyas Sarwo Edhie Wibowo). “Kakek, pak de, paman, dan kakak sepupu saya aktif di militer,” uungkapnya, sambil tersenyum.

Cita-cita itu tak kesampaian, tapi dia tak mengikuti jejak ayahnya, bankir profesional atau ibunya yang menggeluti dunia keuangan dan bisnis. “Saya lebih tertarik ke politik praktis. Lewat jalur politik praktislah kita lakukan perubahan konstitusional,” ujarnya.

Ketertarikan itu, menurutnya, terutama karena proses sosialisasi dia di sekolah. Sejak SD sampai SMA dia sekolah di sekolah negeri, berbaur dengan teman-temannya yang datang dari berbagai kalangan dan strata sosial.

“Saya sempat jadi korlap demo ketika SMA, memprotes kebijakan kepala sekolah menaikkan iuran sumbangan pendidikan hanya karena ingin melengkapi kelas dengan air condition,” ujarnya sambil senyum, sambil mengingat aktivitasnya di masa belia.

“Alhamdulillah, untuk saya kebijakan itu sebenarnya tidak berpengaruh, tapi untuk teman-teman saya yang kurang mampu, tentu memberatkan,” kilahnya.

Mas Bram merasa tersentuh oleh beragam laku yang mencerminkan ketidak-adilan di lingkungan sosial. Ia yakin, kesadaran itu mengalir karena kakek dan neneknya, meskipun orang berpangkat, tapi hidup sederhana.

“Tentu saya mengikuti jejak bapak saya juga, yang ketika mahasiswa di Filipina sering mendalami kehidupan sosial di tengah lingkungan masyarakat kurang mampu. Saya juga mendapat contoh dari ibu saya yang dididik dalam keluarga yang hidup hemat, tapi bahagia,” ceitanya.

Lingkungan sosial, membentuk kepribadian Mas Bram yang juga sederhana dan punya passion membantu orang lain. “Saya melihat dunia politik merupakan sarana untuk mewujudkan cita-cita saya dan menjalani passion saya, itu,” tukasnya.

Generasi Muda Indonesia Mampu

PENGALAMAN belajar di luar negeri, memperluas cakrawala Bram, yang melihat, sebenarnya generasi muda Indonesia sangat potensial.

“Bila diberikan kesempatan yang sama, saya ingin bisa maju. Sejarah perjalanan bangsa ini sudah membuktikan, anak-anak muda yang datang dari lingkungan keluarga sederhana, mampu menjadi tokoh dunia,” ujarnya.

Karena itu, Mas Bram yakin, Indonesia bisa menjadi negara yang adil, makmur, sejahtera dengan generasi muda yang berpendidikan tinggi.

“Generasi baru Indonesia mampu berkarya dan mengejar cita-citanya, bahkan di Indonesia, tanpa harus ke luar negeri dan tanpa harus memikirkan dulu kebutuhan-kebutuhan dasar karena semua sudah terpenuhi,” ujar Bram yang sempat berwirausaha, jualan batik.

Dalam hal politik, Bram mengemukakan, dia beruntung punya kesempatan berkunjung dan berinteraksi langsung dengan rakyat di desa-desa. Dia berkunjung dan berdialog dengan petani – buruh tani – guru – pensiunan tentara dan pensiunan pegawai negeri di Purworejo, Wonosobo, Temanggung, dan Magelang.

“Nalar, nurani, dan perasaan saya teresonansi oleh realitas kehidupan rakyat, yang mungkin tak terbayangkan oleh mereka yang hidup bersenang-senang di Jakarta atau di luar negeri,” ujarnya.

“Saya menyerap suara hati rakyat yang selalu menjadi obyek politik lima tahun sekali, tapi aspirasi mereka nyaris tak terdengar di pusat-pusat kekuasaan, sehingga terjadi kesenjangan antara kebijakan dan eksekusinya di lapangan,” ungkap Bram.

“Tidak sedikit, mereka yang selama kampanye, berbaik-baik dengan rakyat, tetapi setelah bertengger, lupa dengan rakyatnya. Saya tidak mau begitu,” sambungnya.

Tantangan di Tanah Leluhur

DARI banyak kalangan yang dia temui di perdesaan, Mas Bram beroleh banyak cerita tentang almarhum kakeknya, Jenderal (Purn) Sarwo Edhie Wibowo.

“Terus terang saya terhenyak mendengar cerita tentang kejujuran dan kesederhanaan, serta keteguhan sikap beliau, bahkan sampai beliau wafat. Saya harus lanjutkan perjuangan beliau.. Saya tidak boleh membuat nama besar beliau tercemar. Ini tantangan buat saya. Bukan beban,” ungkapnya.

Itulah sebabnya, Mas Bram spontan menjawab tantangan Partai Demokrat untuk berkontestasi politik dalam Pemilu Legislatif 2019 di Daerah Pemilihan VI – Jawa Tengah.

“Ini tanah leluhur kakek saya. Di sini juga, nenek saya dan sebagian keluarga saya berasal, sekaligus mengabdikan dirinya,” ungkap Mas Bram, menjawab pertanyaan akarpadi.

Lelaki muda dan lajang yang cerdas, keren, gaul dan sederhana ini tak pernah lelah belajar. Acapkali dari desa-desa di daerah eks Karesidenan Kedu, ini dia ekspresikan kepeduliannya. Sekaligus mendiskusikan solusinya dengan para senior, termasuk ayahnya.

“Saya juga menyerap strategi perjuangan yang disampaikan Mas AHY saat Rapimnas Partai Demokrat kemarin. Apa yang beliau sampaikan adalah solusi kongkret. Saya melihat dan merasakan sendiri,” tutur Mas Bram, yang beberapa kali berdiskusi intensif dengan AHY, kakak sepupunya itu.

Siap berjuang Mas Bram?

“Saya siap.. rakyat harus dimenangkan dengan cara-cara cerdas, segar, karib, dan berakhlak,” ungkapnya. Sejumlah senior dari berbagai latar (kyai, profesional, pensiunan tentara, tokoh masyarakat, dan kaum ibu) menjuluki Mas Bram, sebagai sosok politisi generasi millenial yang bernas, religius,  amanah dan muda. | delanova

Editor : sem haesy
 
Humaniora
02 Apr 24, 22:26 WIB | Dilihat : 423
Iktikaf
31 Mar 24, 20:45 WIB | Dilihat : 995
Peluang Memperoleh Kemaafan dan Ampunan Allah
24 Mar 24, 15:58 WIB | Dilihat : 231
Isyarat Bencana Alam
16 Mar 24, 01:40 WIB | Dilihat : 707
Momentum Cinta
Selanjutnya
Sainstek
01 Nov 23, 11:46 WIB | Dilihat : 918
Pemanfaatan Teknologi Blockchain
30 Jun 23, 09:40 WIB | Dilihat : 1153
Menyemai Cerdas Digital di Tengah Tsunami Informasi
17 Apr 23, 18:24 WIB | Dilihat : 1411
Tokyo Tantang Beijing sebagai Pusat Data Asia
12 Jan 23, 10:02 WIB | Dilihat : 1557
Komet Baru Muncul Pertama Kali 12 Januari 2023
Selanjutnya