Persidangan Kasus Korupsi e-KTP Setya Novanto

Kata Hinca Argumen Hasto Dangkal dan Menggelikan

| dilihat 2408

DRAMA politik memasuki babak rising action, peran naik. Dramatika politik akan menyuguhkan adegan yang sangat menentukan, akankah drama itu berakhir dengan tragedi atau justeru happy ending.

Begitu agaknya, apa yang tertampak dalam sidang mahkamah khas kasus rasuah kelas gajah, korupsi e-KTP alias KTP elektronik.

Pada sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta, Kamis (22/3/2018), sekonyong-konyong, Setya Novanto - terdakwa dalam kasus korupsi e-KTP, menyebut dua kader penting PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) : Puan Maharani dan Pramono Anung.

Di depan hakim yang mengadilinya, Setya Novanto (Setnov), menyebut, Puan Maharani (puteri Megawati Sukarnoputri yang kini Menko Pembangunan Manusia & Kebudayaan dan Pramono Anung yang kini menjabat Sekretaris Kabinet) masing-masing menerima USD 500.000 alias 500 ribu dollar Amerika Serikat.

Setnov menyebut, Puan Maharani selaku Ketua Fraksi PDI-P dan Pramono selaku Wakil Ketua DPR RI, menerima uang sebanyak itu, diketahuinya dari keterangan Made Oka Masagung, saat bersama Andi Agustinus alias Andi Narogong dan datang ke rumahnya.

Oka, saat itu, menurut Setnov, menyampaikan bahwa dirinya sudah menyerahkan uang kepada anggota DPR, termasuk Puan dan Pramono.

Keterangan Setnov di persidangan itu, spontan dibantah Pramono dan PDI-P. Pramono Anung menegaskan, saat proyek e-KTP bergulir, ia memang menjabat wakil ketua DPR. Tapi tak berkaitan dengan Komisi II yang membahas proyek e-KTP.

Kepada wartawan, Pramono Anung mengatakan, pada  Periode 2009-2014, dirinya merupakan pimpinan DPR yang membawahi dan mengoordinasikan Komisi IV sampai dengan Komisi VII. Jadi, tidak berhubungan dengan Komisi II, tidak pula berkaitan dengan Badan Anggaran.

Pramono juga menegaskan, dirinya tidak pernah ngomong satu kata pun yang berkaitan atau berurusan dengan e-KTP.

Puan belum membantah omongan Setnov itu. Bantahan justru datang dari  Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto. Hasto yang pernah menitikkan airmata ketika calon PDIP di Pilkada Jatim diseruduk black campaign, itu mengatakan, saat proyek e-KTP dijalankan, PDI-P sebagai oposisi tidak memiliki menteri di pemerintahan, sehingga tidak ikut mendesain. Dia berpresumsi, saat ini seolah ada upaya menyudutkan PDI-P melalui kasus tersebut.

"Kami bukan dalam posisi designer, kami bukan penguasa. Dengan demikian, atas apa yang disebutkan oleh Bapak Setnov (Setya Novanto), kami pastikan tidak benar, dan kami siap diaudit terkait hal tersebut," kata Hasto melalui keterangan tertulis kepada media, di hari yang sama (Kamis, 22/3/18).

Sanggahan Hasto bersayap. Dia mengatakan, Setnov menyebut banyak nama untuk mendapatkan stastus sebagai justice collaborator yang akan meringankan hukum terdakwa.

Lantas, Hasto mengemukakan, PDIP )sebagai oposan) memiliki konsep e-KTP yang berbeda dengan pemerintahan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) saat itu. PDIP, katanya, menginginkan agar e-KTP bukan seperti sekarang, tetapi mengintegrasikan data pajak, BKKBN dan kependudukan.

Hasil inetgrasi data itu akan divalidasi melalui sistem single identity number yang kelak diintegrasikan dengan rumah sakit, puskesmas, hingga ke dokter kandungan dan bidan.

Menurut Hasto, Gamawan Fauzi selaku Menteri Dalam Negeri pada periode 2009 – 2014, seharusnya memberikan jawaban secara gamblang terkait akar korupsi e-KTP. Menurut Hasto, hal itu merupakan tanggungjawab moral politik kepada rakyat. Sebab, pemerintahan tersebut (Pemerintahan SBY maksudnya) pada awal kampanyenya menjanjikan, ‘katakan TIDAK pada korupsi’ ternyata, hasilnya begitu banyak kasus korupsi yang terjadi.

PERNYATAAN Hasto kontan mendapat reaksi cepat dari Sekjend Partai Demokrat, Hinca Pandjaitan, Jum’at (23/3/18). Doktor ilmu hukum, itu menganggap aneh pernyataan Hasto, ketika membantah pernyataan Setnov, selaku terdakwa di persidangan kasus e-KTP.

Anehnya pernyataan itu, menurut Hinca, lantaran Hasto menyalahkan pemerintahan sebelumnya, yang dipimpin Presiden SBY dan Wakil Presiden Budiono. Karenanya, menurut Hinca, pernyataan Hasto itu, aneh dan menggelikan.

“Sulit dipercaya pernyataan itu keluar dari (sekjend) sebuah partai politik yang tengah berkuasa sekarang ini karena argumentasinya dangkal, lemah, dan mengada-ada," kata Hinca melalui keterangan tertulis.

Kata Hinca, Hasto tak perlu mengaitkan korupsi e-KTP dengan SBY dan Partai Demokrat, karena tindakan pidana tersebut merupakan perilaku perorangan, bukan rezim pemerintahan atau partai.

Pernyataan Hasto, menurut Hinca, juga keliru, yang seolah-olah menunjukkan partai oposisi dipastikan tidak korupsi. Korupsi, kata Hinca, tak mengenal oposisi dan koalisi, karena semua politisi (secara perorangan) bisa melakukannya.

Hinca paham, PDI-P berupaya melindungi kadernya yang disebut-sebut menerima aliran dana korupsi, tetapi dia meminta hal itu tak dilakukan secara membabi buta. Apalagi, jika menggunakan tangan-tangan kekuasaan, menghalang-halangi penegakan hukum yang sedang dilakukan oleh para penegak hukum.

Hinca juga menilai, bantahan Hasto salah alamat.  Setnov yang menyebut nama Puan dan Pramono, koq SBY dan Partai Demokrat yang dituding. Setnov bukan kader Partai Demokrat, dan khalayak tahu, Setnov mantan anggota dan Ketua Umum DPP Partai Golkar.

Hinca ‘menasihati,’ agar Hasto fokus saja membantah kepada Setnov. Kelak, Majelis Hakim yang memutuskan dalam persidangan yang sah dan akuntabel.

Setnov ngocéh, Hasto berkelit membabi buta | delanova

Editor : sem haesy | Sumber : foto-foto Antara
 
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1159
Rumput Tetangga
Selanjutnya
Sainstek
01 Nov 23, 11:46 WIB | Dilihat : 921
Pemanfaatan Teknologi Blockchain
30 Jun 23, 09:40 WIB | Dilihat : 1153
Menyemai Cerdas Digital di Tengah Tsunami Informasi
17 Apr 23, 18:24 WIB | Dilihat : 1412
Tokyo Tantang Beijing sebagai Pusat Data Asia
12 Jan 23, 10:02 WIB | Dilihat : 1559
Komet Baru Muncul Pertama Kali 12 Januari 2023
Selanjutnya