Jangan Politisasi Pembangunan Desa

| dilihat 1664

AKARPADINEWS.COM | Agenda besar bakal segera direalisasikan Kementerian Desa, Transmigrasi dan Pembangunan Daerah Tertinggal. Agenda yang bernama Gerakan Desa Mandiri itu akan menjangkau 3.500 desa di seluruh Indonesia di tahun 2015. Sejumlah program yang direalisasikan di antaranya Desa Sehat dan Desa Pintar.

Target yang akan dicapai Desa Sehat di antaranya: menekan akan kematian ibu saat melahirkan hingga nol persen, pemenuhan gizi agar seluruh anak tumbuh dan berkembang dengan standar kesehatan yang ideal, serta penyediaan fasilitas mandi cuci kakus (MCK) hingga 95 persen.

Sementara target program Desa Pintar adalah 97,5 persen penduduk di atas usia 10 tahun terbebas dari buta huruf, dan sebanyak 95 persen anak usia 6-18 tahun dengan rata-rata laki-laki sekolah 11 tahun dan perempuan 10 tahun.

Anggaran yang digelontorkan dalam Gerakan Desa Mandiri itu cukup fantastis. Di tahun 2015 ini, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp9,2 triliun. Masing-masing desa akan mendapatkan dana desa sebesar Rp1.4 miliar per desa selama 5 tahun secara bertahap.

Untuk mencapai target itu, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Marwan Jafar meminta para pendamping desa berperan aktif mendampingi dan memperkuat  desa agar mandiri.

"Pendamping harus meningkatkan prakarsa, kesadaran, dan partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan yang partisipatif," ujar menteri yang merupakan politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu saat melakukan kunjungan untuk sosialisasi Dana Desa di Kabupaten  Muara Enim, Sumatera Selatan, Sabtu (28/3). Kementerian Desa rencananya akan mengerahkan 16 ribu pendamping yang tugasnya melakukan pemberdayaan masyarakat.

Gerakan Desa Mandiri menjadi satu dari sembilan agenda prioritas (Nawacita) yang menjadi janji Presiden Jokowi. Gerakan tersebut diharapkan dapat memeratakan pembangunan antarwilayah: antara Jawa dengan Luar Jawa, antara wilayah Indonesia Barat dengan wilayah Indonesia Timur, antara kota dengan desa.

Lantas, bagaimana konsep Gerakan Desa Mandiri? Sejauh ini, masyarakat belum mengetahui detail tentang konsep tersebut. Sebagian masyarakat hanya tahu jika nanti pemerintah akan menggelontorkan dana desa yang nilainya cukup besar. Bagaimana pemanfaatan uang tersebut? Masyarakat masih bingung menjawab. Namun intinya, seperti kata Marwan, Gerakan Desa Mandiri menekankan model pembangunan partisipatif.

Mewujudkan desa yang mandiri jangan hanya ideal di tataran konseptual. Jangan pula menyelipkan kepentingan politik untuk memobilisasi masyarakat desa. Namun, agenda itu harus benar-benar menjadikan masyarakat desa mandiri sehingga terbebas dari kemiskinan.

Sebenarnya, program serupa sudah pernah dilakukan pemerintahan sebelumnya. Misalnya, sejak tahun 2007, pemerintah merealisasikan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri.

Sebagai gerakan nasional, PNPM Mandiri diarahkan untuk menekan jumlah rakyat miskin, memperluas akses pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan, pemukiman, infrastruktur, permodalan, dan informasi bagi masyarakat miskin.

Dana yang digelontorkan cukup besar. Di tahun 2010, pemerintah mengalokasikan dana Rp11,8 triliun dan di tahun 2009, dana yang terserap mencapai Rp11 triliun.  Dana tersebut untuk menunjang kegiatan yang dilakukan empat kementerian di 6.408 kecamatan di 465 kabupaten atau kota.

Sejauhmana efektifitas pelaksanaan program PNPM Mandiri? Jika mencermati realisasinya, PNPM Mandiri masih berorientasi pada pembangunan fisik, belum diarahkan maksimal pada pemberdayaan masyarakat. Realisasinya juga masih didominasi pemerintah, mulai dari alokasi dana, penempatan fasilitator, hingga implementasi kegiatan di desa.

Membebaskan desa dari kemiskinan dan ketertinggalan bukan perkara mudah. Kompleksitas masalah banyak ditemukan, mulai dari persoalan minimnya sumberdaya manusia dan sumberdaya alam, keterbatasan infrastruktur, dan sebagainya. Aspek demografis dan geografis juga menjadi kendala yang menghambat pembangunan di desa. Sebaran penduduk yang tidak merata di desa menjadi hambatan dalam upaya percepatan pembangunan di desa.

Dalam pemenuhan hak-hak kesehatan misalnya. Di desa-desa kawasan tertinggal, banyak ditemukan hanya ada satu dokter yang melayani puluhan ribu penduduk yang tersebar di beberapa desa. Bahkan, ada pula desa di daerah tertinggal yang sama sekali tidak memiliki dokter. Pola penempatan tenaga kesehatan juga tidak sesuai dengan jumlah dan sebaran penduduk. Akibatnya, terjadi disparitas pelayanan kesehatan. Ironisnya, banyak ditemukan tenaga kesehatan yang kurang termotivasi saat ditugaskan di daerah tertinggal.

Gerakan Desa Mandiri harus benar-benar menempatkan pendekatan partisipatif—yang menampatkan masyarakat desa sebagai aktor pembangunan, bukan objek yang selalu dianggap kumpulan orang-orang bodoh. Pada dasarnya, masyarakat desa telah mencapai taraf proses evaluasi yang cukup panjang. Hampir di semua komunitas memiliki kearifan lokal (local wisdom) serta mengembangkan metode adaptasi yang relatif canggih dalam mengelola lingkungan mereka sendiri.

Karenanya, berikan kepercayaan kepada masyarakat sehingga mereka terlibat aktif yang pada akhirnya mendorong swadaya masyarakat agar mampu mengatasi masalah bersama. Masyarakat harus belajar melakukan indentifikasi, penyusunan perencanaan, dan pelaksanaan pembangunan. Dengan begitu, masyarakat berdikari.

Pemerintah baiknya menjadi pendengar, bukan seolah-olah paling tahu dengan kebutuhan dan paling pintar memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Pemerintah juga baiknya berperan mengelola dan mengontrol inisiatif yang telah dirancang sesuai kebutuhan dan prioritas yang telah diidentifikasi.

Pemerintah harus mengurangi dominasi—apalagi bertujuan politis, dengan memanfaatkan dana desa—seolah-olah pemerintah menjadi penderma yang baik hati membagikan uang untuk masyarakat desa.

Gerakan Desa Mandiri harus diawasi. Pasalnya, bukan mustahil agenda itu disusupi kepentingan politik pihak tertentu. Indikasi politisasi program tersebut sudah mencuat dengan melihat glagat perebutan jatah pengelolaan dana desa yang nilainya besar antara Kementerian Desa, Transmigrasi, dan Pembangunan Daerah Tertinggal dengan Kementerian Dalam Negeri.

Dana alokasi desa (DAD) harus dijauhkan dari intervensi politik karena merupakan hak masyaraat desa seperti diamanatkan dalam Undang-Undang Desa.  Karenanya, masyarakat desa berhak untuk mengontrol dana desa, jangan sampai menjadi bacakan oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. Fakta menunjukan tidak sedikit anggaran sosial untuk masyarakat yang diselewengkan lantaran tertutupnya akses masyarakat untuk melakukan pengawasan.

Karenanya, masyarakat harus dilibatkan sejak perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan penggunaan dana desa. Desain perencanaan yang dibuat pemerintah juga harus mencegah penyalahgunaan dana desa yang tidak semestinya oleh masyarakat.

Karenanya, perlu mekanisme penggunaan keuangan yang akuntabel serta penyusunan program yang efektif dan adaptif terhadap masalah yang dihadapi masyarakat. Jangan sampai, dana desa dihamburkan begitu saja, tanpa membawa manfaat maksimal secara berkelanjutan bagi masyarakat desa.

M. Yamin Panca Setia

 

 

Editor : M. Yamin Panca Setia
 
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1195
Rumput Tetangga
Selanjutnya
Ekonomi & Bisnis
03 Apr 24, 04:18 WIB | Dilihat : 259
Pertamina Siap Layani Masyarakat Hadapi Lebaran 2024
12 Mar 24, 10:56 WIB | Dilihat : 429
Nilai Bitcoin Capai Rekor Tertinggi
02 Mar 24, 07:41 WIB | Dilihat : 275
Elnusa Bukukan Laba 2023 Sebesar Rp503 Miliar
Selanjutnya