Irman Gusman Terjerat Dugaan Suap Kuota Impor Gula

Jangan Hambat Penguatan DPD

| dilihat 1200

AKARPADINEWS.COM | TERSERETNYA Irman Gusman dalam dugaan kasus suap penetapan kuota impor gula, turut menampar citra institusi Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Kepercayaan publik terhadap institusi itu dikhawatirkan anjlok.

Bukan mustahil, Ikhtiar DPD untuk memperkuat kewenangannya menjadi terhambat. Dibutuhkan upaya maksimal mengembalikan kepercayaan publik yang selama ini menganggap DPD mandul dalam menjalankan tugas-tugas keparlemenannya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Irman Gusman, yang tengah menjabat Ketua DPD, dicokok Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Sabtu dini hari (19/9) di kediamannya, di Jakarta, lantaran diduga menerima suap senilai Rp100 juta terkait pengurusan kuota impor gula (Baca: Terseret Suap Manisnya Gula).

Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris mengingatkan, tertangkapnya Irman dalam operasi tangkap tangan (OTT) oleh petugas KPK, murni persoalan pribadi, dan tidak terkait dengan kewenangan kelembagaan DPD. Senator asal DKI Jakarta ini menegaskan, DPD tidak memiliki kewenangan budgeting, apalagi menetapkan kuota gula impor. "Kasus Irman Gusman ini murni persoalan pribadi."

Karenanya, dia menyatakan, kasus Irman, tidak akan menghalangi upaya DPD memperkuat kewenangannya. "Kasus ini tidak akan menghalangi tekad kami untuk mengusulkan penguatan kewenangan DPD RI, karena ini amanat reformasi," katanya.

Usulan penguatan kewenangan DPD sudah disiapkan DPD sejak periode sebelumnya. Dan, saat ini, DPD tengah berjuang mendorong amandemen Kelima UUD 1945, khususnya terkait dengan penataan kewenangan DPD.

Fahira menjelaskan, parlemen Indonesia menganut sistem bikameral yakni, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan DPD, sehingga harus ada keseimbangan antarkedua lembaga itu. Sementara hingga saat ini, DPD seakan berada dalam subordinasi DPR. Karena, kewenangan DPD yang sangat terbatas.

Terbatasnya kewenangan itu menyebabkan DPD selama ini mandul sehingga mempengarui citranya di hadapan publik. DPD seakan tak kuasa berhadapan dengan DPR yang sejak awal terkesan tak rela membagi kewenangan legislasinya. Sampai-sampai, muncul wacana pembubaran DPD seperti diusulkan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Dalam Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) PKB berapa waktu lalu, direkomendasikan pembubaran DPD. Alasannya, menurut Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, DPD tidak berfungsi sama sekali. Meski demikian, Muhaimin menambahkan, jika tidak dibubarkan, partainya merekomendasikan agar kewenangan DPD ditambah. 

Sejak awal menyambut kelahiran DPD, DPR memang terkesan tidak rela karena khawatir DPD dapat memangkas kewenangannya. Sempat terjadi perdebatan alot seputar pembahasan mengenai peran, fungsi dan wewenang DPD di awal-awal menyongsong kelahiran DPD. DPR juga tidak menerima kehadiran DPD karena beralasan akan menghidupkan negara federal.

Karenanya, mayoritas DPR pun memutuskan hanya memberikan wewenang kepada DPD sebatas memberikan pertimbangan seputar persoalan di daerah sebagai referensi dalam penyusunan undang-undang seperti diatur dalam UUD 1945 Pasal 22 D.

Ketidakrelaan DPR itu menyisahkan kendala bagi DPD dalam memperjuangkan aspirasi rakyat di daerah. Sejumlah aspirasi rakyat di daerah yang diusung DPD banyak yang masuk ke keranjang sampah saat diusung ke Senayan. Konstitusi memang tidak mewajibkan DPR untuk menerima usulan DPD terkait penyusunan dan pengambilan keputusan UU.

Dinamika politik demikian tentu tidak sehat bagi demokrasi di negara ini. Anggota DPD yang dipilih langsung oleh rakyat, seharusnya memiliki peran setara dengan anggota DPR yang juga dipilih rakyat.

Sejak awal, DPD sudah berusaha melobi DPR agar bersedia bersama-sama mengamandemen UUD untuk mengatur peran, fungsi, dan kewenangannya. DPD ingin tidak hanya sebatas merekomendasikan sebuah usulan legislasi. Namun, juga terlibat dalam pengambilan keputusan.

Jika DPD dibiarkan seperti sekarang, maka keberadaannya mubadzir. Sementara negara telah mengeluarkan anggaran untuk menggaji anggota DPD. Praktik saat ini cenderung mengadopsi sistem semi bikameral dan tidak produktif dalam mendorong relasi antara DPD dan DPR.

Sistem perwakilan sekarang juga mengarah monokameral atau satu kamar karena hanya satu pihak yang kuat, yakni DPR. Bisa pula ditafsirkan tiga kamar, yaitu DPD, DPR, dan MPR. Kalau sistem semibikameral saat ini dipertahankan, maka tidak akan produktif proses penyusunan undang-undang.

*****

Ketua DPR, Ade Komarudin menilai, peristiwa yang dialami Irman, secara politik akan berpengaruh kepada keinginan DPD dalam memperkuat kewenangan kelembagaan DPD. Secara pribadi, politisi Partai Golkar itu setuju dilakukan penguatan DPD. Namun, kasus Irman, akan menimbulkan pemikiran yang khawatir dengan penguatan DPD itu. "Padahal, seharusnya kita tidak boleh hanya karena persoalan kasus orang per orang, kemudian digeneralisir kepada lembaga. Berbeda antara lembaga dengan orang per orang itu," kata Ade yang juga prihatin dengan kasus yang menimpa Irman. Dia mengingatkan, tidak bisa diurungkan keinginan memperkuat institusi karena ada anggotanya terjerat kasus hukum.

Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid juga menilai ada logika yang salah apabila ada keinginan pembubaran DPR setelah Irman ditangkap KPK. "Itu logika yang salah. Karena, kalau ada masalah hukum, maka hukum harus ditegakkan dengan jelas, bukan karena kriminalisasi atau fitnah," katanya di Jakarta, Senin. Politisi senior Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menilai, masalah Irman Gusman dengan DPD itu adalah dua masalah yang berbeda. Dia juga mengingatkan jika semua pimpinan lembaga negara hampir pernah punya masalah dengan hukum, namun tidak berimbas pada pembubaran institusi yang dipimpinnya.

Kasus yang menjerat Irman, jangan sampai memperlemah semangat penguatan DPD yang sudah disuarakan 12 tahun lalu, sejak DPD berdiri. Sejumlah anggota DPD juga telah membentuk Gerakan Nasional (Gernas) Penguatan DPD dan gencar melakukan penggalangan dukungan.

Fahira mengakui, kasus Irman dapat menganggu kepercayaan publik terhadap lembaga DPD. Namun, dia menyakini, dengan berjalannya waktu, publik dapat memahami jika kejadian Irman murni urusan pribadi. Dia menegaskan, kasus Irman akan menjadi pelajaran berharga dan evaluasi bagi DPD, baik secara pribadi maupun kelembagaan. Fahira pun mengingatkan, agar semua pihak menghormati proses penegakan hukum yang sedang dilakukan KPK.| M. Yamin Panca Setia

Editor : M. Yamin Panca Setia | Sumber : Antara
 
Ekonomi & Bisnis
12 Mar 24, 10:56 WIB | Dilihat : 276
Nilai Bitcoin Capai Rekor Tertinggi
02 Mar 24, 07:41 WIB | Dilihat : 139
Elnusa Bukukan Laba 2023 Sebesar Rp503 Miliar
Selanjutnya
Polhukam
05 Mar 24, 04:23 WIB | Dilihat : 244
Tak Perlu Risau dengan Penggunaan Hak Angket DPR
05 Mar 24, 08:18 WIB | Dilihat : 423
Anak Anak Abah Menghalau AI Generatif
22 Feb 24, 11:50 WIB | Dilihat : 317
Jalan Terjal Perubahan
18 Feb 24, 05:52 WIB | Dilihat : 272
Melayari Dinamika Kebangsaan dan Demokrasi
Selanjutnya