Institusi dan Personalnya Harus Berhati-Hati Agar Tak Dicatut Hoaks

| dilihat 1890

AKARPADINEWS | Perhelatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2018 telah usai. Namun, pada proses pelaksanaan Pilkada masih diwarnai dengan maraknya berita bohong atau hoaks. Apalagi, hoaks itu dengan mulusnya menyebar di masyarakat melalui berbagai media, seperti media sosial, media pesan, dan lain sebagainya.

Ketua Umum Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Septiaji Eko Nugroho mengatakan bahwa selama Pilkada Serentak 2018 banyak hoaks yang menyerang para calon-calon kepala daerah. Isu yang paling banyak digunakan dalam hoaks tersebut ialah isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan). Tak hanya itu, Aji melanjutkan, ada pula hoaks-hoaks berbentuk pencatutan nama beberapa institusi dan personalnya di bidang hukum, pendidikan serta penelitian.

“Misal saja mencatut nama KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dengan menyebarkan isu calon kepala daerah yang terindikasi korupsi, kemudian mengklaim nama Rektor ITB (Institut Teknologi Bandung) dan USU (Universitas Sumatra Utara) yang mendukung satu pasangan calon dan merilis hasil survei dengan memakai nama satu lembaga survei tertentu,” ujarnya.

Penyebaran informasi hoaks pilkada tersebut, menurut pria yang karib disapa Aji tersebut, bertujuan untuk menyentuh  dan mempengaruhi sisi emosional para pemilih. Seperti ketika mengetahui satu pasangan calon korupsi yang akan mempengaruhi pilihannya. Sedangkan terkait akademisi yang diklaim mendukung pasangan calon lain, diharapkan akan mengikuti keputusan tokoh yang dipandang karena intelektualnya.

Sementara dengan hasil survei yang disasar oleh penyebar hoaks, lanjut Aji, adalah untuk meyakini persepsi publik demi mendukung calon yang akan menang. Dan juga bermaksud menjaga opini kalau calonnya tetap akan menang meski dengan menampilkan data yang sangat kontras.

Melihat tren penyebaran hoaks pada Pilkada Serentak 2018, Aji berharap, ke depannya institusi atau lembaga dan personal yang namanya dapat dicatut untuk menyebarkan hoaks lebih berhati-hati dan cepat melakukan klarifikasi. “Sedapat mungkin mencegah sedari awal dengan membuat kebijakan yang tidak bias, dan ketika menjadi sasaran hoaks pun sesegera mungkin mengklarifikasinya dengan sebaran yang masif,” ungkapnya.

Sebagai bentuk aksi nyata, Aji dan lembaganya turut memberikan solusi terhadap masalah ini. Ia bersama timnya telah merencanakan beberapa program yang membahas seputar hoaks. Tidak hanya hoaks terkait Pilkada, tapi juga kesehatan, sosial dan lain-lain.

“Kami akan bersinergi bersama kawan-kawan yang fokus terhadap pemecahan masalah hoaks ini, dengan saling bertukar pikiran untuk menemukan cara yang efektif memberantas hoaks yang makin melibatkan banyak pihak,” pungkasnya.

Masih tersebarnya hoaks pada Pilkada Serentak 2018 lalu masih berpotensi muncul pada pelaksanaan Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden di tahun 2019. Tentunya, masyarakat harus memiliki sikap kritis dalam menanggapi informasi yang didapatkan, terlebih isu politik dan SARA. Bila mendapat sebuah informasi yang belum jelas lebih baik tidak perlu dipercayai dan disebarkan.

LA Nurani

 

Editor : Muhamad Khairil
 
Ekonomi & Bisnis
12 Mar 24, 10:56 WIB | Dilihat : 278
Nilai Bitcoin Capai Rekor Tertinggi
02 Mar 24, 07:41 WIB | Dilihat : 140
Elnusa Bukukan Laba 2023 Sebesar Rp503 Miliar
Selanjutnya
Energi & Tambang