Indonesia-Malaysia Bisa Menjadi Tonggak Kekuatan ASEAN

| dilihat 3264

HUBUNGAN antara Indonesia dan Malaysia bergerak maju. Kerjasama bilateral di berbagai bidang terus ditingkatkan. Di bidang ekonomi, Malaysia adalah negara yang menanamkan investasi terbesar kedua setelah Singapura di Indonesia. Negeri Jiran itu berinvestasi di sektor pertambangan, migas, batubara, perkebunan, telekomunikasi, perbankan, dan sebagainya.

Sementara Indonesia adalah mitra dagang Malaysia terbesar setelah Tiongkok, Singapura, Jepang, Amerika Serikat, Thailand, dan Korea Selatan. Nilai perdagangan kedua negara menunjukan angka yang cukup signifikan. 

Di sektor keamanan, kedua negara juga intensif meningkatkan kerjasama militer guna menghalau masuknya ancaman terorisme, penculikan yang dilakukan gerombolan Abu Sayyaf, termasuk menyikapi isu-isu perbatasan.

Hubungan yang baik itu tidak terlepas dari ikhtiar pemerintah kedua negara untuk mengukuhkan government to government (G to G) relationship, termasuk mendorong diplomasi secara people to people (P to P). Ikhtiar itu cukup efektif menyelesaikan setiap persoalan domestik yang muncul sehingga hubungan kedua negara terjaga secara berkelanjutan.

Sebagai negara serumpun yang memiliki kesamaan kultur, agama, bahasa, dan ikatan sejarah, Indonesia dan Malaysia diyakini memiliki potensi untuk menjadi tonggak bagi bangsa-bangsa di kawasan ASEAN dan panggung internasional lainnya. Tentu, ikhtiar itu diawali dengan kesepahaman yang kuat sebagai dua negara yang berdaulat dari suku suku bangsa Melayu yang sama.

Bagaimana mencermati dinamika dan prospek hubungan Indonesia-Malaysia, termasuk upaya menjadikan kedua negara menjadi tonggak kekuataan regional? Berikut pendapat Duta Besar Malaysia untuk Republik Indonesia, Datuk Seri Zahrain Mohamed Hashim yang ditemui Akarpadinews di ruang kerjanya di Kantor Kedutaan Besar Malaysia, Jakarta, beberapa hari lalu.

Dalam pandangan beberapa pihak di Indonesia, Anda dinilai cukup berhasil memperkuat kembali hubungan Indonesia-Malaysia, tidak hanya government to government (G to G), tetapi juga people to people (P to P). Hubungan yang semula hangat dan berubah sensitif lantaran persoalan domestik, berhasil dikelola dengan baik. Ikhtiar apa yang Anda lakukan untuk menyelesaikan persoalan yang sering mengusik hubungan Indonesia-Malaysia?

Indonesia adalah negara bersaudara (dengan Malaysia). Saya senang ditugaskan di Indonesia. Kalau (ditugaskan) di negara lain, mungkin saya tidak mau menjadi duta besar. Tetapi, bila diminta untuk (bertugas) di Indonesia, saya rasa, saya senang sekali. Dan, sebelum menjadi duta besar, saya sudah sering ke Indonesia. Keturunan saya, kakek saya, ada yang dari Payakumbuh, Sumatera Barat.

Bagi saya, Indonesia adalah negara yang membuat saya senang bekerja. Untuk merapatkan hubungan kedua negara, tidak ada problemnya, dibandingkan dengan negara-negara lain. Jadi, bagi saya, Indonesia adalah suatu negara yang bersaudara, dan itu terbukti, ketika saya datang, cukup senang. Saya berjumpa, berkawan, bergaul dengan semua pihak. Termasuk dengan pejabat pemerintah, organisasi kemasyarakatan (Ormas), media, dan juga pelajar-pelajar di Indonesia. Semacam negeri sendiri. Tidak jadi suatu problem bagi saya.

Hubungan Indonesia-Malaysia sering mengalami pasang surut. Sebelum Anda bertugas di Indonesia, sering terjadi demonstrasi di Indonesia, memprotes Malaysia. Dan, jika membaca media di Indonesia, Malaysia itu selalu dinilai buruk. Sementara saat ini, pemberitaan media tentang Malaysia cenderung positif, banyak mengulas hubungan ekonomi dan sosial. Apa yang dilakukan Anda untuk membentuk persepsi konstruktif bagi kedua negara?

Bagi saya adalah engagement. Sebagai duta besar, kita harus engagement dengan badan-badan yang memiliki pandangan terhadap Malaysia. Dan, memang engagement itu, pertemuan-pertemuan yang saya lakukan, termasuk dengan Ormas dan pelaku bisnis, yang nampak sebenarnya adalah pemahaman. Bagaimana orang Indonesia memahami Malaysia dan bagaimana orang Malaysia memahami Indonesia. Pemahaman itu (yang salah) harus kita betulkan. Dijelaskan sebenarnya.

Dan, kalau kita cerita tentang hubungan, kita juga harus kembali ke sejarah, bagaimana Indonesia dan Malaysia terwujud. Setelah penjajahan, kita menjadi dua negara yang berdaulat. Dalam mempertahankan kedaulatan masing-masing, kita jangan lupa hubungan asal kita. Kita menganggap kita satu bangsa, walaupun merupakan dua negara yang berdaulat.

Jadi, pemahaman sejarah itu yang bisa mengatasi masalah yang mengusik hubungan Indonesia-Malaysia?

Pasti. Masalahnya, seperti saya katakan, mungkin karena kurang pemahaman (sejarah). Oleh sebab itu, saya selalu tekankan, khususnya pada anak-anak muda di kedua negara, pahami dan belajar sejarah. Kalau kita pegang sejarah, kita dapat mengangkat martabat kita sebagai suatu bangsa.

Banyak sejarah kita berkongsi (bekerjasama). Bukan hanya dari segi bangsa (Malaysia-Indonesia sama). Namun juga dari segi agama Islam. Budaya pun banyak yang sama. Oleh sebab itu, bila ada yang bertekar soal lagu, batik, saya juga pakai batik Malaysia. Ya, kita berbicaralah tentang batik. Bahasa pun kita sama. Kamu pakai Bahasa Indonesia, saya pakai Bahasa Malaysia, rasanya sama. Kita harus memahami bahwa kita banyak berkongsi. Kita tidak harus bertengkar, saling klaim, dan sebagainya. Karena, budaya Indonesia dan budaya Malaysia, banyak yang sama. Jadi, tidak sepatutnya kita bertengkar, seharusnya kita mengambil isu-isu itu sebagai suatu perantara yang baik agar kita bersama. Konsep ini, Alhamdullilah dapat dipahami. Selepas itu, tidak ada lagi demonstrasi. Amin. Keselamatan Pak Dubes jadi terlindungi di Indonesia, hahahaha.

Jadi, bukan suatu hal yang sulit. Tetapi, kita telah memulai pertemuan dan dialog. Kalau kita tidak bertemu, akan jadi masalah. Sebab pikiran manusia itu beda, nanti dianggap terlalu sombong, terlalu angkuh, dan sebagainya. Jadi, kita buka isu tentang kesepahaman. Hari-hari ini orang Malaysia, telah banyak paham tentang orang Indonesia. Dulu, orang Malaysia menganggap orang Indonesia itu bekerja sebagai pembantu rumah tangga saja. Padahal, Indonesia berkembang lebih pesat. Dari segi investasi, investasi Malaysia selalu bertambah di Indonesia. Negara terbesar kedua yang berinvestasi di Indonesia adalah Malaysia.

Di sektor apa saja Malaysia berinvestasi di Indonesia?

Banyak sektor. Perkebunan, pertambangan, minyak dan gas, batubara, termasuk perbankan, dua bank yang besar yaitu CNIB Niaga dan Maybank. Kerjasama di sektor telekomunikasi, XL itu Malaysia yang punya. Jadi, investasi Malaysia begitu besar. Ini semua adalah fase atau jobs yang kita lakukan. Bagi saya, singkat kata, ada understanding, kesepahaman antarkedua negara yang utama.

Dengan melihat realitas tersebut, Malaysia dan Indonesia merupakan dua negara yang mempunyai potensi sebagai dua negara berpengaruh dalam pergaulan bangsa-bangsa di kawasan ASEAN. Menurut Anda, apa yang harus dilakukan oleh kedua-dua negara untuk memperkuat peran dan pengaruh ASEAN dalam pergaulan bangsa-bangsa di Asia dan di dunia?

Indonesia dan Malaysia jika ada kesepahaman, dapat menjadi tonggak ASEAN. Kalau kita lihat, rakyat Indonesia-Malaysia, jumlahnya mencapai setengah dari jumlah masyarakat ASEAN. Dan, dengan adanya persamaan itu (sebagai negara serumpun), kita bisa meraih yang lebih tinggi, menjadi tonggak kekuatan ASEAN. Kita berusaha sekarang ini.

Indonesia-Malaysia perlu menjadi tonggak kekuataan ASEAN, setidaknya menjadikan kita menggunakan satu bahasa (Bahasa Melayu di ASEAN). Walau kita memakai Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia, mungkin ada perkataan yang tidak sama, kita harus cari jalan untuk menyatukan, kalau kita serius, dapat sesuai dengan tagline, "Bahasa Jiwa Bangsa". Kalau bahasanya sama, jiwa bangsa juga sama.

Apa saja upaya yang harus dilakukan agar Indonesia-Malaysia dapat menjadi tonggak kekuataan di ASEAN?

Pertama, hubungan antar pemimpin. Presiden Republik Indonesia dengan Perdana Menteri Malaysia, hubungan personalnya, sangat baik sekali. Kedua, hubungan antar pemerintah. Pemerintah Malaysia dan Pemerintah Indonesia telah banyak bekerjasama. Kita ada program-program, dan saling bertemu. Ketiga, hubungan militer. Hubungan militer cukup baik. Walaupun ada yang nakal. Kadang-kadang juga diperbesar media. Tetapi, secara keseluruhan, kerjasama militer cukup baik, di tambah lagi isu-isu perbatasan, maritim dan sebagainya, semua bidang, baik udara, darat, dan laut.  

Kelima, business to business. Itu juga harus dimantapkan. Dan, Alhamdullilah, hari ini, saya lihat, ada peningkatan dengan investasi yang meningkat. Nilai perdagangan kita pun meningkat.

Berapa nilai perdagangan Malaysia-Indonesia?

Kita punya target yang cukup tinggi yaitu US$30 miliar. Hingga saat ini, pencapaiannya US$20 miliar karena harga komoditas utama jatuh. Kita menghadapi masalah ekonomi global. Harga minyak, sawit, batubara, sedang jatuh. Jadi (nilai perdagangan belum mencapai target) karena terkait dinamika perdagangan secara keseluruhan. Kita akan terus berusaha. Jadi, saya harap, bila harga minyak naik, target akan tercapai.

Ini semua kerja yang dilakukan sejak saya datang (ke Indonesia). Dan, kita lihat, jika Kedutaan Besar Malaysia di Indonesia adalah kedutaan terbesar Malaysia di dunia. Kalau kita compare (bandingkan) dengan Kedutaan Malaysia di London (Inggris), di Washington (Amerika Serikat), dan Beijing (China), ini (Kedutaan Besar Malaysia di Indonesia) yang terbesar.

Kelima, people to people, saya bertemu dengan Ormas, media, pelajar, termasuk saya memberikan ceramah di beberapa universitas di Indonesia, menceritakan tentang kedudukan kedua negara, apa yang menjadi tujuannya. Kerja-kerja itu sudah nampak berhasil. Kedua negara saling memahami.

Sebelumnya, sudah ada pernyataan keinginan menjadikan Bahasa Melayu menjadi bahasa ASEAN. Lantas, sejauhmana upaya itu direalisasikan?

Dalam pertemuan (dengan sejumlah pejabat di Indonesia), kita telah berbicara bagaimana mengangkat Bahasa Melayu Indonesia dan Bahasa Melayu Malaysia, sebagai bahasa antarbangsa (bahasa internasional). Dan, (pengguna Bahasa Melayu) di Malaysia, Indonesia, Brunnei Darussalam, dan Singapura, jumlahnya hampir 500 juta orang. Ini (bahasa Melayu) bisa menjadi bahasa internasional, yang selama ini lebih banyak (menggunakan) bahasa Inggris, Jepang, China, dan campur-campur. Kita harus angkat Bahasa Melayu. Usaha itu sedang berjalan, dengan kita lebih serius.

Selama menjabat sebagai Duta Besar Malaysia di Indonesia, beberapa pejabat di Indonesia mengapresiasi cara yang Anda lakukan. Bagaimana Anda mengembangkan hubungan personal dengan pejabat di Indonesia?

Saya banyak melakukan pendekatan secara informal. Terlalu banyak protokoler, tidak banyak yang tercapai. Pendekatan informal itu lebih produktif, tidak ada pikiran di belakang (yang mencurigakan). Itu tidak boleh, itu tidak boleh. Kita berbicara dari hati ke hati sehingga ada kepercayaan. Dan, bila saya berbicara dengan menteri, seperti dengan Pak Sofyan Djalil (Menteri Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional), sangat senang.

Dia cerita asalnya dari Minang, saya juga dari Minang, ya semacam adik beradik, semacam begitulah. Tetapi, yang utamanya adalah membahas isu-isu yang empirik. Setiap masalah, Insya Allah akan selesai kalau kita berbicara terbuka, berbicara dengan ikhlas. Sebab kita menyelesaikan suatu problem yang menguntungkan kedua pihak. Dan, saya lihat akan berhasil kalau bicara secara informal.

Malaysia dan Indonesia di dalam berbagai kajian akademik disebut sebagai masa depan Islam di dunia. Bagaimana pandangan Anda terhadap hal ini? Akankah Malaysia dan Indonesia mampu menjadi pusat kajian Islam di masa depan, khususnya terkait dengan praktik demokrasi?

Saya percaya, dunia memandang Malaysia dan Indonesia sebagai negara Islam yang moderat, tidak fundamental, konservatif. Untuk membentuk suatu society (masyarakat) yang mengikuti cara-cara islam sebenarnya, maka kita harus berpegang pada pandangan Islam sebagai agama yang moderat, yang menjadi cara hidup kita sebagai manusia, sebagai way of life. Jadi, dunia memandang Indonesia-Malaysia itu sebagai negara yang mengamalkan Islam moderat dan ini harus didukung.

Kita bukan Islam liberal, itu beda. Tetapi lebih moderat, dan bagaimana kita belajar Islam menjadi lebih moderat. Jika dunia (khususnya negara-negara Islam) mengamalkan, maka kita tidak akan gaduh (berkonflik). Jadi, dari segi itu, kita harus mempromosikan (Islam moderat).

Di Malaysia, kita ada suatu badan yang bernama GMM (Global Movement Moderates), sebagai institusi yang mengembangkan pandangan moderat. Saya sudah mencoba untuk mencari jalan, supaya GMM mencari partner di Indonesia, menjadikan Islam moderat sebagai isu utama untuk kita bergerak. Itu dalam proses. Kerja-kerja GMM sudah berkembang, di Jepang, Rusia, Arab Saudi, untuk mempromosikan paham moderat.

Sekarang mulai dikembangkan kerjasama dengan Universiti Utara Malaysia dengan Universitas Muhammadiyah Malang, kemudian Universiti Putra Malaysia (UPM) dengan Universitas Padjajaran. Apa yang telah Anda lakukan untuk meningkatkan kerjasama antar perguruan tinggi itu?

Itu memang dilaksanakan. Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan Universiti Malaya, Universiti Sains Malaysia juga banyak kerjasama dengan universitas di Indonesia. Dan itu memang sedang berjalan. Kita memang sedang on going, dengan Universitas Indonesia (UI) dan Unpad.

Hubungan antara Indonesia-Malaysia berjalan dinamis, kadang stabil, namun kadang pula memunculkan polemik. Apa langkah yang paling efektif dilakukan pemerintah untuk mengatasi jika terjadi masalah terkait hubungan kedua negara?

Walau kita (Malaysia-Indonesia) adalah negara bersaudara, kita adalah negara berdualat. Kita ada undang-undang yang berlaku di masing-masing negara. Dan, yang lebih penting, kita harus saling menghormati UU yang berlaku. Jika itu dilakukan, maka tidak akan menjadi problem. Karena itu, jika Pemerintah Indonesia melaksanakan tindakan terhadap pencuri ikan, misalnya Ibu Susi (Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti) meledakan kapal (nelayan Malaysia), bagi kita, tidak ada pilihan, kita terima dengan baik karena sesuai UU di Indonesia dan itu hak Indonesia meledakan kapal yang terbukti telah mencuri ikan di perairan Indonesia. Malaysia juga begitu, banyak kapal (asing) yang juga ditenggelamkan, tetapi beda caranya.

UU itu harus diberlakukan secara adil, melalui proses yang adil, ada bukti, lalu dibawa ke pengadilan, dan baru dihukum. Bukan ada kapal (asing) langsung ditembak, bukan begitu, tetapi lewat proses yang sesuai dengan UU, lalu diadili di pengadilan. Proses itu sama (dengan yang dilakukan di Malaysia). Kalau kita mengacu pada UU, dan banyak menggelar pertemuan antar pemerintah, maka itu tidak ada masalah.

Di level pemerintah memang sudah ada kesepahaman yang kuat untuk menjaga hubungan bilateral, tetapi bagaimana di level masyarakat di kedua negara?

Itu kembali pada kesepahaman. Orang Indonesia harus memahami orang Malaysia dan Orang Malaysia harus juga memahami orang Indonesia. Sebab, kalau kita cerita, kembali pada hubungan kedua negara, tidak ada masalah. Itu hal yang simpel, tidak susah.

Bagaimana me-maintance isu-isu yang terjadi di perbatasan seperti di Pulau Sipadan, dan daerah perbatasan lainnya agar tidak mengusik hubungan bilateral kedua negara?

Saya dengar ada rumah (di kawasan perbatasan), yang sebelahnya berada di wilayah Malaysia, lalu sebelah lagi di Indonesia, hahaha. Isu perbatasan sensitif hanya di media.  Tetapi, dalam kenyataannya, itu hal biasa. Kalau ada tuduhan Malaysia mau ambil alih sebuah desa (di kawasan Indonesia), itu tuduhan saja. Tidak ada bukti. Tetapi, border crossing, ada orang Indonesia yang kerja di Malaysia, pergi sekolah, belanja di Malaysia.

Kita harus lihat bahwa pembatasan itu masalahnya adalah pemetaan (mapping). Sejak saat penjajahan Inggris dan Belanda, itu tumpang tindih. Itu yang kita warisi dari penjajah. Mereka (penjajah) gaduh (perang) dulu, kita sambung gaduh. Tetapi hari ini, banyak kerjasama yang telah dilakukan. Banyak bidang, baru-baru ini, kita kerjasama mencegah terorisme, jadi tidak ada masalah.

Kita (Malaysia) ada (masalah perbatasan) di kawasan perairan dan di kawasan darat. Tetapi, yang banyak masalah di perairan, ada yang tumpah tindih, di antaranya dekat Selat Malaka di kawasan selatan, dekat Singapura. Lalu, di Laut Sulawesi, Indonesia, dekat Serawak, Tanjung Datu. Itu kawasan yang kita yang tumpang tindih. Jadi, sekarang kalau kapal Malaysia masuk, MoU (Memorandum of Understanding) hari ini antara Indonesia-Malaysia, maka Indonesia berhak menghalau kapal itu pulang.

Kalau kapal Indonesia yang masuk (ke perairan Malaysia), maka pihak Malaysia akan mengusir balik. Tetapi, kita berbicara soal ikan, kan tidak tahu di mana berada, tidak ada paspor, hahahaha. Jadi, masalah ikan itu, harus ada kerjasama supaya membenarkan menangkap ikan di situ. Sebab kawasan itu besar. Sekarang kita mencari jalan, kita berupaya kerjasama, membenarkan Indonesia dan Malaysia menangkap ikan. Tidak ada masalah, ikan di sana banyak. Rugi kalau dibiarkan. Tetapi, negara lain harus kita larang, karena kita (Malaysia-Indonesia) yang klaim, dibawah UNCLOS. Kalau tidak tangkap ikan, kita rugi.

Bagaimana dengan kerjasama mencegah perompakan dan penculikan seperti yang dilakukan Abu Sayyaf?

Kita ada program (Eye in The Sky), di mana kita bersama-sama, dapat melihat dari satelit di perairan Sulawesi. Ada pula usaha Malaysia-Indonesia untuk bekerjasama dengan Filipina. Karena, Abu Sayyaf ini melakukan kejahatan di lautan Indonesia-Malaysia, dan berlindung di Filipina. Kita minta Filipina lebih keras dan tegas, dan komit dalam menangani isu Abu Sayyaf. Dari segi pengawasan, sangat kurang sekali (dilakukan) Filipina dan berharap pada Indonesia-Malaysia. Sementara kawasan kita besar, dibelah Selat Malaka dan Laut China Selatan.

Kita kerjasama dengan tiga negara, Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Kalau kerjasama Indonesia-Malaysa, tidak ada masalah. Filipina  yang harus lebih komit lagi. Dan, saya lihat Filipina sudah menunjukan komitmennya. Di Yogyakarta, tiga menteri luar negeri sudah berjumpa, membahas kerjasama menangani isu Abu Sayyaf. Kita pakai Eye in The Sky. Abu Sayyaf itu bukan soal mencuri ikan, tetapi mencuri orang, lalu minta tembusan, dan itu bahaya. Kita hanya mengawal saja, Presiden Filipina harus menyelesaikannya. Malaysia-Indonesia yang jadi mangsa. Itu jadi masalah. Kita juga kerjasama menangani ISIS.

Malaysia mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam mendorong perubahan melalui transformasi sejak diberlakukannya Wawasan 2020 pada masa Perdana Menteri Mahathir Muhammad. Kini, Perdana Menteri Najib Razak menggerakkan perubahan Malaysia melalui Transformasi Satu Malaysia. Apa sebenarnya yang dimaksud Transformasi Satu Malaysia?

Transformasi dalam bidang ekonomi (economic transformation) dan bidang pemerintahan (government transformation). Pokoknya adalah menjadikan Malaysia sebagai negara berpendapatan tinggi (High Income Nation). Target di tahun 2020 adalah Malaysia menjadi negara yang maju, negara yang berpendapatan tinggi. Jadi, untuk mencapai target itu, pemerintahan di bawah Perdana Menteri Najib Razak, melakukan beberapa prioritas yang harus dicapai. Kita harus sadar bahwa mungkin ada kelemahan-kelemahan yang harus diperbaiki.

Dalam memperbaiki kelemahan itu, maka lewat transformasi ekonomi dan pemerintahan. Termasuk, dasar-dasar yang harus dikemukakan. Ini telah belaku, dan dalam beberapa tahun, Pak Najib sudah meng-introduce itu. Termasuk, konsep Satu Malaysia, untuk menggairahkan seluruh pemahaman tentang Malaysia sebagai entity (kesatuan) yang bergerak untuk melakukan pencapaian.

Dan, kalau kita lihat dalam beberapa tahun ini, kita telah mencapai banyak improvement (perbaikan). Memang, dalam target 2020, salah satu ukuran dianggap negara maju adalah pendapatan per kapita. Tahun 2020, kita harap (pendapatan per kapita) mencapai US$15 ribu. Dan, hari ini kita mencapai hampir US$11 ribu pendapatan per kapita. Termasuk, peningkatan human development index (HDI), semua harus diperbaiki.

Bagaimana anda menilai praktik demokrasi di Indonesia?

Saya melihat banyak perubahan. Hari ini, demokrasi di Indonesia sudah masuk ke tahap yang matang. Sebab, dalam pemilihan (pemilihan umum) yang lalu, banyak perkiraan (terjadinya konflik), tetapi semua dapat selesai dengan baik dan aman sekali. Ini menunjukan kematangan dalam berdemokrasi. Walaupun banyak pandangan yang tidak setuju, tetapi pada akhirnya, bila keputusan sudah dicapai, transformasi berjalan dengan baik. Itu menunjukan kematangan berdemokrasi. Dan, kita boleh berkongsi, bertukar pengalaman (soal praktik demokrasi).

Bagaimana dengan Malaysia yang mengelola politik perkauman?

Malaysia menunjukan semangat berdasarkan social contract (kontrak sosial), di mana semua stakeholder memiliki kepentingan. Dan, pihak pemerintah isu mengenai melayu dan pribumi, harus dipikirkan. Hidupkan pribumi, dan terbela dalam pelembagaan. Begitu juga agama Islam, yang dianggap agama resmi. Tidak boleh diubah. Indonesia beda, Indonesia menempatkan semua kaum dan mengangkat semua sama (equal). Tetapi, Indonesia hampir 90 persen (pribumi), semantara keturunan China dan India, sedikit sekali. Kita membentuk negara berbeda. Di Indonesia, memegang prinsip Pancasila.

Apa yang baik dengan sistem politik di Malaysia itu?

Lebih jelas. Sebab, kita mengimplementasikan, khususnya program untuk mengangkat ekonomi masyarakat Melayu. Tetapi, kalau kita berbicara pertumbuhan ekonomi lokal, maka kita tidak hanya berbicara kepentingan ekonomi orang Melayu saja, tetapi ekonomi secara keseluruhan. Sebab kita tahu, orang Melayu pada saat itu, jauh lebih miskin. Orang melayu yang memegang aset, hanya dua persen. Hari ini, hampir mencapai 25 persen. Ekonominya pun meningkat. Pendapatannya meningkat. Kalau tidak ada dasar ekonomi baru, mungkin jurang antara kaum lebih besar.

Dan, ini menjadi faktor penyebab maslah di Malaysia, yang kita bilang peristiwa 13 mei 1969, di mana terjadi kerusuhan. Sebab, orang Melayu kala itu ketinggalan secara ekonomi. Dan, negara tidak akan stabil kalau jurang kekayaan besar sekali. Jadi, ini (disparitas ekonomi) yang harus diturunkan. Walau kita targetkan 30 persen belum tercapai, tetapi jurang (disparitas) itu telah banyak berkurang.

Berapa lama lagi anda bertugas di Indonesia?

Saya sudah kurang lebih di Indonesia, pada Oktober ini, sudah tiga tahun. Tidak usah lama-lama, takut orang Malaysia lupa, hahaha. Tetapi, bagi saya, saya senang (bertugas di Indonesia). Tetapi, saya rindu cucu. Cucu saya tiga. 

Sem Heasy/M. Yamin Panca Setia

Editor : M. Yamin Panca Setia
 
Ekonomi & Bisnis
03 Apr 24, 04:18 WIB | Dilihat : 233
Pertamina Siap Layani Masyarakat Hadapi Lebaran 2024
12 Mar 24, 10:56 WIB | Dilihat : 404
Nilai Bitcoin Capai Rekor Tertinggi
02 Mar 24, 07:41 WIB | Dilihat : 255
Elnusa Bukukan Laba 2023 Sebesar Rp503 Miliar
Selanjutnya
Sainstek
01 Nov 23, 11:46 WIB | Dilihat : 937
Pemanfaatan Teknologi Blockchain
30 Jun 23, 09:40 WIB | Dilihat : 1168
Menyemai Cerdas Digital di Tengah Tsunami Informasi
17 Apr 23, 18:24 WIB | Dilihat : 1429
Tokyo Tantang Beijing sebagai Pusat Data Asia
12 Jan 23, 10:02 WIB | Dilihat : 1577
Komet Baru Muncul Pertama Kali 12 Januari 2023
Selanjutnya