Gaya Banyu Intel Melayu

| dilihat 2426

AKARPADINEWS.COM | INTEL Melayu. Begitulah julukan baru Banyu Biru Djarot (35 tahun). Julukan itu disandangnya sebagai sindiran setelah dirinya pamer surat keputusan (SK) pengangkatannya sebagai anggota Dewan Informasi Strategis dan Kebijakan (DISK) Badan Intelijen Negara (BIN).

Sontak, pamer identitas sebagai spionase yang dilakukan Banyu Biru menuai cibiran khalayak. Bagaimana mungkin dirinya dapat menjalankan tugas-tugas intelijen jika terang-terangan mengaku sebagai bagian dari BIN?

Sutiyoso, kepala BIN geleng-geleng kepala. Dia pun akan mengevaluasi Banyu Biru yang dianggap merusak citra lembaga yang dipimpinnya, termasuk personil lain, agar kejadian serupa tidak terjadi lagi. Banyu Biru nampaknya memilih "tiarap" tatkala menjadi bulan-bulanan khalayak. Namun, dia dikabarkan sudah mengajukan mundur dari BIN dengan alasan tidak cocok menjalankan misi intelijen.

Ketua Komisi Pertahanan DPR Mahfudz Siddiq menilai, ada yang tidak beres dalam proses rekrutmen anggota BIN. Dia menilai, cara-cara yang dilakukan Banyu Biru menunjukan BIN tidak profesional dalam merekrut anggotanya. Dia juga mempersoalkan kepakaran Banyu Biru dibidang intelijen. Menurut politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, cara yang dilakukan Banyu Biru menunjukan ketidakpahaman tentang aturan dan tugas intelijen. "Yang bersangkutan tidak mengerti urusan-urusan Badan Intelijen Negara," kata Mahfudz di Gedung DPR, Jakarta, belum lama ini.

Sebagai bagian dari BIN yang direkrut secara khusus untuk memata-matai segala hal yang dicurigai dapat menjadi ancaman bagi negara, harusnya Banyu Biru merahasiakan betul tugas yang diembannya. Jangankan publik, orang terdekatnya pun harusnya tidak tahu pekerjaannya. Dia wajib merahasiakan identitas dirinya agar dapat dengan leluasa menjalan misi intelijen.

Namun, putra budayawan yang juga politisi, Eros Djarot itu tak mampu menjaga kerahasiaan. SK Kepala BIN Nomor Kep 311/XII/2015 yang dipajangnya di Path, langsung tersebar di berbagai media sosial lainnya. Sebagai jejaring sosial tertutup, Path yang memiliki fitur sebaran ke jejaring sosial terbuka, membuat khalayak tahu latarbelakang Banyu Biru. Di SK itu dijelaskan, pengangkatan dirinya sebagai anggota BIN per 1 Januari hingga 31 Desember 2016.

Tindakan yang dilakukan Banyu Biru jelas tak hanya soal keteledoran. Namun, juga terkait ketidaberesan dalam memilih orang-orang yang ditugaskan sebagai spionase. Kalau pun merasa tidak cocok menjalankan tugas tersebut, Banyu Biru harusnya tidak perlu harus membocorkan kerahasiaannya.

Menjadi agen rahasia harusnya melewati seleksi yang ketat. Mereka juga harus mengikuti pelatihan khusus di bidang intelijen, kontraintelijen, memahami prosedur kerja, cara berkomunikasi, termasuk kode etik intelijen. Mereka pun disumpah tidak menyalahgunakan jabatannya untuk kepentingan politik tertentu.

 

Dalam bertugas, mereka memegang prinsip, "Berani tidak dikenal, mati tidak dicari, berhasil tidak dipuji, dan gagal dicaci maki". Seorang intel harus "berani tidak dikenal", meski telah menjalankan tugas penting bagi negara. Agar rahasianya tidak bocor, dia harus bersedia dengan identitas anonimnya. "Mati tidak dicari" merupakan prinsip penyangkalan pemerintah (government denial) terhadap keberadaan seorang intel yang hilang atau mati terkait misi negara.

Karenanya, seorang intel yang bertugas, harus selalu siap untuk dianggap tidak ada. Kalau dikabarkan mati, dia tidak akan dicari. Sementara prinsip "berhasil tidak dipuji", menekankan pentingnya jiwa rendah hati seorang intel. Dirinya menjalankan tugas bukan karena ingin dipuji, menjadi terkenal atau bermotif mengincar jabatan tertentu.

Dan, seorang intel juga harus "Siap dicaci bila gagal" dalam menjalankan misinya. Karenanya, seorang intel berupaya betul untuk berhasil dalam menjalankan tugasnya. Prinsip itu yang kadang membuat profesi intelijen itu penuh misteri.

Sosok intel sejati tergambar dalam kehidupan Zulkifli Lubis yang dikenal sebagai bapak intelijen Indonesia. Sejarahwan Peter Kasenda, dalam buku berjudul Zulkifli Lubis Kolonel Misterius di Balik Pergolakan TNI AD menjelaskan, kehidupan Zulkifli Lubis sangat misterius.

Zulkifli pernah bergerilya di Sumatera saat perang kemerdekaan, memimpin Gerakan Anti 17 Oktober 1953 dan menjabat sebagai Deputi dan Pejabat Kepala Staf Angkatan Darat (AD) selama beberapa tahun dengan pangkat kolonel. Di tahun 1965, dia meletakkan jabatan tersebut karena dianggap sebagai gembong pemberontakan PRRI Permesta (1958).

Sebagai spionase sejati, Zulkifli berupaya tampil merendah, apa adanya, dan tidak menunjukan gelagat yang mencurigakan jika dirinya mengemban misi khusus. Dalam menjalankan misinya, dia juga menerapkan nasihat ayahnya, seorang pamong praja. “Met de hoet in de hand, komt ye in de gang in de wereld,” yang artinya: “Dengan topi di tangan, kau bisa datang ke seluruh dunia,” katanya seperti dikutip dalam  Majalah Tempo Edisi 29 Juli 1989.

Nasihat orang tuanya itu menekankan Zulkifli agar senantiasa hormat, sopan, tidak sombong. Menurut dia, ajaran itu sama dengan ajaran intelijen. Karenanya, saat memegang jabatan, Zulkifli tidak membatasi tamu-tamunya. Dari mereka, Zulkifli mendapatkan informasi gratis. “Kalau kau mencari nasihat, kau tidak akan bisa sombong. Kau harus mendengar bicara orang lain. Hargai pendapat orang lain.”

Zulkifli mengenal dunia intelijen setelah ditempa di akademi intelijen Jepang (Seien Dojo) pada tahun 1943. Kala itu, usianya 19 tahun. Jepang banyak merekrut pemuda untuk dididik menjadi intelijen. Orang tua, sanak keluarga, dan rekan-rekannya, tidak mengetahui perjalanan aktivitasnya selama di luar negeri. Di pertengahan tahun 1944, Rokugawa, mantan komandan Seinen Dojo mengajaknya ke Malaysia dan Singapura. Zulikfli diperkenalkan Mayor Ogi, yang pernah menjalani misi intelijen di Vietnam. Zulkifli belajar banyak seputar dunia intelijen dari Rokugawa.

Dia diajarkan bagaimana mengetahui sikap anti atau pro masyarakat di sebuah wilayah terhadap Jepang. Setelah memahami teknik-teknik spionase, Zulkifli ditugaskan untuk selalu melapor informasi kepada komandan Jepang untuk wilayah Asia Tenggara di Singapura. Rupanya, di Singapura, Fujiwara Kikan, sebuah badan rahasia Jepang untuk Asia Tenggara yang tersohor beroperasi. Setelah menjalani misi tersebut, Zulkifli kembali ke Indonesia. Ia dilibatkan oleh Jepang untuk membentuk jaringan intelijen di berbagai tempat di Jawa.

Setelah proklamasi kemerdekaan, Zulkifli dipercaya menduduki jabatan sebagai pimpinan pusat Badan Keamanan Rakyat. Dia juga ditugaskan membentuk badan intelijen yang diberi nama Badan Istimewa. Zulkifli juga membentuk Penyelidikan Militer Chusus (PMC) pada akhir tahun 1945. Badan ini mengirim eksepedisi ke Sumatera, Kalimantan, Maluku, dan Nusa Tenggara. Penyelundupan senjata dari Singapura pun dilakukan. Kegiatan ini dilakukan PMC di Sumatera dan Kuala Enoch atau Kuala Tungkal.

Zulkifli juga dipercaya Presiden Soekarno membentuk Badan Rahasia Negara Indonesia (Brani). Setelah peristiwa 17 Oktober 1952, di mana konflik internal dalam Angkatan Darat menguat, Zulkifli diangkat menjadi Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad), mendampingi Bambang Sugeng.

Setelah Bambang mengundurkan diri pada pertengahan 1955, ia menjadi Pejabat KASAD. Namun, posisinya ditentang karena Zulkifli lebih dianggap seorang intelijen daripada militer. Dia pun tergusur, digantikan Bambang Utoyo.

Kerahasiaan identitas intelijen menjadi hal prinsip yang harus dipegang teguh oleh seorang intelijen. Dengan begitu, agen rahasia dapat bergerak mudah melakukan identifikasi dan dengan cepat memberikan informasi seputar peristiwa yang dipantaunya.

Berbekal informasi itulah, aparat penegakan hukum lain bertindak mencegah terjadi kejahatan atau menghalau gerakan-gerakan yang dianggap dapat mengganggu keamanan negara. Tugas yang diemban itu tidak mudah. Karena, target yang menjadi sasaran intelijen juga menerapkan cara-cara kontra intelijen. Wajar jika sebuah misi intelijen seringkali mengalami kegagalan.

Peran intelijen sangat penting. Pengabaian informasi intelijen dapat mengancam keamanan sebuah negara. Itulah yang terjadi pada Rusia. Pemimpin Rusia, Josept Stalin pernah mengabaikan informasi intelijen Rusia jika Adolf Hitler, Nazi Jerman, akan menyerang Rusia.

Hitler diketahui selalu memantau situasi di Rusia. Hitler pun begitu piawai menyimpan rahasia. Stalin sebenarnya tahu Jerman akan menyerang Rusia. Namun, dia tidak tahu kapan penyerangan akan dilakukan. Namun, kesalahan Stalin adalah mengabaikan informasi agen rahasia Rusia. Dia tidak percaya dengan kabar Jerman akan menyerang pada tanggal 14 Juni 1941. Kabar peringatan itu disampaikan agen rahasia Rusia, Richard Sorge, dari Tokyo.

Stalin dengan sombongnya menilai, kabar-kabar akan ada penyerangan itu hanya sebatas propaganda Jerman. Dia menegaskan, perang tidak akan terjadi sampai tahun 1942. “Ini hanya propaganda yang sangat lucu yang dikirimkan oleh musuh-musuh Soviet,” katanya. Pernyataan Stalin itu yang membuat tentara Rusia tidak waspada saat ancaman serangan Nazi, didepan mata.

Sekitar pukul 03.30 pagi, Operasi Barbarossa digelar lewat utara, tengah, dan selatan. Kekuatan tentara Jerman saat itu luar biasa, terdiri Angkatan Darat yang memiliki pasukan 8 hingga 10 juta personil, dari 250 divisi, disertai 30.000 tank dan 16.000 pesawat tempur. Hitler mengepung musuhnya dari segala penjuru. Tentara Rusia di perbatasan yang terkepung pun dihancurkan.

Di abad 21 ini, pengabaian terhadap informasi intelijen yang berakibat fatal adalah tatkala terjadi serangan teroris Al-Qaeda, 11 September 2001 lalu yang menghancurkan menara kembar World Trade Center (WTC) dan Pentagon, Amerika Serikat.

Peristiwa yang berakhr tragis itu menegaskan akan pentingnya validitas informasi dan data yang dikumpulkan agen-agen rahasia. Karena biasanya, tindaklanjut laporan intelijen dari suatu kegiatan yang diduga mengancam stabilitas negara juga direspon dengan tindakan represif.  Jika informasi yang diberikan tidak valid, bisa-bisa memakan korban jiwa.

Intelijen adalah bagian dari sistem keamanan nasional. Intelijen memainkan peran sebagai penyuplai informasi peringatan dini, dan bahan untuk analisa dan penyusunan strategi. Intelijen memainkan peran dalam menopang kemampuan offensive dan defensive suatu negara.

Di sinilah kemampuan seorang intelijen dalam mengindentifikasi berbagai dinamika yang terjadi, baik di tingkat lokal, nasional, maupun internasional yang dapat mengancam keamanan negara. Sebagai penyuplai informasi dini, seorang intelijen dituntut mampu mengidentifikasi data dan informasi, melakukan seleksi data, dan menggali data dari sumber-sumber yang diduga terlibat langsung dalam kegiatan yang dapat mengancam negara.

Dia harus cakap dalam menganalisa informasi, melakukan operasi rahasia, dan melakukan upaya kontra intelijen. Jadi, tidak bisa semudahnya menjadi anggota intelijen. Dibutuhkan orang yang benar-benar memiliki kompetensi dan teguh memegang prinsip: "Berani tidak dikenal, mati tidak dicari, berhasil tidak dipuji, dan gagal dicaci maki".

Ratu Selvi Agnesia/M. Yamin Panca Setia

Editor : M. Yamin Panca Setia | Sumber : Berbagai sumber
 
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1181
Rumput Tetangga
Selanjutnya
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 236
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 460
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 451
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 420
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya