DPD di Simpang Senayan

| dilihat 2315

AKARPADINEWS.COM | MUSYAWARAH Kerja Nasional (Mukernas) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) merekomendasikan pembubaran Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Alasannya, senat Republik Indonesia itu dianggap tidak berguna. "DPD tidak berfungsi sama sekali," kata Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar di acara Mukernas PKB di Jakarta, Jumat (5/2) lalu.

Meski demikian, Muhaimin menambahkan, jika tidak dibubarkan, partainya merekomendasikan agar kewenangan DPD ditambah. Sekretaris Jenderal PKB Abdul Kadir Karding juga mengatakan, partai menawarkan dua opsi, yaitu diberikan diberi kewenangan yang terbatas atau sekalian menganut sistem satu kamar. Dengan kata lain, DPD dibubarkan.

DPD memang laksana hidup enggan, mati pun segan. Kewenangannya sangat terbatas yaitu hanya bisa mengusulkan dan membahas undang-undang tertentu. Soal disahkan atau tidak Rancangan Undang-Undang (RUU) yang diusulkan DPD, menjadi kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). "Mereka (DPD) tidak bisa apa-apa dengan kewenangan yang ada," kata Karding.

Dengan kewenangan yang terbatas itu, Karding mengakui, jika partainya mengusulkan agar DPD dibubarkan saja. Selain karena tidak efektif, keberadaan DPD juga menggunakan keuangan negara. "Anggaran yang dibutuhkan oleh DPD setiap tahunnya untuk operasional sangat besar," kata Karding.

Usulan pembubaran itu tentu ditentang DPD. Ketua DPD Irman Gusman menegaskan, DPD merupakan produk reformasi yang menuntut adanya keseimbangan antara DPR dan DPD, dan memperkuat checks and balances

Meski demikian, Irman menganggap, pernyataan Muhaimin justru ingin memperkuat DPD, dengan melakukan amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris menyesalkan pernyataan Muhaimin. Menurut dia, jika Muhaimin paham hukum tata negara, harusnya DPD diperkuat lewat amandemen UUD 1945. "Jadi, bukan malah dibubarkan,” tegasnya. Fahira juga menyesalkan jika Mukernas PKB tidak mengevaluasi kinerja DPR dan partai politik yang dinilai publik sebagai institusi yang paling tidak dipercayai. "Itu yang sering tertangkap KPK, siapa? Anggota DPR," kritiknya. Dia juga mengkritik kinerja DPR yang selalu gagal memenuhi target Program Legislasi Nasional (Proglegnas).

Hubungan DPR-DPD selama ini, memang rada terkesan kurang harmonis. Sejak awal, DPR menunjukan gelagat ketidaksukaan kehadiran DPD di Senayan. Sebenarnya, DPD dibentuk untuk memperkuat parlemen dalam menjalankan tugasnya merespon dan memperjuangkan aspirasi masyarakat di daerah sesuai daerah pemilihannya.

Dengan sistem bikameral (dua kamar), bersama DPR, DPD berwenang merekomendasikan aspirasi masyarakat untuk dijadikan referensi bagi DPR dalam menyusun dan menetapkan UU.

DPD juga diharapkan menyikapi isu-isu terkait pelaksanaan otonomi daerah yang kian kompleks. Oktober 2004 lalu, keanggotaan DPD terbentuk. Kehadirannya dianggap mendesak.

Menurut Pasal 22D (1) UUD 1945, DPD dapat mengajukan usulan Rancangan Undang-Undang (RUU) kepada DPR yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, dan pemekaran serta penggabungan daerah. DPD juga dapat mengajukan masukan soal pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Namun, kewenangan DPD itu sebatas merekomendasikan. Soal ditindaklanjuti atau tidak untuk dijadikan UU, tergantung DPR.

Hubungan yang kurang harmonis dengan DPR, menyebabkan DPD, sejak menghuni Senayan, gagal memposisikan diri sebagai mitra DPR dalam melaksanakan fungsi legislasi. Publik pun menilai kontribusi DPD belum signifikan dalam memperjuangkan aspirasi daerah. Termasuk, manuver anggota DPD dalam menyikapi berbagai isu yang menjadi perhatian khalayak. Terkesan, DPD tidak bersuara.

Dari sisi legislasi, sejumlah RUU yang direkomendasikan DPD yang menyangkut kepentingan daerah, tak jelas tindaklanjutnya. Dan, DPR tidak melanggar bila semua rekomendasi DPD tidak direspons. Wajar, jika kemudian muncul pandangan agar DPD dibubarkan saja karena tak berfungsi.

Namun, yang harusnya didorong adalah penguatan DPD lewat amandemen UUD 1945, bukan justru membubarkannya. Dan, hal itu yang telah lama diperjuangkan DPD. Jauh sebelumnya, DPD mendorong amandemen kelima UUD 1945 yang diarahkan untuk memperkuat kewenangan DPD dan memperbaiki sistem ketatanegaraan. Namun, wacana itu tidak mendapatkan respon dari DPR dan pimpinan partai politik.

DPD bagai “anak haram” yang tidak direstui kelahirannya oleh DPR karena ada ketakutan eksistensi DPR akan terancam. Saat menyongsong kelahiran DPD, begitu alot perdebatan di DPR seputar pembahasan mengenai peran, fungsi dan wewenang DPD.

Mayoritas DPR pun memutuskan hanya memberikan wewenang kepada DPD sebatas memberikan pertimbangan seputar persoalan di daerah. Ketidakrelaan DPR itu menyisakan kendala dalam memperjuangkan aspirasi rakyat di daerah.

Ketidakberdayaan DPD karena keterbatasan wewenang seperti diatur dalam UUD 1945 Pasal 22 D. Ketentuan itu hanya memberikan wewenang kepada DPD yang sebatas mengajukan atau ikut membahas RUU bersama DPR. Tidak ada kewenangan DPD untuk menyetujui atau menolak sebuah RUU. Aturan itu yang kemudian membuat mandul DPD.

Kini, posisi DPD pun makin dilematis. Pasalnya, anggota DPR juga dipilih langsung oleh rakyat berdasarkan suara terbanyak sehingga mengukuhkan klaim sebagai wakil rakyat yang diutus di parlemen. Sementara untuk mengamandemen UUD, harus diusulkan minimal 1/3 jumlah anggota MPR/DPR. Sementara jumlah anggota DPD tidak sampai 1/3 dari keseluruhan anggota MPR/DPR.

M. Yamin Panca Setia

Editor : M. Yamin Panca Setia | Sumber : Berbagai sumber
 
Seni & Hiburan
03 Des 23, 14:05 WIB | Dilihat : 516
Kolaborasi Pelukis Difabel dengan Mastro Lukis
29 Sep 23, 21:56 WIB | Dilihat : 1602
Iis Dahlia
09 Jun 23, 09:01 WIB | Dilihat : 1390
Karena Lawak Chia Sekejap, Goyang Hubungan Kejiranan
Selanjutnya
Humaniora
02 Apr 24, 22:26 WIB | Dilihat : 515
Iktikaf
31 Mar 24, 20:45 WIB | Dilihat : 1043
Peluang Memperoleh Kemaafan dan Ampunan Allah
24 Mar 24, 15:58 WIB | Dilihat : 263
Isyarat Bencana Alam
16 Mar 24, 01:40 WIB | Dilihat : 736
Momentum Cinta
Selanjutnya