Dinamika Menjemput Masa Depan ASEAN

| dilihat 1123

Perdana Menteri Malaysia, Tun Dr Mahathir Mohamad (Dr.M) mengatakan, sudah saatnya negara-negara anggota ASEAN mengambil upaya khusus untuk meningkatkan perdagangan internal di kawasannya.

Pernyataan itu dikemukakan Tun Dr.M, satu di antara dua pendiri ASEAN - selain Sultan Hasanal Bolkiah --  yang masih memimpin pemerintahan. Malaysia adalah negara terkaya ketiga di kawasan ini, setelah Singapura dan Brunei Darussalam.

Tun Dr.M menyatakan pandangannya, hampir sebulan lalu (24 Juni 2019) selepas Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke 34 di Bangkok.

Dikemukakannya, perdagangan di lingkungan internal ASEAN, kecil, hanya 35 persen dibandingkan dengan kelompok lain seperti Uni Eropa yang mencatat ikatan perdagangan melebihi 40 persen.

Dia menyeru, perlu upaya khas yang dilakukan untuk memperkuat ikatan perdagangan di 10 negara Asean. Terutama, karena ada kebutuhan untuk melihat prosedur dan proses untuk meningkatkan perdagangan antara negara-negara Asean.

Optimistik Tun mengatakan, Asean telah membuat banyak kemajuan. Bahkan dikatakannya, dibandingkan dengan pengelompokan regional lainnya, anggota Asean bekerja bersama, saling membantu ekonomi satu sama lain dan hidup berdampingan secara damai.

Tegas, Tun mengemukakan, pengelompokan regional lain tidak menikmati koeksistensi damai seperti ASEAN.

Pernyataan Tun tak terlalu jauh dari pernyataannya ketika berdialog dengan para jurnalis Indonesia Malaysia di kantornya, Maret 2019 lalu.  Dan pandangan itu, relevan dengan komitmen ASEAN yang dikemukakan Perdana Menteri Thailand selaku Ketua ASEAN, Jenderal Prayut Chan-o-cha, ihwal  kemitraan yang memajukan untuk keberlanjutan (pembangunan).

Prayut mengatakan pemerintah di negara-negara ASEAN berkomitmen untuk mengedepankan kerja baik dan inisiatif dari masa sebelumnya dalam upaya " mewujudkan impian yang kita semua telah tetapkan dan untuk memastikan orang-orang Asean, sekarang dan di masa depan, dapat menghadapi tantangan yang datang dan benar-benar mendapat manfaat dari Asean."

Prayut mengemukakan, kepemimpinan Thailand mencerminkan impian untuk menciptakan Komunitas Asean yang berpusat pada rakyat, yang tidak meninggalkan siapa pun di belakang dan memastikan orang-orang hidup di wilayah yang damai, stabil, dan sejahtera. Sekaligus mengambil keuntungan dari Revolusi Industri Keempat untuk meningkatkan daya saing mereka dan membangun kekebalan terhadap efek negatif dari teknologi yang mengganggu, sehingga dapat maju menuju “Digital dan Green Asean.”

Prayut meminta negara-negara anggota untuk memperkuat kemitraan melalui memperdalam kerja sama baik di dalam ASEAN maupun dengan mitra luarnya.

Dia juga mendesak semua negara anggota untuk mempromosikan konektivitas di semua dimensi, mulai dari infrastruktur digital, peraturan dan regulasi hingga tautan antar warga untuk membangun "Asean Seamless."

Pandangan dua pemimpin negara-negara ASEAN ini, menarik disimak dan didalami, karena dalam kompetisi internal ASEAN memang terjadi dinamika yang bergerak luar biasa. Vietnam, misalnya, sejak dua dasawarsa terakhir mengalami kemajuan pesat, dan kini bahkan sudah jauh meninggalkan Indonesia dan Filipina.

Akselerasi dan dinamika yang terjadi di Vietnam, telah mendorong negeri yang diproklamasikan kemerdekaannya oleh Ho Chi Minh dan berjaya menaklukan penjajahan Amerika Serikat di era modern, sejak 2010 mengalami pertumbuhan ekonomi yang luas biasa, bahkan sampai mencapai 10 persen, ketika rata-rata negara ASEAN mengalami pertumbuhan sekitar 5 sampai 6 persen.

Sikap terbuka dan meninggalkan otoriterianisma telah memungkinkan Vietnam menunjukkan nation houd dan nation dignity, terutama ketika bermitra dengan China. Khasnya dalam konteks investasi yang mendahulukan tenaga kerja lokal.

Malaysia (seperti Indonesia) akan menghadapi masalah yang sama, masih berkutat dengan urusan dalaman (internal) yang pelik, karena sosio habitus politisi dan kaki-tangannya yang masih memikirkan kepentingan kelompok dan golongan. Pun menghadapi persoalan rasuah (korupsi, suap, dan fraud) yang menghambat kemajuannya.

Indonesia, bahkan mengalami kondisi yang relatif tak lebih baik dalam hal kemitraan untuk kepentingan menarik foreign direct invesment dan utang, sehingga nyaris tak mengabarkan kondisi obyektif neraca keuangan negara kepada rakyatnya secara terbuka.

Selebihnya, Indonesia - Malaysia - Thailand dan juga Filipina masih akan menghadapi persoalan karena hidup di kawasan ring of fire, yang selalu terancam oleh gempa dan tsunami. Juga bencana alam lainnya.

Menyadari hal itu, Thailand berinisiatif meluncurkan Berikat Satelit di Provinsi Chainat di bawah Sistem Logistik Darurat Bencana untuk ASEAN (Delsa).  Berikat Satelit akan memungkinkan Asean dan Pusat Koordinasi Asean untuk Bantuan Kemanusiaan dalam Ppenanggulangan Bencana (AHA Centre) di Indonesia, lebih efektif mengejar mobilisasi cepat dan distribusi barang-barang bantuan ke negara-negara anggota ASEAN yang terkena bencana.

Sekretariat ASEAN di Jakarta mengatakan berikat satelit akan semakin memperkuat respons kolektif ASEAN terhadap bencana alam di bawah semangat “One Asean, One Response,” mengikuti jejaring dengan gudang regional di Malaysia dan gudang di Filipina.

Prayut mengisyaratkan, dengan konsepsi ASEAN Berkelanjutan di semua dimensi (ekonomi, lingkungan, keamanan manusia, dan keamanan negara), dalam konteks masa depan akan menjadi DNA (deoxyribonucleic acid) ASEAN - inti gen pada seluruh organisme - secara metaforik. Termasuk dalam merumuskan kembali infrastruktur keuangan ASEAN yang diinisasi Indonesia pada era Menteri Keuangan Budiono dan membantu penyelamatan ekonomi ASEAN.

Infrastruktur keuangan ASEAN, itu pada dekade 2000-an banyak manfaat. Tak terkecuali bagi Malaysia, yang memilih jalan tidak masuk ke dalam skema yang ditawarkan International Monetery Fund (IMF) dan Bank Dunia kala mengatasi krisis 1998. Kendati kemudian, di era pemerintahan Perdana Menteri M. Najib, berkarib-karib lagi dengan IMF.

Masa depan negara-negara ASEAN, menghadapi tantangan yang tidak ringan, mulai dari gagasan China tentang OBOR (One Belt One Road) di satu sisi dan gagasan Amerika Serikat tentang kerjasama ekonomi TPP (Trans Pacific Partnership). Kedua inisiatif itu terkait dengan 'perang dagang' China - Amerika Serikat. Khasnya, karena kedua inisiatif itu akan terkait dengan salah satu hal yang asasi bagi terkait perdagangan negara-negara ASEAN, yang dalam banyak hal berkaitan dengan pendapatan dan belanja negara, dan mempengaruhi kesejahteraan rakyat.

Malaysia dengan sikap Tun Dr. M sudah sangat jelas. Apapun inisiatif internasional dan siapapun penggagasnya, bisa diterima dengan prinsip keadilan dan kesetaraan. China dan Amerika Serikat, terbuka berinvestasi di Malaysia tetapi harus mengikuti sistem dan peraturan Malaysia yang tak bisa diintervensi. Antara lain, pasal tenaga kerja.

Filipina dan Brunei Darussalam seirama dengan Malaysia. Bahkan dalam konteks persoalan Laut China Selatan, Malaysia - Filipina dan Vietnam bersikap sama. Khasnya dalam menentukan batas teritori berbasis kedaulatan negara-bangsa. Apalagi Filipina pernah punya pengalaman ketika beberapa bagian di wilayah negaranya menjadi pangkalan militer Amerika Serikat.

Masa depan ASEAN akan baik dan kesejahteraan rakyatnya akan meningkat, bila pemerintahannya mempunyai sikap yang sama tegas untuk mengutamakan rakyat, dalam keadaan apapun. Karena kesembronoan dalam menyikapi China - Amerika atau negara manapun, ujungnya adalah terampasnya kedaulatan rakyat.

Dalam hal utang luar negeri, misalnya, terutama utang negara dan utang swasta. Tun Dr.M mengambil sikap, mengembalikan kebijakan pada aturan di masa dia menjadi Perdana Menteri kali pertama -- selama dua dasawarsa. Termasuk kontrol terhadap utang luar negeri swasta, yang langsung tak langsung bisa menjadi beban negara.

Dinamika ASEAN menghadapi masa depan, sebagaimana pandangan Tun Dr.M, Hasanal Bolkiah, Duterte, dan Nguyen Phu Trong mesti bermula dari komitmen tegas dan dilaksanakan konsisten: mendahulukan rakyat, memajukan bangsa.

Pasalnya?  Walaupun Asia Tenggara telah mengalami pertumbuhan ekonomi yang signifikan, Asia merupakan wilayah di persimpangan jalan. Pertumbuhannya yang berkelanjutan bergantung pada kerja sama regional yang lebih dalam dan integrasi dari perspektif kebijakan, dan intervensi yang didorong pasar oleh bisnis yang seirama dengan prinsip Destinasi Asia Tenggara: Jalur Bersama untuk Pertumbuhan Masa Depan?

Garis mulainya adalah pertumbuhan pendapatan domestik bruta negara-negara anggotanya yang  riil dan stabil; pasar konsumen yang substansial (dan terus tumbuh); tenaga kerja (dalam negeri) yang kuat; dan transisi ekonomi - pasar yang stabil di seluruh ruang ekonominya. Kekuatan ekonomi ASEAN akan tangguh mulai 2025, ketika masing-masing negara dikelola pemerintahan yang mampu menegakkan kedaulatannya secara nyata ! | Shahreza

Editor : Web Administrator | Sumber : berbagai sumber
 
Sainstek
01 Nov 23, 11:46 WIB | Dilihat : 919
Pemanfaatan Teknologi Blockchain
30 Jun 23, 09:40 WIB | Dilihat : 1153
Menyemai Cerdas Digital di Tengah Tsunami Informasi
17 Apr 23, 18:24 WIB | Dilihat : 1411
Tokyo Tantang Beijing sebagai Pusat Data Asia
12 Jan 23, 10:02 WIB | Dilihat : 1558
Komet Baru Muncul Pertama Kali 12 Januari 2023
Selanjutnya
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1158
Rumput Tetangga
Selanjutnya