Bekerjalah, Tanpa Menebar Gaduh

| dilihat 1618

AKARPADINEWS.COM | KICAUAN bernada kritik disampaikan Prabowo Subianto. Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) itu mempersoalkan orang-orang di sekitar Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang sering menebar gaduh. "Kita prihatin justru banyak kegaduhan-kegaduhan yang tak perlu ditimbulkan oleh beberapa individu dalam pemerintah sendiri," kritik Prabowo lewat akun twitter pribadinya, Kamis (21/5).

Mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Danjen Kopassus) itu tidak menyebut orang-orang di sekitar presiden yang sering menebar gaduh. Dia hanya mengingatkan agar orang-orang itu mengindahkan seruan Jokowi yang menekankan pentingnya stabilitas politik guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Di acara Kongres Partai Amanat Nasional (PAN), di Jakarta, 6 Mei 2015 lalu, Jokowi menyerukan pentingnya menjaga stabilitas politik yang berpengaruh terhadap stabilitas ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini memang rada melambat. Janji Jokowi yang akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi hingga 7 persen, nyatanya menukik di 4 persen, terendah sejak Indonesia lepas dari krisis ekonomi tahun 1997 yang rata-rata pertumbuhan ekonomi di atas lima persen.

"Presiden Jokowi dalam berbagai kesempatan mengatakan, tidak mungkin ekonomi kita maju kalau politik kita terus gaduh," tulis Prabowo. Kicauan Prabowo itu sepertinya mengingatkan Jokowi agar menertibkan para pembantunya untuk bekerja, tanpa membuat gaduh karena dianggap memanfaatkan kewenangan untuk mengintervensi kekuatan politik yang berseberangan dengan pemerintah. "Ketenangan politik akan terwujud kalau demokrasi dihormati dan dijalankan. Tak boleh ada akal-akalan terhadap hukum dan demokrasi," tulisnya.

Prabowo memang tidak menyebut orang di pemerintahan yang kerap membuat gaduh lantaran akal-akalan menerapkan hukum dan demokrasi. Namun, dapat diketahui sosok yang dimaksud Prabowo. Kicauannya menohok ke menteri yang dianggap mengusik mitranya di Koalisi Merah Putih (KMP), gerbong politik yang berada di luar pemerintahan. Sebagai salah satu pentolan KMP, Prabowo tak rela jika salah satu mitranya di KMP diobok-obok oleh pemerintah.

Adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly yang menjadi sasaran kritik sejumlah pentolan KMP. Sampai-sampai, Yasonna pun "di-angket-kan" oleh politisi Senayan yang menjadi mitra KMP. Angket bergulir lantaran Yasonna mengesahkan kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar kubu Agung Laksono. Yasonna dituding menjadi aktor yang memanfaatkan kisruh di internal Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Dia dianggap tidak imparsial dalam menyikapi polemik di kedua partai itu.

Lewat kewenangan yang dimilikinya, Yasonna cenderung membela Agung. Yasonna juga dituding berpihak di kubu Rommahurmuziy, Ketua Umum PPP hasil Muktamar Surabaya daripada kubu Djan Faridz, Ketua Umum PPP hasil Muktamar Jakarta. Keberpihakan Yasonna itu dianggap manuver politik untuk menggiring Golkar dan PPP merapat ke kubu pemerintah.  Akibatnya terjadilah kegaduhan. Kubu Ical menuding ada pihak lain yang menyetir Yasonna untuk mempreteli Golkar.

Aburizal Bakrie, Ketua Umum Partai Golkar hasil Musyawarah Nasional (Munas) Bali memperingatkan agar Yasonna tak melanggar seruan Presiden Jokowi. Di sela-sela acara Musyawarah Nasional Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) di Cilegon, Banten, Kamis (21/5) lalu, Ical memperingatkan, kebijakan Yasonna yang berpihak kepada kubu Agung dapat mengganggu stabilitas politik. Ical berserta pendukungnya juga memperingatkan Yasonna agar tidak mengajukan banding atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang mengabulkan gugatannya.

Senin, 18 Mei 2015, Majelis Hakim PTUN mengabulkan gugatan kubu Ical, yang menuntut pembatalan Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) yang mengesahkan kepengurusan Partai Golkar hasil Munas Ancol, Jakarta, pimpinan Agung. Namun, Yasonna keukeuh akan mengajukan banding. Agung juga memastikan akan mengajukan banding atas putusan PTUN. Kekhawatiran akan makin gaduhnya politik bisa terjadi. Pasalnya, dualisme kepemimpinan di partai akan menganggu proses Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang akan berlangsung tahun ini.

Karenanya, cukup beralasan jika Yasonna secara imparsial, memediasi antara kubu Agung dan Ical. Kisruh yang tak berujung antara Ical versus Agung jangan justru dimanfaatkan untuk kepentingan politik. Jika banding berlanjut, kegaduhan politik yang disuarakan para pihak yang berada di luar pemerintahan pada akhirnya akan mengusik efektifitas pemerintahan. Seperti kata Jokowi, stabilitas politik dan keamanan dibutuhkan untuk mendukung pembangunan. "Kalau masih ribut, ramai terus, tantangan kita makin berat," kata Jokowi saat memberikan sambutan di Kongres PAN, di Jakarta, 6 Mei lalu.

Selain dianggap campur tangan dalam persoalan konflik di internal partai, para pembantu Presiden Jokowi juga kerap melontarkan pernyataan yang memancing keriuhan. Belum lama ini, Presiden RI Keenam, Susilo Bambang Yudhoyono menyesalkan pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said terkait keberadaan PT Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) yang dianggap sarang mafia migas. Lewat akun twitternya, SBY merasa difitnah oleh Sudirman yang menyebut pemberantasan mafia migas sering berhenti di meja SBY kala menjabat sebagai Presiden.

SBY menegaskan, tidak usulan yang diterimanya terkait pembubaran Petral. "Tidak ada yang mengusulkan ke saya agar Petral dibubarkan. Saya ulangi, tidak ada. Kalau ada pasti sudah saya tanggapi secara serius," tulis SBY. Sampai-sampai, SBY melakukan verifikasi kepada mantan Wakil Presiden Boediono dan lima mantan menteri terkait guna memastikan ada atau tidaknya usulan pembubaran Petral. "Semua menjawab tidak pernah ada. Termasuk tidak pernah ada tiga surat yang katanya dilayangkan oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan waktu itu," tegasnya.

Mantan Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan juga menolak rencana pembubaran Petral. Karen mengklaim, berkat dukungan Petral, Pertamina bisa melakukan efisiensi pengadaan minyak mentah dan produk BBM senilai 283 juta dollar AS di 2011 lalu.

Soal komplain pernyataan SBY itu, kepada wartawan di Istana Negara, Jakarta, (19/5), Sudirman mengatakan, hanya menjalankan mandat untuk menata pengolahan migas. Sudiman menilai, dalam pengelolaan migas, pemerintah berserta stakeholders lainnya, mengetahui persis situasinya. Sudirman pun menganggap, pembubaran Petral bukan keputusan besar. Namun, pernyataan Sudirman itu rada berbeda dengan pernyataan sebelumnya. 1 November 2014 lalu, Sudirman mengatakan, pemerintah tak berencana membubarkan Petral. Namun, perlu pengawasan agar lebih berpihak kepada kepentingan nasional. Dia juga membantah tudingan sejumlah kalangan jika Petral menjadi sarang mafia migas dan tidak mempersoalkan kedudukan Petral di Singapura. Lantas, apa yang menyebabkan Sudirman melontarkan pernyataan akan membubarkan Petral?

Pada dasarnya, upaya pemerintah dalam memerangi mafia di sektor migas wajib didukung. Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi yang dipimpin Faisal Basri diharapkan fokus menutup semua celah menyusupnya mafia di sektor migas, mulai dari proses perizinan, memangkas birokrasi, mempercepat revisi UU Migas, dan mendorong terciptanya iklim industri migas yang tidak diramaikan praktik pemburuan rente. Pemerintah juga tak cukup sekadar membubarkan Petral, tanpa meringkus para mafia migas yang biasa mangkal di Petral. Rakyat tentu menanti bukti pemerintah, bukan sekadar melontarkan tudingan yang dapat memperkeruh politik yang pada akhirnya justru dapat memicu politisasi yang dapat menghambat efektifitas penataan tata kelola migas.

Bukan kali pertama, kegaduhan muncul lantaran pernyataan para pembantu Jokowi yang terkesan mencari kambing hitam saat dihadapi tekanan sejumlah kalangan lantaran masalah yang dihadapi saat ini. Rakyat sudah jengah dengan laku pejabat maupun politisi yang sekadar saling tuding, tanpa membuktikan adanya perbaikan kinerja. Rakyat menanti kerja-kerja mereka, baik yang duduk di pemerintahan maupun di dalam dan di luar parlemen. Banyak persoalan lain yang sangat penting segera dituntaskan, daripada bermanuver menjatuhkan lawan atau menggunakan jurus mencari kambing hitam.

Rakyat saat ini didera dampak kenaikan harga akibat penerapan kebijakan naik turun harga bahan bakar minyak (BBM), belum lagi persoalan melorotnya nilai tukar rupiah, yang saat ini berada di atas level Rp13.000 per dolar AS. Belum lagi kasus beredarnya beras palsu yang memicu kecemasan sosial. Persoalan itu butuh langkah nyata pemerintah, dengan melakukan akselerasi kebijakan dan kinerja pemerintah yang meningkatkan ekspektasi pertumbuhan ekonomi.

Pemerintah jangan lepas tangan menyikapi lemahnya nilai tukar rupiah. Faktor eksternal yang di luar kemampuan pemerintah untuk melakukan intervensi sering menjadi alasan yang kerap disuarakan. Pemerintah pun seakan tak gundah dengan melemahnya rupiah karena yakin tidak akan menggerus anggaran negara. Pasalnya, pemerintah telah memangkas subsidi BBM. Di APBN Perubahan tahun 2015, subsidi BBM tercatat Rp81 triliun, jauh lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai Rp276 triliun.

Namun, langkah instan pemerintah dengan menaikan harga BBM berdampak pada perekonomian, khususnya kalangan bawah. Pasar bergerak fluktuatif. Ulah spekulan yang memainkan harga komoditas utama sebagai imbas kenaikan harga BBM, membuat masyarakat makin menjerit. Kenaikan harga minyak dunia memang sulit diperkirakan. Pemerintah juga tidak bisa campur tangan mengurusi situasi politik dan keamanan di kawasan timur yang berpengaruh terhadap fluktuasi harga minyak dunia. Belum lagi ulah spekulan yang sulit dikendalikan.

Persoalannya, rakyat tak mengharap argumentasi yang terkesan melakukan pembelaan. Namun, rakyat mengharap agar pemerintah mencari cara memulihkan nilai tukar rupiah, mengendalikan harga akibat kenaikan harga BBM, dan sebagainya. Rakyat ingin pemerintah lebih mengintensifkan intervensi pasar guna melindungi konsumen dan industri domestik, menutup celah terjadinya inefisiensi anggaran, mendorong industri memaksimalkan ekspor guna memanfaatkan momentum naiknya nilai tukar dolar, dan sebagainya.

Sebagai pemegang mandat kekuasaan, Jokowi beserta pembantunya juga tak perlu alergi dengan kritik. Apalagi, dengan membalas lewat cara-cara yang menghimpit kekuataan politik penyeimbang yang perannya sangat penting dalam politik demokratis dan mengantisipasi penyalahgunaan kekuasaan. Selain itu, di kala kekuataan politik di luar pemerintahan lebih kuat dibandingkan kekuatan koalisi pendukung pemerintah, maka Jokowi harus lebih mampu membangun komunikasi yang baik guna menghindari keregangan politik. Walau bagaimana pun, Jokowi membutuhkan dukungan politik dari luar pemerintahan guna memastikan pemerintahan yang dipimpinnya dapat berjalan dengan efektif sehingga mampu merealisasikan janji-janjinya menyejahterakan rakyat.

M. Yamin Panca Setia  

 

Editor : M. Yamin Panca Setia
 
Humaniora
02 Apr 24, 22:26 WIB | Dilihat : 534
Iktikaf
31 Mar 24, 20:45 WIB | Dilihat : 1058
Peluang Memperoleh Kemaafan dan Ampunan Allah
24 Mar 24, 15:58 WIB | Dilihat : 286
Isyarat Bencana Alam
16 Mar 24, 01:40 WIB | Dilihat : 752
Momentum Cinta
Selanjutnya
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1193
Rumput Tetangga
Selanjutnya