Menjejak Langkah Keliling Danau Toba (Nota Dua)

Mengulang Kenangan Sepanjang Jalan

| dilihat 1400

Catatan Perjalanan Bang Sèm

 

Pokok durian berbanjar rapat

Pokok mempelam tegak ke atas

Telusur jalan hingga Parapat

Kenangan silam melintas-lintas

 

Agak berbeda dengan kebiasaan bepergian sebelumnya, kali ini saya tak punya espektasi, kecuali hendak melihat dan merasakan perubahan apa yang terjadi sepanjang jalan dari Kualanamu ke Parapat, Danau Toba.

Memang sudah lama saya tak berkunjung ke Parapat untuk menikmati keindahan semesta yang diciptakan Allah. Bung Faris dan Prof. OK Saidin yang mentaja perjalanan ini, menambah sejumlah informasi anyar, memperbarui informasi yang sebelumnya saya peroleh dari kerabat. Termasuk informasi tentang ruas - ruas baru jalan tol yang sedang dibangun.

Faris, sambil senyum, menambah informasi ihwal lahan yang terkapling-kapling. Karena kepala saya masih pening, saya pejamkan mata, tapi telinga masih mendengar suara Prof. Saidin yang menguji mahasiswanya dalam online exam format.

Pun percakapan Ilham Bintang yang duduk di sebelah saya dengan Faris yang mengemudi dengan gaya 'pandu cermat.' Sekali sekala Asro Kamal Rokan menimpali.

Topik perbincangan pun beragam. Mulai dari jarak tempuh, kondisi jalan yang membaik kualitasnya di berbagai ruas, dan tak cukup mulus di berbagai ruas lainnya. Pun tentang kedai kopi Rasa di Siantar, yang kerap dikunjungi Faris dan Prof. OK Saidin, yang saya kenali sebagai dua sosok 'perawat' gairah Melayu.

"Belum bermakna ke Siantar sebelum menikmati kopi di kedai ini," tukas Faris, yang berbakat sebagai barista dengan racikan kopi khas. Dia selalu membawa kopi khas ke mana pun pergi jauh. Kopi jamu.

Menahan Tawa

Asro dan Ilham, serta sekali-sekala Prof. Saidin, bicara tentang Siantar Man. Tokoh-tokoh bangsa berskala nasional dan internasional yang pernah menjalani kehidupannya di kota yang terkesan, nyaris tersentuh 'begitu saja' oleh perubahan.

Saya senang, mendengar Asro berkisah tentang masa kecil dan belianya, acap berlibur ke Brastagi dan Parapat. Sambil terpejam, saya membayangkan masa puluhan tahun silam. Masa, ketika Provinsi Sumatera Utara masih disebut sebagai Provinsi Sumatera Timur.

Pun, potongan pendek kisah kehidupannya kala belia yang tumbuh dengan dunia sastra, teater, dan jurnalistik, sampai hijrah ke Jakarta. Lantas melalui perjuangan panjang untuk mencapai posisi sosial dan profesionalnya sebagai pimpinan redaksi beberapa media dan Pemimpin Umum LKBN Antara, lalu menginisiasi perubahan status kantor berita milik negara itu menjadi BUMN seperti sekarang.

Terbayang dan terulang ingat lagi, bagaimana Asro dan sejumlah temannya, saat jelang Pemilu 2004, mesti melintasi jalur Medan - Parapat di malam hari untuk menemui seorang tokoh politik nasional yang sedang berada di Parapat. Tentu untuk mengkonfirmasi ihwal pergantian Kepala Negara Republik Indonesia, secara langsung -- via Pemilihan Presiden - Wakil Presiden -- untuk pertama kalinya.

Tak kalah menarik, juga penggalan-penggalan kisah tentang dunia jurnalistik, politik, film, dan wisata. Termasuk aneka joke yang mengundang senyum. Saya menahan tawa, kuatir batuk.

Jarak Kualanamu - Parapat sekira 108.4 kilometer, dengan mengambil jeda untuk makan dan minum kopi, kami tempuh lebih tak kurang dari lima jam. Sepanjang jalan itu juga, saya mengulang kenangan lampau.

Karunia Tuhan

Sambil terpejam, terulang kenangan saya masa lalu yang masih melekat. Pengalaman beberapa kali menelusuri jalan ini, bermalam di Parapat, lantas menyeberang dengan fery ke Pulau Samosir. Kenangan itu bak video lama yang terputar ulang dalam ingatan, karena kondisi jalan yang baik untuk kendaraan melaju.

Penghujung dekade 90-an saya mondar-mandir ke daerah ini, memasang pemancar penguat signal siaran televisi di Sibolangit, milik salah satu stasiun televisi. Lantas, bersama Herry Ketaren memproduksi beberapa video dokudrama adat resam budaya beberapa suku di kawasan sekeliling Danau Toba.

Saya membuka mata, ketika kendaraan berhenti sejenak di seberang padang Seribu Dolok, lantas melaju melewati Huta Mariah. Lalu, memasuki Batu Gantung, melipir jalan di atas tepian danau Toba, Pantai Bebas. Saya 'memetik' beberapa gambar, beberapa situasi jalan berlatar Danau Toba.

Kendaraan yang dikemudikan Faris terus melaju dalam kecepatan yang terukur, sehingga kami bisa leluasa memotret  lingkungan sekitar. Kendaraan menelusuri jalan meliuk naik, hingga tiba di tujuan, Hotel Niagara yang luas dan indah.

Kami nikmati kesejukan alami yang menjadi penanda, betapa relasi manusia dengan manusia, alam dan dengan Tuhan tak pernah terpisahkan.

"Fabi'ayyialaa irabbikuma tukadziban.. Nikmat dari Tuhanmu mana lagi kah yang kamu dustakan," gumam Ilham. Sambil memandang Danau Toba di kejauhan dari salah satu teras hotel ini, saya bergumam dalam hati, "Hadza min fadhli rabbi. Semua ini karunia dari Tuhan.."

Selalu 'Mengundang' untuk Dikunjungi

Kami masuk ke dalam vila, lalu ke kamar masing-masing. Usai menjama' salat Dzuhur dan Ashar, dan minum obat yang diberikan Prof. Saidin, saya langsung rebah, istirah. Sempat lelap tertidur.

Tubuh terasa agak segar selepas mandi. Duduk di beranda dengan hembusan angin sejuk. Di hadapan, gunung dengan tebing-tebing berhutan pinus dengan formasi geologis alami, terkesan memagari Danau Toba.

Hamparan desa terlihat di bawah, dengan sebaran rumah penduduk, hotel, penginapan, dan sarana wisata lainnya. Atap-atapnya beragam. Air danau nampak 'diam,' dan tenang. Mmm.. melintas di benak parodi pepatah. 'Air tenang menenggelamkan..'  Beberapa waktu sebelum kami tiba, memang tular berita, ada dua belia yang tenggelam di danau terbesar itu.

Di kejauhan, di atas air yang tenang itu, nampak beberapa ferry dari Samosir menuju dermaga di Perapat. Mulanya, Faris mengagendakan, kami menyeberang ke Samosir, lalu mengurungkan, karena repot dan tak cukup waktu.

Bagi saya, Danau Toba (seperti halnya Danau Matano di Sorowako, Sulawesi Selatan) adalah danau yang selalu 'mengundang' untuk dikunjungi. Danau Toba merupakan danau terluas (1.130 Km2) di Indonesia dan Asia Tenggara. Berbagai data menunjukkan informasi, prakiraan panjang  keliling danau ini 100 Km dengan lebar  30 Km.

Dalam catatan UNESCO (The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization), Danau Toba merupakakan danau alamiah yang terbentuk dari letusan gunung berapi besar 74.000 tahun yang lalu. Letusannya sangat dahsyat dan terbesar selama Kuarter (sejak + 2 Masehi). Disebut juga sebagai letusan 'super-volcano' (VEI > 8) yang menghasilkan 2.800 km3 material piroklastik.

Kawasan kaldera Toba yang Damai

Dalam catatan Rose dan Chesner (1991) yang diperkuat Chesner dalam catatannya tahun 2011, sekira 2.000 km3 abu vulkanik letusan Gunung Toba tersebut menyebar ke arah Barat-Barat Daya, mendistribusikan aerosol asam sulfat ke atmosfer yang diendapkan di daerah Arktik dan Antartika.

Letusan 'super volcano' tersebut meruntuhkan atap magma Toba dan mengekspos batuan bawah tanah di daerah ini. Dalam suatu penelitian di sekitar dinding tebing curam tepi kaldera Toba, tersingkap, formasi batuan yang mendasari area ini terdiri dari batuan meta-sedimen sebagai bagian dari benua Gondwana yang terbentuk di wilayah Kutub Selatan selama Permo-Karbon (300 Masehi).

Menurut informasi UNESCO, dalam proses untuk mencapai keseimbangan baru pasca letusan 'gunung berapi super', dasar danau Toba terdorong (ke atas) oleh tekanan sisa magma, dan membentuk Pulau Samosir  melalui proses resurgent doming.

De Silva (2015) mengemukakan, kaldera ini merupakan kaldera resurgent yang paling aktif di dunia. Kaldera Toba berukuran 90 x 30 km2 (+1130 km2) terisi oleh air hujan, sehingga menjadikan danau Toba sebagai danau vulkanik terbesar yang berasal dari gunung berapi. Terdiri  dari + 240 km3 air tawar dengan kedalaman maksimum sekitar 505 m.

Karena proses terbentuknya sedemikian dahsyat, lingkung semesta Danau Toba sangat khas, unik dan indah dengan ragam batuan, sehingga menjadikannya sebagai kawasan geo park dengan relief yang sangat spesifik.

Dasar danau Toba diprakirakan berada pada ketinggian 904 meter di atas permukaan laut (dpl). Permukaan air danau Toba sendiri berada pada posisi sekitar 2.000 m dpl. Kawasan Geopark Kaldera Toba kini berada dalam 7 wilayah Kabupaten di Sumatera Utara dengan populasi penduduk lebih dari 263.978 jiwa yang berasal dari etnis Batak Toba, Simalungun, Karo dan Pakpak dengan kecerdasan budaya dan kearifan lokal yang khas.

Saya masih duduk di beranda kamar vila, menikmati atmosfer Danau Toba, sampai terdengar adzan maghrib kumandang di kejauhan, dari masjid kecil.. nun di tepian danau Toba dalam lingkungan masyarakat plural yang damai dan tenteram. Sekelebat terbayang sekilas, kisah Bung Karno, H. Agus Salim, dan Sjahrir yang sempat 'dibuang' Belanda ke Parapat.. |

Artikel Terkait : Pelajaran Konsistensi dari Sesosok Profesor

Editor : delanova | Sumber : berbagai sumber
 
Polhukam
10 Feb 25, 16:15 WIB | Dilihat : 31
Silakan Trump Gondol Warga Israel ke Alaska
07 Feb 25, 18:49 WIB | Dilihat : 328
Putus Cinta Lebih Menyakitkan daripada Pemakzulan
07 Feb 25, 10:07 WIB | Dilihat : 297
Parlemen Makzulkan Wakil Presiden
01 Feb 25, 06:35 WIB | Dilihat : 150
Selidiki Kasus Tanjung Rhiu Secara Transparan
Selanjutnya
Seni & Hiburan
19 Nov 24, 08:29 WIB | Dilihat : 771
Kanyaah Indung Bapak
20 Jul 24, 21:32 WIB | Dilihat : 1591
Voice of Baceprot Meteor dari Singajaya
Selanjutnya