Kabupaten Bandung Menjemput Cahaya Baru

| dilihat 1416

Beberapa tahun lalu, Dinas Tata Ruang dan Permukiman (Tarkim) Jawa Barat menggelar focus group discussion (FGD) tentang Kabupaten Bandung, terutama karena Bale Endah yang menjadi ibukota, tak putus dirundung banjir.

Saya diminta memoderasi arus pemikiran yang terpolarisasi dalam dua sudut pandang secara tajam. Khasnya antara geolog di satu sisi dan planolog di sisi lain. Bagi para geolog dengan tinjauan akademik dan keilmuannya, Bale Endah tak lagi layak menjadi ibukota, bila kawasan Bandung Utara, khasnya kawasan Punclut tidak dikendalikan dan penghutanan kawasan itu diabaikan.

Bale Endah akan selalu menjadi daerah limpasan air dan banjir akan selalu hadir secara persisten, dan rakyat akan menjadi korban banjir.

Beberapa planolog yang hadir dalam FGD itu melihat dari sisi lain. Dari aspek tata ruang, Bale Endah sangat layak menjadi ibukota Kabupaten Bandung. Berbagai faktor dan aspek dikemukakan dan sangat masuk akal. Terutama ketika formasi ruang budi daya dan lindung dipertahankan secara proporsional. Hanya 70 persen kawasan saja yang dibangun sebagai kota.

Perbedaan pemikiran yang berangkat dari perbedaan sudut pandang itu, nyaris berakhir di jalan buntu. Spontan saya ajukan pertanyaan: "Bagaimana bila kita rencanakan selama lima puluh tahun ke depan, Bale Endah ditenggelamkan.. dan sejak sekarang dipertimbangkan tata ruang wilayah Kabupaten Bandung secara keseluruhan."

Hasilnya, pemikiran yang dahsyat. Bale Endah akan menjadi danau raksasa yang mampu menampung limpasan air dari utara dan menjamin stabilitas pasokan air melalui Citarum. Terutama karena rerata curah hujan di Kabupaten Bandung sekira 180 mm dan 15 hari hujan atau 11,17 mm/hari hujan. Lantas, di sekitarnya dapat dibangun sebagai kota berkarakter khas, yakni design city bagi berbagai keperluan tak hanya di Jawa Barat, bahkan di Indonesia.

Alhasil, FGD tersebut menawarkan reorientasi pembangunan bagi kabupaten yang secara geografis berada pada 6º41' sampai 7º19' Lintang Selatan dan antara 107º22' sampai 108º5' Bujur Timur, itu. Muaranya adalah peningkatan kesejahteraan rakyat dan keseimbangan ruang budidaya dan konservasi secara proporsional.

Selepas itu, pusat pemerintahan Kabupaten Bandung terletak di Soreang. Dari Soreang inilah Bupati Dadang Naser dan Wakil Bupati Gun Gun Gunawan menggerakkan akselerasi pencapaian visi Kabupaten Bandung Maju, Mandiri dan Berdaya Saing - melalui tata kelola pemerintahan yang baik dan sinergi pembangunan perdesaan, berlandaskan religiusitas, kultural dan berwawasan lingkungan.

Luas keseluruhan Kabupaten Bandung adalah 1.762,39 Kmyang secara administratif berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung dan Kabupaten Sumedang (Utara); Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Garut (Timur); Kabupaten Garut dan Kabupaten Kabupaten Cianjur (Selatan); Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Cianjur (Barat); serta, Kota Bandung dan Kota Cimahi (Tengah).

Sebagian besar wilayah Kabupaten Bandung merupakan wilayah pegunungan dengan iklim tropis dan karakter hutan hujan tropis. Kondisi ini memungkinkan Kabupaten Bandung sebagai kawasan pertanian, industri berbasis pertanian (industri pengolahan) dan industri manufaktur, termasuk kawasan permukiman. Tentu, ketika kondisi alam dan lingkungan terawat baik dan harmonis dengan nilai budaya yang hidup di lingkungan masyarakatnya, Kabupaten Bandung merupakan kawasan destinasi wisata yang prospektif.

Kabupaten Bandung mempunyai sejarah panjang. Prof. Dr. Aobana H.M.A menulis, sebelum menjadi Kabupaten Bandung, kawasan ini disebut Tatar Ukur, yang merupakan bagian dari wilayah Kerajaan Timbanganten, dengan ibukotanya Tegal Luar.

Kerajaan ini berada di bawah otoritas Kerajaan Sunda - Padjadjaran, yang sejak abad ke 15 dipimpin secara turun temurun oleh Prabu Pandaan Ukur, Dipati Agung, dan kemudian Dipati Ukur. Di masa pemerintahan Dipati Ukur, Tatar Ukur merupakan kawasan luas, mencakup sebagian besar wilayah Jawa Barat -- modern -- meliputi sembilan daerah yang disebut Ukur Sasanga.

Setelah Kerajaan Sunda-Pajajaran runtuh (1579/1580) akibat gerakan Pasukan Banten dalam usaha menyebarkan agama Islam di daerah Jawa Barat, ungkap Prof. Sobana, Tatar Ukur menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Sumedanglarang, penerus Kerajaan Pajajaran, yang didirikan dan diperintah pertama kali oleh Prabu Geusan Ulun pada (1580-1608), dengan ibukota di Kutamaya, sebelah Barat kota Sumedang sekarang. Wilayah kekuasaan kerajaan itu meliputi daerah Priangan, kecuali daerah Galuh (sekarang bernama Ciamis).

Wilayah ini kemudian ditaklukan oleh Kerajaan Mataram. Dipati Ukur melakukan perlawanan dan kemudian ditangkap pada 1632 di Gunung Lumbung. Selepas itu, Sultan Agung membagi wilayah ini menjadi tiga Kabupaten, masing-masing Kabupaten Bandung, Kabupaten Parakanmuncang dan Kabupaten Sukapura -- yang kemudian menjadi Tasikmalaya. Belakangan hari, di era pasca Reformasi, Kabupaten Bandung terpecah lagi dengan pembentukan Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi.  

Banyak hal menarik dari lintas sejarah Kabupaten Bandung, karena terkait dengan perlawanan Mataram atas penjajah Belanda di Jayakarta, serta relasi kabupaten ini dengan Pamekasan - Madura.  Di Kabupaten Bandung ini juga lahir Marhaenisme, selepas Bung Karno berjumpa dan berdialog dengan petani miskin.

Kabupaten Bandung juga menjadi daerah penting di Jawa Barat dalam konteks perang kemerdekaan dan tempat lahir dan beroperasinya LASWI (Laskar Wanita Indonesia).

Pada era pemerintahan Presiden Soeharto dan Jawa Barat dipimpin oleh Gubernur Solihin Gatutama Purwanegara (1970-1975) dan Aang Kunaefi (1975-1985), Kabupaten Bandung menjadi salah satu kawasan industri, khasnya tekstil. Secara tradisi industri tekstil sudah tumbuh sejak masa sebelumnya, terutama industri sarung di Majalaya. Demikian pula halnya dengan industri pengolahan seperti industri teh, kayu olahan, dan industri susu yang di era kepemimpinan Presiden Soeharto disebut sebagai industri berbasis pertanian.

Kini, Kabupaten Bandung tumbuh dan berkembang sebagai kawasan industri, pertanian, dan permukiman modern, dan pernah diproyeksikan sebagai kawasan industri substantif yang menghubungan era agraris - industri dan informasi dalam satu lintas perubahan progresif. Termasuk di dalamnya, industri wisata.

Di masa depan, setidaknya sejak 2020/2021 akan terjadi perkembangan pesat Kabupaten Bandung terkait dengan pembangunan kereta api cepat Jakarta - Bandung yang akan berakhir di stasiun Gedebage tak jauh dari Masjid Raya Al Jabbar.

Pun, demikian halnya dengan telah dioperasikannya jalan tol Soroja (Soreang - Pasir Koja) yang terkoneksi dengan Purbaleunyi (Purwakarta - Bandung - Cileunyi), yang seolah membumikan secara fisik imajinasi dalam tembang lawas : Soreang, Banjaran, Bandung. Belum lagi, kelak, ketika rencana pembangunan tol Soreang - Banjaran - Majalaya dilaksanakan.

Ke depan, Kabupaten Bandung menyongsong cahaya baru sebagai destinasi utama wisata dan investasi. Dinamika pembangunan yang dilakukan selama ini, khasnya kota baru Tegal Luar yang akan terakses dengan kota Bandung melalui moda transportasi LRT ( lintas raya terpadu) - kereta listrik ringan. Stadion Jalak Harupat  memberi nilai tersendiri atas kabupaten ini.

Kabupaten Bandung dengan bekal kualitas sumberdaya manusia, iklim investasi, pembangunan sentra pelayanan rakyat dan infrastruktur, serta pemampuan ekonomi daerah bergerak menjemput masa depan. Meski tak dapat dipungkiri, kabupaten ini juga akan menghadapi tantangan tak sederhana. Mulai dari perubahan minda dalam menempatkan manusia sebagai subyek pembangunan, singularitas, gaya hidup lestari, pembalikan kemiskinan, dan lain-lain.

Tahun 2020 masa bakti Bupati Bandung, Dadang M. Nasser berakhir. Penggantinya tentu harus bergerak lebih akseleratif dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Dalam konteks kesinambungan itu, diperlukan sosok pemimpin yang dilandasi oleh motivasi utama, mengabdikan dirinya secara penuh pada pembangunan dan kemajuan kabupaten ini. Khasnya, sosok yang pernah mengemban amanah sebagai wakil rakyat Kabupaten Bandung, terutama di tingkat nasional. Setidaknya di parlemen. | bangSèm

Editor : Web Administrator | Sumber : berbagai sumber
 
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1185
Rumput Tetangga
Selanjutnya
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 239
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 463
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 454
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 424
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya