WAJAH Nina sumringah. Perempuan cantik yang baru ‘berbuntut’ satu itu, nampak lebih cantik. Bukan karena senang facial atau berdandan, tapi lebih karena aura yang tertampil dari wajahnya kian bercahaya.
Sejak menikah dengan Saiful enam tahun lalu, Nina yang bergelar master komunikasi itu, memutuskan untuk berhenti bekerja di kantornya semula. Ia mengambil keputusan berhenti menjadi karyawan. Ia berwirausaha.
Nina ikhlas meninggalkan posisinya sebagai manager dengan fasilitas yang lumayan. Setelah memperoleh uang simpanan kepesertaan jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek), Nina langsung beraksi. Kini, dia terbilang seorang virtualpreaner alias wiramaya yang sukses. Omsetnya rata-rata perbulan sudah mencapai Rp100 juta, dan dari omset itu dia beroleh untung bulanan sebesar Rp25 juta.
Perempuan cantik rupa elok budi, itu memulainya dengan jalan sederhana. Menegaskan prinsip berfikir: menjadi istri sukses. Maksudnya sukses melayani suami, sukses mendidik anak, dan sukses menjalani kehidupan yang enjoy dan fun. Ia mulai dengan melakukan survey diam, melakukan searching internet rata-rata empat jam per hari, ketika anak sedang tidur dan urusan rumah tangga sudah selesai.
Dari situ dia merumuskan rencana bisnis alias business plan. Langkah pertama yang dilakukan Nina adalah memberi makna atas apa yang pernah dinasihatkan ibunya: perbanyaklah silaturahim, karena Allah akan memberikan rezeki yang luas tak berbatas dan panjang tak berujung. Setelah lama merenung makna nasihat, itu Nina merumuskannya sebagai melakukan aksi bisnis berbasis network, jejaring.
Bermodal satu laptop dan satu personal computer, Nina menebar jejaring sosial. Membangun network. Kekaribannya dengan para teman di jejaring sosial yang gemar menampilkan gambar produk-produknya, membuat dia tak lagi harus memikirkan mesti membuat produk apa.
“Aku mulai beraksi sesuai dengan bisnis utamaku, menjual network,” ungkapnya kepada Hilda, karibnya ketika masih SMA.
Nina menjadikan seluruh mitra jejaringnya sebagai produsen, kemudian menjual informasi produk kepada mitranya yang lain, para ibu dan sahabatnya yang cenderung menjadi para istri dan ibu muda usia metropolis yang konsumtif. Ia menjalankan prinsip pemasaran yang unik: menjual citra produk. Kemudian memberikan narasi atas setiap produk yang didapatkan dari mitra jejaring yang difungsikannya sebagai produsen.
Dari harga dasar produk para mitranya, Nina menentukan harga jual produk. Sudah termasuk di dalamnya kost iuran internet Telkom, serta cost pengiriman barang dan pembayaran dengan virtual payment pula. Nina beruntung, ketika baru merintis usahanya, ia bisa mencairkan tabungan jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek) saat bekerja lebih dari dua belas tahun. Uang jamsostek itulah yang menjadi modal kerja bisnis jasa virtual marketing-nya itu. Dengan mengandalkan kepercayaan sebagai pelaku virtual maya yang harus memastikan kecepatan dan ketepatan pengiriman barang sesuai order berdasarkan transaksi, Nina mampu menjadikan kepercayaan sebagai modal tak ternilai.
Kian banyak kelompok konsumennya, ia kian dipercaya mitra produsennya. Akhirnya transaksi berlangsung lebih aman dan nyaman. Nina juga berhasil ‘merayu’ adik dan kemenakannya untuk menjadi stafnya, dengan bekerja paruh waktu. Adik dan kemenakan itulah yang membantunya merapikan seluruh dokumen bisnisnya. Termasuk mengeksekusi pencapaian bisnis sesuai dengan arus fulus (cashflow) yang disusunnya.
Bila hari ini wajah Nina lebih nampak sumringah dan cerlang, itu karena penghujung tahun yang baru lalu, dia berhasil mencapai omset tertinggi yang dia targetkan. Keuntungannya pun meningkat hingga 90 persen. Tabungan pribadinya di bank, meningkat.
Kepada suaminya dia bilang, tahun 2013 ini dia ingin mempunyai toko di salah satu mall, tak jauh dari tempat tinggalnya. Alasannya, selain puterinya sudah mulai bersekolah, dengan mempunyai toko, dia akan mempunyai tempat transaksi face to face dengan konsumennya. Nina sebagai virtualpreneur, kian yakin melangkah sebagai usahawan kreatif mandiri.. |