Di Sela Aksi Damai Bela Islam 411

Unjuk Rasa Paling Terorganisasi Baik

| dilihat 1771

AKARPADINEWS.COM |  MESKI banyak informasi simpang siur yang tersampaikan kepada khalayak, bahkan terkesan insinuatif, tak sedikit pula informasi obyektif dan benar yang disampaikan dari lokasi unjuk rasa Aksi Bela Islam, Jum’at 14 November 2016.

Mereka yang berada di lapangan dan hadir di tengah ratusan ribu ummat Islam, bisa merasakan, begitu besarnya energi ghirah dan gairah, disertai akhlak dalam menyampaikan pendapat. Ini adalah ekspresi demokrasi umat Islam, yang perlu dicontoh dunia, seperti disebut Ustadz Shamsi Ali – Imam Masjid Agung New York yang berada di Jakarta.

Unjuk rasa ini sudah sesuai dengan akhlak Islam, ungkap H. Ridwan Saidi, tokoh Betawi, mantan politisi yang kini jadi budayawan itu. Lelaki berambut gondrong mantan Ketua Umum PB HMI, itu menurut Antara, tampak berada dalam kerumunan pengunjuk rasa di depan Gedung Kementerian kelautan dan Perikanan – Jalan Muhammad Ichwan Ridwan Rais – aktivis pemuda pelajar yang gugur dalam demonstrasi tahun 1966.

Ridwan Saidi berada dalam arus besar pengunjuk rasa. Di tempat lain, juga nampak beberapa aktivis mahasiswa masa lalu di berbagai titik. Eggy Sdujana – pengacara, selain hadir di tengah arus massa, juga sempat menyampaikan khutbah salat Jum’at di antara Air mancur Bank Indonesia – Patung Kuda.  (baca: Salat Jum’at yang Menggetarkan)

Eggy, kemudian, naik ke kap mobil pengunjuk rasa dari Perhimpunan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI) yang bergerak lambat di tengah arus massa pengunjuk rasa. Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Adhyaksa Dault, juga terlihat di salah satu kendaraan yang bergerak lambat. Nampak dia bersama dengan massa aksi dari Sulawesi Tengah.

Mantan Menteri Kehutanan MS Ka’ban nampak terlihat tak jauh dari Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian di Jalan Merdeka Barat.  Tak jauh dari Kantor Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia & Kebudayaan terlihat sejumlah aktivis mahasiswa dekade 70-an dari Bandung.

Juga terlihat mantan Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional – Afni Achmad, salah seorang aktivis mahasiswa dekade 70-an. Di depan Gedung Indosat, tampak Ade Adam mantan aktivis mahasiswa di Manado. Di mobil komando, terlihat Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon dan Fahri Hamzah bersama Habib Rizieq dan lain-lain.

Benar kata Ridwan Saidi, pergerakan pengunjuk rasa berlangsung tertib dan mencerminkan akhlak islami. Para anggota Front Pembela Islam yang selama ini di-framing dan distigma media – baik media mainstream maupun digital dan menyebar di media sosial – dengan sosok garang, tampak berbeda.

Mereka melayani para pengunjuk rasa dengan sikap yang ramah dan rendah hati. Sekali-sekala nampak mereka mengingatkan sejumlah pengunjuk rasa yang hendak melintasi taman. Satu mobil khusus bergerak sepanjang Merdeka Barat dan Merdeka Selatan, dengan loudspeaker mengingatkan para pengunjuk rasa untuk menjaga kebersihan, membuang sampah di kantung-kantung platik penampung sampah yang dibawa oleh begitu banyak demonstran lain.

“Saudara-saudaraku jamaah sekalian,... tolong jangan berdiri dan duduk-duduk di taman. Jaga baik-baik jangan sampai taman-taman rusak. Taman-taman itu dibangun dengan uang rakyat,” terdengar suara dari loudspeaker di atas mobil patroli FPI.

Terlihat sejumlah massa pengunjuk rasa bersijingkat di atas pemisah jalan, supaya kaki mereka tak menginjak taman. Sebuah spanduk terbentang menunjukkan kesiagaan pengunjuk rasa menjaga taman.

Tak hanya itu. Ada juga pengunjuk rasa yang membawa mobil bak terbuka berisi tanaman hias segar. Mereka datang dari Kebon Jeruk.

“Kalo ada pohon yang rusak, kita langsung ganti. Kita tahu lah pohon hias apa yang ditanam Pemprov DKI Jakarta,”ujar lelaki yang mengaku bernama Somad.

 “Lihat sendiri kan gimana kita bukan tukang nyampah. Kalo nanti di televisi ada sampah berarakan, pasti sampah yang kita kumpulin ini sengaja diberarakin sama provokator dan penyusup,” ujar Ida.  

Di bagian lain, nampak berbagai kelompok pengunjuk rasa dengan tanda-tanda khas, terdiri dari ibu-ibu, mahasiswi, dan anak-anak muda, mendistribusikan makanan beraneka menu. Ada yang dikirim dengan ratusan mobil box dari berbagai perusahaan catering muslim. Juga sejumlah restoran milik pengusaha muslim.

Air mineral aneka bentuk juga dibagikan oleh berbagai kelompok pengunjuk rasa dari berbagai organisasi.  Termasuk majelis taklim dan pengurus masjid.

Aksi unjuk rasa 4 November 2011 layaknya bukan gerakan aksi demonstrasi. Berada di tengah-tengah ribuan pengunjuk rasa, terkesan seperti berada di tengah arus orang yang sedang menunaikan ibadah haji.

“Kebayang, kayak jamaah haji yang lagi bergerak antara Mina – Mekkah atau seperti menjelang dan sesudah wukuf di Arafah,”ungkap Bung Karmin – Ketua Umum Gasbiindo (Gabungan Serikat Buruh Islam Indonesia).

Konsumsi memang meruah. “Kiriman makanan sejak subuh tadi gak berhenti-berhenti,”ujar Euis salah seorang penggerak seksi konsumsi yang berjaga di depan kantor Indosat.  Begitu makanan yang mereka bagikan, segera, anggota lain memasok lagi makanan yang mereka simpan di balik gerbang Gedung Indosat yang terkunci rapat.

Di tempat lain hal yang sama juga terjadi.  Di Jalan Medan Merdeka Timur, distribusi makanan di depan stasiun Gambir berlangsung tanpa henti. Begitu juga di sekitar Balaikota DKI Jakarta – Jalan Merdeka Selatan.

Ketika adzan Ashar kumandang, antara lain dari sejumlah mobil petugas, bergantian para pengunjung rasa melaksanakan salat berjamaah. Di depan gedung Mahkamah Konstitusi dan di beberapa tempat lain, salat ashar berjamaah terasa indah dan berlangsung tertib.

Jamaah yang melaksanakan salat bergantian, persis dengan tuntunan salat berjamaah darurat. Ketika sejumlah pengunjuk rasa menegakkan salat, pengunjuk rasa lainnya berjaga – jaga.

Unjuk rasa Bela Islam 4 November 2016, itu juga terkesan seperti ajang kangen-kangenan dan reuni para aktivis dekade 70-an dan 80-an. Bahkan dekade 60-an. Mereka saling berjabatan tangan dengan genggaman erat, disertai percakapan tentang kabar keluarga masing-masing.

Takbir, salawat nabi, dan lagu pengantar kuliah subuh dekade 60-70-an kumandang dalam gema yang menyentuh nurani dan rasa. “Jadi ingat lagi gimana Buya Hamka dan Kyai Haji Abdullah Syafi’ie dulu menyerukan jihan kebangsaan,”seru Fauzi, yang tahun 70-an aktif di Masjid Al Azhar.

Suasana sukacita juga membuncah. Tampak di wajah para pengunjung rasa ibu-ibu yang kangen-kangenan, sambil foto bersama. Terutama, ketika barisan dari organisasi tempat mereka aktif dulu melintas.

Para mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), misalnya, segera menghambur begitu rombongan organisasi mahasiswa itu bergerak. Mereka berfoto dengan bendera dan para yunior mereka. Terdengar sebutan kanda dan yunda, abang dan mbak dalam percakapan mereka.

“Kalau air kurang dan mau makan, minta lagi.. Kami siap,” ujar seorang perempuan kepada rombongan itu.

Unjuk rasa yang dipicu oleh dugaan penistaan ayah Al Qur’an oleh Gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) itu tampak dan terasa terorganisasi dengan baik. Para pengunjuk rasa melakukan tuntutan yang sama: mendesak Presiden Joko Widodo melakukan tindakan hukum yang adil sesuai prinsip equality below the law.

Tak ada agenda lain. Dari berbagai poster yang mereka acungkan, yang tampak hanya satu tuntutan itu saja. Tujuannya juga jelas: menjaga keutuhan negara republik Indonesia.

Suasana mengharukan terasa ketika petang beranjak pergi dan kumandang adzan tterdengar. Para pengunjuk rasa segera mengambil wudhu dan banyak juga yang bertayammum. Kemudian melaksanakan shalat maghrib berjamaah.

Yang menarik adalah kepatuhan mereka terhadap koordinator kelompoknya masing-masing. Begitu usai berdo’a selepas shalat maghrib, terdengar sejumlah koordinator mengajak mereka berkumpul di tempat semula mereka datang.

“Kita serahkan kepada para pemimpin dan habaib menyampaikan tuntutan kepada Presiden Jokowi. Sekarang kita bergerak pulang,”ujar salah seorang koordinator lapangan kelompok.

Beberapa kelompok jamaah bergerak ke arah Masjid Istioqlal. Kelompok lainnya bergerak menuju ke harmoni. Kelompok pengunjuk rasa yang berada di Merdeka Selatan dan air mancur Banki Indonesia bergerak meninggalkan lokasi melalui Jalan Budi Kemuliaan. Di jalan Abdul Muis mereka yang kehausan mendapatkan lagi air mineral dari sejumlah kendaraan dari jamaah berbagai masjid.

Manajemen aksi unjuk rasa yang digelar Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) sangat rapi. Koordinasi berlangsung baik.

“Koordinasinya keren banget,”ujar Euis, salah seorang koordinator tim gabungan sejumlah organisasi wanita Islam.

“Munarman dan timnya mengontrol dan mereview tugas-tugas kita dengan baik. Komunikasi berjalan baik,”ungkap Euis, selepas Maghrib.

Sejumlah ibu dan perempuan dari berbagai organisasi, itu pun bergerak meninggalkan pos mereka semula. Semuanya berjalan sangat tertib.

“Selama ini media kadung mengesankan teman-teman FPI jelek. Faktanya tidak begitu. Aksi hari ini well organized,”tutur Euis. Hal yang sama juga diungkapkan Awa dari Wanita Al Irsyad.

“Mereka yang selama ini mencerca kita mustinya ada di sini. Lihat dan rasakan sendiri gimana unjuk rasa ini berlangsung,” sambung Awa. | Kiki, Dani, JM Fadhillah

Editor : sem haesy
 
Seni & Hiburan
03 Des 23, 14:05 WIB | Dilihat : 498
Kolaborasi Pelukis Difabel dengan Mastro Lukis
29 Sep 23, 21:56 WIB | Dilihat : 1581
Iis Dahlia
09 Jun 23, 09:01 WIB | Dilihat : 1371
Karena Lawak Chia Sekejap, Goyang Hubungan Kejiranan
Selanjutnya
Sainstek
01 Nov 23, 11:46 WIB | Dilihat : 918
Pemanfaatan Teknologi Blockchain
30 Jun 23, 09:40 WIB | Dilihat : 1153
Menyemai Cerdas Digital di Tengah Tsunami Informasi
17 Apr 23, 18:24 WIB | Dilihat : 1411
Tokyo Tantang Beijing sebagai Pusat Data Asia
12 Jan 23, 10:02 WIB | Dilihat : 1556
Komet Baru Muncul Pertama Kali 12 Januari 2023
Selanjutnya