Tak Ada Toleransi untuk LGBT

| dilihat 2353

Jangan biarkan aksi LGBT (lesbianisme, gay, bisexual, dan transgender) melanda negeri ini. Tak ada tempat untuk mereka di negeri ini.

Pernyataan ini harus dipegang teguh oleh seluruh umat manusia di negeri ini. Tak hanya karena LGBT merupakan aksi yang mengabaikan akal budi dan akal sehat, juga karena LGBT bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar kemanusiaan.

Mengaitkan LGBT dengan hak asasi manusia sama sekali tidak masuk di akal. Karena sesungguhnya LGBT merampas dimensi kedalaman manusia, yang secara kodrati sudah jelas jenis kelaminnya, yaitu lelaki atau perempuan. Bahkan, bagi kaum khuntsa yang secara fisik berkelamin ganda, ada pilihan untuk memilih jenis kelamin yang lebih dominan dan berfungsi normal.

Bila manusia yang mengabaikan nilai-nilai budaya dan agama dipandang setara dengan hewan yang berakal, pelaku LGBT jauh lebih dari rendah dari hewan itu sendiri. Kajilah lebih mendalam, bagaimana hewan saja berhubungan seksual dengan lawan jenis, karena secara kodrati seluruh makhluk dengan fungsi regeneratif, tidak akan terjerembab ke dalam homosexualism, bisexual dan transgender.

Dalam pandangan Pobal, LGBT menggambarkan orientasi seksual atau jenis kelamin sebagai identitas di dalam masyarakat. Lesbian digambarkan sebagai perempuan yang secara seksual tertarik dengan sesama perempuan. Akan halnya gay disebut sebagai pria yang secara seksual dan emosional tertarik dengan sesama pria. Istilah gay mereka pergunakan karena dianggap lebih baik dari istilah homoseksual sebagai identitas seksual mereka.

DI AMERIKA SERIKAT PENGGERAK LGBT MELAKUKAN AKSI DEMONSTRASI SHOW OFFORCE

Akan halnya bisexual dipahami sebagai seseorang yang secara seksual berhubungan dengan lawan jenis dan sejenis. Sedangkan transgender atau trans adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan identitas, seseorang yang perasaan internalnya sebagai lelaki atau perempuan, tetapi perilaku dan orientasi seksualnya (sekternalnya) berbeda. Di Indonesia transgender disebut banci atau di Malaysia disebut pondan, di Thailand mereka disebut ladyboy.

Mereka secara khas, merupakan kaum yang memisahkan dirinya dari kelaziman identitas seksual di dalam masyarakat, dan secara sadar tau tak sadar menyebar aksi perluasan LGBT dengan cara-cara yang mengerikan, baik fisik maupun psikologis. Secara fisik mereka melakukan aksi fedofilia – pelecehan seksual – terhadap anak yang kemudian berdampak psikis berkepanjangan.

Mereka yang mengidentifikasi dirinya dengan LGBT, selama ini mempertontonkan sosok dan kondisi dirinya dengan instabilitas jiwa yang mengerikan. Hal tersebut terjadi karena ketidak-wajaran yang dialaminya. Khasnya ketidak-wajaran dalam melakukan hubungan seksual.

Instabilitas diri itulah yang menyebabkan mereka memiliki perilaku ekstrim. Khasnya dalam mengekspresikan emosi yang tak terkendali. Mereka yang semula lemah lembut, ketika kecewa dengan pasangannya, dapat melakukan sesuatu yang sama sekali bertentangan dengan akal sehat.

DENGAN GELANG SOLIDARITAS LGBT SEPERTI INI MEREKA MENEBAR SOLIDARITAS "LOVE WINS" YANG SEOLAH-OLAH MANUSIAWI

Boleh jadi kita belum lupa dengan kasus Ryan yang melakukan pembunuhan sadis dengan memutilasi korbannya. Begitu juga kasus-kasus sejenis. Kita juga belum lupa dengan kasus pelecehan sesksual terhadap anak-anak yang berakhir dengan kematian, seperti dialami beberapa anak-anak jalanan.

Kaum LGBT dengan perilaku dan orientasi seksual menyimpang, lepas dari segala hal yang diatur oleh agama, harus dipandang sebagai bagian dari fakta brutal yang nyata ada di tengah kehidupan sosial kita. Bagi korban LGBT hal yang harus dilakukan adalah rehabilitasi psikis dan psikologis. Perlakuan tersebut tidak berlaku bagi mereka yang secara sadar dan ngeyel menuntut masyarakat menerima realitas mereka.

Kita tidak bisa bertoleransi dengan hal-hal terkait dengan LGBT, karena sedikit saja celah toleransi dibuka, yang akan terjadi adalah penyimpangan dahsyat yang dalam banyak bakal memengaruhi kehidupan sosial kita. Terutama di kalangan belia. Dunia sudah mengeluarkan dana sangat besar untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh kaum LGBT.

Negara, dalam hal ini pemerintah, harus memperlakukan penggerak kaum LGBT setara dengan pengedar dan konsumen narkoba. Selaras dengan hal itu, para pengelola media siaran televisi, harus lebih ketat lagi untuk merumuskan kriteria acara, agar layar televisi kita tidak memberi ruang ekspresi bagi kaum LGBT – termasuk kaum lelaki tulang lunak. Membiarkan mereka leluasa mengisi programa siaran televisi, sama halnya dengan membiarkan berlangsungnya aksi diseminasi LGBT secara penetratif hipodermis.

Kita mendesak Presiden Joko Widodo, para petinggi negeri, termasuk kepolisian untuk bersikap tegas terhadap LGBT. Hambatan perkembangan LGBT sebelum wabah ini merusak seluruh sendi bangsa. Antisipasi ini penting, karena kini mereka sedang bergerak membangun soliditas dan solidaritas LGBT secara global. Termasuk melakukan aksi di berbagai belahan dunia dengan berbagai simbol. Termasuk mengibarkan bendera dan mengenakan gelang LGBT warna-warni. | BANG SEM

Editor : sem haesy
 
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 634
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 784
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 751
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya
Seni & Hiburan
03 Des 23, 14:05 WIB | Dilihat : 432
Kolaborasi Pelukis Difabel dengan Mastro Lukis
29 Sep 23, 21:56 WIB | Dilihat : 1503
Iis Dahlia
09 Jun 23, 09:01 WIB | Dilihat : 1322
Karena Lawak Chia Sekejap, Goyang Hubungan Kejiranan
Selanjutnya