Selamat Jalan Yamin, Aku Kehilanganmu

| dilihat 2498

Catatan Duka N. Syamsuddin Ch. Haesy

“...Ancaman dan intimidasi yang dilayangkan rezim penguasa, menyebabkan sebagian dari seniman memilih apolitis. Tak sedikit pula di antara mereka yang berkarya demi keuntungan ekonomi semata. Adanya jarak antara mereka dengan masyarakat turut menyebabkan karya-karyanya miskin imajinasi. Mereka seakan berada di ruang hampa. Sementara realitas adalah samudera inspirasi bagi mereka... “ (M. Yamin Pancasetia, Berharap Tuah Selebritas, Akarpadinews.com, 30/1/18)

Kalimat ini saya kutip dari artikel terakhir M. Yamin Panca Setia di portal analisis berita akarpadinews, sebelum berubah rupa menjadi blog.

Alinea yang naratif itu, mengingatkan saya tentang diri sendiri, dan diperdalamnya di perjalanan dari Jakarta ke Tugu - Puncak – Bogor, kala dia menemani saya memberi materi dalam Bimbingan Teknis karyawan Angkasa Pura I, suatu masa.

Empat hari sebelumnya, Yamin menulis artikel bertajuk Dramaturgi di Panggung Suksesi (26/1/18). Ini artikelnya tentang proses suksesi kepemimpinan nasional dan daerah, juga legislatif yang banyak menyedot dana.

Khasnya, karena demokrasi kapitalistik, seolah tak bisa lari dari industri komunikasi yang bergerak bersamaan dengan perkembangan teknologi informasi, dan budaya kelontong.

Para calon pemimpin politik, menempatkan dirinya seolah produk industrial dengan beragam aksi ikutannya, termasuk marketing politik.

Dua alinea tulisannya ini, menjadi topik diskusi saya dengan dia via hubungan komunikasi selular. Berkali-kali dia tertawa, bahaknya renyah, karena itulah ciri dia dalam berkomunikasi.

Begini bunyi dua alinea itu :

Cara-cara instan dengan menebar iklan pencitraan memang dapat mengerek popularitas sang kandidat. Tak salah pula jika cara demikian yang dilakukan. Toh, mereka punya banyak uang. Namun, cara-cara demikian yang menyebabkan biaya politik tinggi menjulang. Dan, masyarakat pun akan terus-terusan mempersepsikan bila perhelatan suksesi sebatas rekreasi politik, di mana ada kerumunan massa, suguhan hiburan, dan banjir bantuan.”

Dan, apakah efektif cara demikian mempengarui pilihan politik warga? Jangan sampai usai suksesi digelar, mereka yang kalah menjadi gila karena uang dan hartanya terkuras untuk membiayai kampanye, mengongkosi tim sukses, dan relawan, termasuk membayar mahar ke partai politik pendukungnya.”

Beberapa pekan kemudian, Yamin dan saya melakukan pengamatan langsung di lapangan untuk membedah dan mengkonfirmasi hasil survey suatu lembaga survey di Jawa Tengah terkait persepsi publik terhadap partai politik dan sejumlah politisi. 

Dia menunjukkan dua kalimat di atas, begitu melihat realitas sosial politik di daerah pemilihan itu dengan hasil survey.

Yamin bertahan dengan argumennya, ada persoalan asasi politik selebrasi dan selebrasi politik, plus politik biaya tinggi akibat arus besar pencitraan yang menghanyutkan. Seperti biasa, dalam berdiskusi dia lebih banyak bertahan dengan argumentasinya. Pegangannya data dan informasi yang terkonfirmasi.

Sebagai jurnalis, Yamin dan saya, sama ketat dalam menguji informasi, melalui verifikasi dan konfirmasi. Dalam banyak hal, argumentasinya dan kajiannya sangat membantu saya dalam merumuskan masalah dan solusinya.

Sambil duduk di sudut sebuah kedai di Muntilan – Magelang, Yamin mendiskusikan berbagai realitas yang berlangsung di daerah itu. Dia mengingatkan saya untuk tak terlalu banyak mengonsumsi kopi, karena dia tahu, saya pernah mengalami sakit cukup lama, sehingga hampir seluruh tubuh saya bengkak.

“Jangan kebanyakan ngopi bang.. Inget kesehatan,” ujarnya.

Lantas mewanti-wanti saya untuk tidak juga menyantap makanan berlemak, karena saya akan berangkat ke Kuala Lumpur, pekan kedua April 2018.

Hari itu, dia memang hanya mengonsumsi secangkir kopi. Yamin melepas saya dengan ‘nasehat’ tentang kesehatan, ketika saya siap berangkat ke bandara Adi Soetjipto – DI Jogjakarta.

Ketika sedang di Kuala Lumpur, itulah saya ditelepon Untung Nasution dan Nasrun, yang mengabarkan, Yamin terkena serangan lite stroke. Untung dan Nasrun melarikannya ke RS Tidar – Magelang. Selama beberapa hari dia dirawat di sana.

Dari Kuala Lumpur saya langsung ke Bandung, karena ada agenda rapat. Saat sedang rapat di Kantor PDP (Puslitbang Dinamika Pembangunan Unpad), itulah saya mendapat kabar dari Untung, Yamin diboyong keluarganya ke RS dr. Oen yang sangat terkenal di Surakarta.

Ketika saya kunjungi di RS Oen – Surakarta, nampak dia berusaha menunjukkan, dirinya mulai sehat. Seluruh organ tubuhnya dia gerakkan. Dia mengaku tak memikirkan apapun, kecuali kangen pada anak-anaknya.

“Jangan mikir yang lain-lain, mikir sehat saja,” ujar saya.

Dia mengangguk dan malah menasehati saya. “Jaga kesehatan bang.. Gua nggak mao abang sakit lagi,” tukasnya. "Teruslah bersabar.. kurangi terus marah kepada siapapun," lanjutnya. Lantas kami tertawa bersama.

Kami berpisah. Saya kembali ke Jakarta. Sepekan kemudian Yamin dijemput istrinya, pulang ke Lampung. Kami berkomunikasi via WA dan seluler.

“Banyak yang mau gue tulis nikh,” ujarnya dua pekan lalu. Saya menasehati supaya dia rehat dan santai saja. Dia kirimi saya gambar dirinya sedang jalan pagi dengan salah seorang anaknya. Lagi, dia mewanti-wanti supaya saya jaga kesehatan.

Sejak isteri saya wafat lebih setahun lalu, Yamin termasuk sahabat yang paling sering mengingatkan saya tentang kesehatan. Dia juga yang kerap menjadi teman curhat tentang masalah-masalah pribadi saya.

Yamin yang saya kenal sejak bertemu dan sama bekerja di Jurnal Nasional, belakangan hari merupakan teman yang menyertai saya dalam susah dan senang. Dia dan istrinya banyak mendoakan saya, saat menghadapi kesulitan.

Putera bungsu saya, sangat ngefans dengan Yamin, dan menganggapnya sebagai kakak sekaligus guru. Yamin tahu banyak bagaimana saya menemukan berbagai cara untuk tetap konsisten dan konsekuen dengan pilihan sikap hidup.

Dia juga yang menemani, ketika para buzzer bayaran menyerang.  Kritiknya yang tajam, sarannya yang halus, dan pikiran-pikirannya yang tangkas, selalu menggairahkan. Selalu membuat hidup optimistik. Ketaatan dan keteguhannya beribadah, membuat Yamin dan saya berhubungan sangat erat. Kami saling merasa sangat nyaman, acap berdua. Sering kami tidur di kamar yang sama.

Yamin sangat peka. Bila dia mendengar dan mengetahui saya meracau kala tidur, esoknya dia pasti mengonfirmasi, masalah berat apa yang saya hadapi. “Bagi-bagilah cerita, Bang.. siapa tahu aku bisa bantu pikiran,” ujarnya suatu malam, sambil menikmati pepes gabus olahan isterinya.

Karena berbagai kesibukan di jiran dan di Bandung beberapa pekan saya putus komunikasi. Pekan lalu, Untung berangkat ke Lampung, sekaligus mencari tahu informasi mutakhir tentang Yamin. Isterinya mengabarkan, Yamin masuk rumah sakit lagi.

Kemarin (Senin, 16/7/18) saya pulang sangat larut. Saya lelap. Saya gak ngeh, ketika isterinya mengirim pesan WA, “Assalamu’alaikum, Pak.. mohon do’anya.. Mas Yamin dalam masa kritis.. smg dia bisa melewati masa ini..,” bunyi pesan WA isterinya, pukul 03:42. Selepas salat subuh, saya masih terkantuk. Pukul 05:48, istrinya misscalled. M. Yamin Panca Setia, sahabat sangat baik yang saya anggap adik sendiri, berpulang ke haribaan Allah.

Dia – satu dari amat sedikit orang -- yang datang dan menemani, ketika banyak orang melangkah pergi, saat saya terpuruk dan tersaruk. Dia juga – satu dari sedikit orang -- yang menemani, ketika saya harus mendaki lagi tebing terjal, menerabas belukar tantangan hidup dan kehidupan. Kami saling bangga satu sama lain.

Innalillahiwainnailaihiroji’un. Orang baik, jurnalis yang konsisten dan konsekuen, pekerja keras yang ulet, pemikir yang cerdas, serta sangat mencintai isteri dan anak-anaknya, telah berpulang ke haribaan Ilahi Rabby. Saya sungguh kehilangan sahabat yang selalu menyertai dalam senang dan susah...

Semoga Allah memberinya tempat terbaik dan husnul khatimah.. Selamat jalan Min.. kau mendahuluiku.. Aku kehilanganmu..|

Editor : sem haesy
 
Ekonomi & Bisnis
12 Mar 24, 10:56 WIB | Dilihat : 273
Nilai Bitcoin Capai Rekor Tertinggi
02 Mar 24, 07:41 WIB | Dilihat : 136
Elnusa Bukukan Laba 2023 Sebesar Rp503 Miliar
Selanjutnya
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 633
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 781
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 750
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya