Mengenang KH Dr. Ir. Salahuddin

Satu Lagi Titik Cahaya Akalbudi Padam

| dilihat 1367

Haedar Muhammad

Tahun 2014, sejumlah kalangan Perkumpulan Pecinta Alam dan Penempuh Rimba WANADRI - Bandung ingin merekam perjalan organisasi dengan nama besar dan banyak berkontribusi kepada bangsa, melalui berbagai peristiwa khas di negeri ini.

Percik pengalaman dan refleksi pribadi atas Wanadri itu dihimpun dalam buku bertajuk Setitik Cahaya dalam Kegelapan, yang disusun oleh Nondi F.

Salah seorang yang dipandang tahu dan terkait dengan proses pendirian Wanadri, itu adalah Dr. Ir. KH Salahuddin Wahid, yang biasa dipanggil Gus Solah.

Gus Solah adalah alumni Institut Teknologi Bandung, salah seorang putra KH Wahid Hasyim, cucu pendiri Nahdlatul Ulama KH Hasyim Asy'ari, adik kandung KH Abdurrachman Wahid - Presiden Republik Indonesia (1999-2001).

Judul buku itu, juga diambil dari bagian akhir pengantarnya, bertajuk Segayung Makna. Gus Solah dalam pengantarnya, ini mengingatkan, supaya Wanadri tak pernah henti memperbaiki Pendidikan Dasar dan interaksi di dalam komunitas internalnya.

Beliau memandang, sejumlah 'nilai unggulan' yang terpercik di dalam buku ini, "... terasa kian menipis di dalam banyak lembaga pendidikan serta interaksi antara warga Indonesia."

Gus Solah memandang, Wanadri berhasil dalam menanamkan nilai-nilai unggulan di dalam komunitasnya, yang diumpamakannya sebagai 'setitik cahaya di kegelapan.'

Gus Solah bercerita, beliau aktif dalam kepanduan yang dikenalnya sejak bersekolah di SMP Negeri 1 (Cikini), jakarta. Kemudian bergabung dengan kepanduan Ansor di Paseban tahun 1957. Ketika itu, teman-temannya bermain di Taman Matraman, banyak yang mengikuti kegiatan Pandu Rakyat.

Tahun 1959 beliau mengikuti jambore  di Makiling - Los Banyos, di luar kota Manila, Filipina.

Di masa pertumbuhannya, Gus Solah dan generasi seangkatannya, amat mengagumi Bung Karno. Itu sebabnya, dia sering datang ke Monas setiap 17 Agustus untuk mendengarkan pidato Bung Karno.

Tapi, tahun 1961, Bung Karno membubarkan gerakan kepanduan dan meleburnya menjadi Pramuka (Praja Muda Karana), lantaran gerakan kepanduan Indonesia berkiblat pada Lor Boden Powell yang dianggap tidak sesuai dengan kepribadian bangsa kita.

Gus Solah menulis, "Tindakan Bung Karno itu menumbuhkan awal dari rasa tidak suka saya.., tetapi kini saya kembali mengagumi Bung Karno walau ada sejumlah kesalahan beliau."

Selanjutnya, Gus Solah menulis, ketika menjadi mahasiswa ITB (1962) suasana kehidupan di dalam ITB masih baik. Lantas meletus peristiwa 10 Mei 1963 sebagai manifestasi rasa anti-Cina. Penggeraknya adalah mahasiswa-mahasiswa ITB.

Kemudian, karena terpengaruh oleh peningkatan konflik antar kelompok di berbagai tempat di Indonesia, suasana di dalam kampus menghangat dan secara bertahap muncullah rasa saling tidak suka yang cukup kuat antar kelompok di dalam dunia kemahasiswaan. Khususnya antara CGMI (Corps Gerakan Mahasiswa Indonesia) dengan HMI, PMII, PMB, CSB, dan lain-lain.

Suasana politik kemudian riuh. Bung Karno menerapkan politik konfrontasi terhadap berdirinya Malaysia yang dianggapnya sebagai proyek imperialis.

Dalam situasi semacam itu, sejumlah anak muda yang pernah aktif dalam gerakan kepanduan sering bertemu dan menginap di bukit dekat Bandung. Setelah berdiskusi agak lama kemudian muncul gagasan mendirikan perkumpulan guna mewadahi kegiatan yang merupakan kelanjutan dari gerakan kepanduan.

Maka didirikanlah Wanadri pada Mei 1964. Suatu organisasi yang sederhana, dimulai dengan program pendidikan dasar pada 1964. Dalam tulisannya, Gus Solah menyebut sejumlah nama anak muda yang mengawali pendirian dan aksi Wanadri. Lantas, Gus Solah sempat membuat tulisan Wanadri satu halaman penuh di Majalah Djaja.

Setelah itu, dalam tulisannya, Gus Solah mengemukakan, Wanadri banyak berkontribusi dalam upaya 'menjaga' perjalanan bangsa di relnya. Dimulai, sejak Wanadri mengirim anggotanya ke Jakarta pada saat terjadi pergolakan tahun 1966.

Gus Solah mencatat sejumlah nilai dasar Wanadri yang kini diperlukan bangsa ini, mulai dari volunteer, humanisme (kemanusiaan), egaliter (merakyat), esprit de corps (semangat khas korps), spartan, self respect, patriotisme, dan berbagai nilai lain. Umpamanya: tanggungjawab, kerjasama, kerja keras, saling percaya, martabat, sikap ksatria, dan rendah hati.  

Gus Solah tak hanya menguraikan nilai-nilai itu. Beliau menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai keturunan langsung dari KH Hasyim Asy'ari - pendiri Nahdlatul Ulama, yang 21 Januari lalu genap 94 tahun, Gus Solah mewarisi ilmu agama yang memadai. Beliau adalah ulama yang sesungguhnya, mempunyai ilmu agama sekaligus ilmu dunia. Dan, lama berbisnis di jalur profesi non keagamaan.

Beliau seorang aktivis, ulama, politisi, tokoh hak asasi manusia, dan kemudian memusatkan perhatian mengembangkan pesantren Tebu Ireng yang didirikan kakeknya, melanjutkan pamannya, KH Jusuf Hasyim.

Gus Solah yang pernah menjadi anggota MPR RI (1998) dan sempat maju sebagai calon Wakil Presiden dalam Pemilihan Presiden 2004, sosok yang jelas integritasnya. Beliau tak pernah segan mengeritik kiprah 'politik' Nahdlatul Ulama.

Belakangan, usai pengumuman Kabinet Kerja II - Jokowi - Ma'ruf Amin, ketika sejumlah kalangan petinggi Nahdlatul Ulama dan organisasi sayapnya menyoal 'porsi' tokoh NU dalam pemerintahan, Gus Solah lantas mengingatkan posisi NU yang bukan merupakan organisasi politik.

Gus Solah tak pernah segan menyatakan pendapatnya tentang dinamika politik Indonesia yang berbeda dengan sejumlah petinggi NU. Dia konsisten menjaga Khittah Nahdlatul Ulama sebagaimana niat dan tujuan, ketika NU didirikan pertamakali oleh kakeknya.

Dalam konteks keseluruhan kehidupan berbangsa dan bernegara, Gus Solah adalah 'setitik cahaya' akalbudi bangsa ini, yang kian redup.. karena satu persatu berkas dan titik cahaya pemberi harapan, padam dengan kepulangan mereka ke haribaan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Ahad, pukul 20.59 di rumah sakit Harapan Kita, Jakarta, Gus Solah wafat. Beliau berpulang ke haribaan Ilahi Rabby, al Khaliq, al Mulq. Kepergiannya, laksana padamnya satu lagi titik cahaya akalbudi.

Allah mempunyai rahasia-Nya sendiri bagi bangsa ini untuk bermuhasabah.  Gus Solah akan dimakamkan di sebelah makam kakaknya, KH Abdurrachman Wahid di kompleks Pesantren Tebu Ireng - Jombang.

Allahummaghfirlahu warhamhu wa'afihi wa'fuanhu, wa wasik madhalahu, wa akrim nuzulahu.. Gus Solah akan menjadi bagian dari kerinduan kita kelak.. | 

Editor : Web Administrator
 
Sainstek
01 Nov 23, 11:46 WIB | Dilihat : 821
Pemanfaatan Teknologi Blockchain
30 Jun 23, 09:40 WIB | Dilihat : 1088
Menyemai Cerdas Digital di Tengah Tsunami Informasi
17 Apr 23, 18:24 WIB | Dilihat : 1341
Tokyo Tantang Beijing sebagai Pusat Data Asia
12 Jan 23, 10:02 WIB | Dilihat : 1481
Komet Baru Muncul Pertama Kali 12 Januari 2023
Selanjutnya
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 166
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 337
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 364
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 332
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya