Di Sela Aksi Damai Bela Islam 411

Salat Jumat yang Menggetarkan Nurani

| dilihat 1717

Catatan Bang Sem

BOLEH jadi, inilah  salat Jum’at paling menggetarkan nurani yang pernah saya alami. Lewat pukul 11.00 saya bergegas berjalan dari Jalan Abdul Muis, depan bekas gedung Pegadaian. Niat saya ingin salat Jum’at di masjid bank Indonesia, masjid tempat biasa saya menunaikan salat Jum’at.

Di jalan Abdul Muis, persis depan musalla kecil dekat penjual ban bekas, sebelah restoran padang, jamaah sudah membentuk barisan shaf. Saya mempercepat langkah dari traffic light pertigaan Jalan Budi Kemudiaan dan Abdul Muis.

Tiba di lokasi, Masjid Bank Indonesia sudah sangat penuh. Jamaah sudah melebar di halaman, juga trotoar di luar pagar. Bersama beberapa jamaah, terpaksa saya mengambil jalan darurah, membuat shaf yang hanya dipisahkan oleh para pedagang es doger, bubur sumsum, ketoprak, dan toge goreng yang berbanjar di seberang pagar masjid.

Tapi, jamaah terus berdatangan. Seorang koordinator lapangan menggunakan megaphone menyeru-nyeru mengatur shaf yang terbentuk dengan sendirinya. Mengingatkan para jamaah yang tak sempat mengambil wudhu untuk bertayammum.

Serombongan jamaah majelis taklim dipimpin seorang habib berhenti persis di depan Rumah Sakit Budi Kemuliaan. Sesaat menyaksikan barisan shaf yang sudah memanjang. Mereka berjalan kembali ke arah traffic light, setelah memanggil korlap FPI (Front Pembela Islam) yang memegang megaphone untuk mengikutinya. Lalu menentukan titik khutbah dan imam.

Adzan salat Jum’at pun kumandang pada waktunya. Habib itu menyampaikan khutbahnya sambil memegang megaphone. Angin yang berembus dari arah traffic light seolah mengantarkan suara adzan yang dikumandangkan muadzin, dan khutbah yang disampaikan.

Ajaib. Dengan hanya menggunakan megaphone ukuran medium, khutbah itu sampai ke jamaah yang panjangnya beberapa hampir 400 meter.  Khatib menyampaikan seruan damai dan menjelaskan tanggungjawab sosial jamaah  terhadap keutuhan bangsa Indonesia. Lantas mengingatkan jamaah, bahwa aksi unjuk rasa Bela Islam yang digelar hari itu, adalah aksi damai.

Khatib juga mengingatkan agar seluruh jamaah waspada. Sungguh memperhatikan kemungkinan masuknya sejumlah orang penyusup ke dalam barisan, yang dapat memancing benturan antara jamaah dengan aparat negara.

“Ini salat Jum’at yang paling dahsyat dan menggetarkan hati,” seru Ade Adam, aktivis mahasiswa era 70-an, mantan Ketua Umum HMI Cabang Manado ketika jumpa.

“Bang Eggy Sudjana tadi menyampaikan khutbah di situ,” cerita Ningrum, sambil menunjuk arena yang sudah dipadati pengunjuk rasa, antara Patung Kuda dengan Air Mancur BI.

Ali, salah seorang karyawan sebuah bank BUMN, yang bertemu dua jam kemudian, bercerita, “

Salat Jum’at pun berlangsung dengan tertib. Ini salat Jum’at yang paling menggetarkan hati, Pak,”ujarnya, melebihi getaran salah Idul Fitri yang pernah dia ikuti di salah satu bulevar kota London.

“Keindonesiaan dan keislaman menyatu dalam ukhuwah. Barangkali tak kan pernah terulang lagi pengalaman salat Jum’at seperti ini,”tambah Ade.

“Mendengar khutbah yang disampaikan Bang Eggy tadi, saya sampe merinding. Khutbah yang menyadarkan seluruh pengunjuk rasa yang menjadi jamaah untuk menjaga akhlak dalam  berekspresi,”ujar Euis, salah satu koordinator kaum perempuan, gabungan dari Aisyiah dan berbagai organisasi wanita Islam, di pojok depan Indosat.

Dari berbagai informasi yang saya terima sekitar pukul 14.00 siang, itu seluruh masjid yang berada di sekitar Monas, tak cukup menampung jamaah. Suasananya sedemikian damai dan tertib.

Rata-rata khutbah mengingatkan jamaah, yang adalah para pengunjuk rasa untuk memusatkan perhatian hanya pada satu tuntutan saja: pemerintah segera bertindak cepat dan tegas menegakkan hukum secara adil atas Gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjaja Purnama (Ahok) yang diduga melecehkan ayat suci al Qur’an (Surat Almaidah 51).

Dari berbagai teman yang bertemu saya di tengah arus pengunjuk rasa, informasi yang saya dapatkan sama. Meski sama merasa ‘terluka,’ dalam khutbahnya, para khatib menyampaikan pesan-pesan mendalam tentang ketaqwaan yang diwujudkan dalam bentuk kesadaran menegakkan prinsip-prinsip akidah, amar ma’ruf nahyi munkar dengan cara-cara yang islami.

Dalam khutbahnya, para khatib juga mengingatkan jamaah untuk memelihara ketertiban, tidak memusuhi petugas keamanan yang berjaga-jaga di sekeliling aksi mereka.

Ketua Gasbiindo (Gabungan Serikat Buruh Islam Indonesia)  – Bung Karmin Durin bercerita, khutbah para khatib di berbagai salat Jum’at hari itu, terutama yang dilakukan di tengah-tengah  lokasi unjuk rasa, merupakan khutbah yang memandu umat sesuai dengan pesan KH Abdullah Gymnatsiar (Aa Gym), membela al Qur’an dengan cara al Qur’an.

Beberapa teman lain menyebut, para koordinator lapangan  dari kalangan Front Pembela Islam (FPI) tidak seperti yang sering diberitakan media selama ini. Mereka menampakkan sosok dirinya sebagai pemuda-pemuda islam yang santun dan penuh senyuman. Mereka membantu jamaah melaksanakan salat Jum’at, sesuai dengan rukun dengan kaidah-kaidah yang sesuai keadaan darurah.

“Shaf bapak-bapak mengarah ke imam di depan kita, di jalan Budi Kemuliaan ini. Jamaah yang berada di dalam pagar Bank Indonesia berpedoman pada imam di dalam masjid bank Indonesia,” seru kordinator lapangan FPI itu menggunakan megaphone kecil, berulang-ulang

Ketika salat berlangsung, secara bergelombang, jamaah menyuarakan clue ( seperti : ucapan amiin selepas imam membaca surah al Fatihah dan takbir), sehingga gerakan-gerakan rukuk dan sujud berlangsung sebagaimana mestinya, dalam irama harmonis.

“Ini salat Jum’at paling indah dan khusyuk yang pernah saya lihat,”ungkap Faiza, menggambarkan apa salat Jum’at yang berlangsung di Jalan Merdeka Barat.

Mak Habibah bercerita dengan mata berkaca-kaca. Perempuan berusia 70 tahun, nenek lima cucu, berujar, “Saya bersyukur bisa berada di di sini, di tengah ribuan  jamaah yang berjuang membela firman Allah. “Saya lihat wajah mereka, wajah yang terbasuh air wudhu,” ujar Mak Bibah lagi.

Wajah-wajah pengunjuk rasa sebenarnya bisa dijadikan pedoman oleh petugas keamanan untuk memilah sekaligus mewaspadai  adanya penyusup. Pakaian bisa ditiru, tetapi air wajah mereka, tidak.

Usai salat Jum’at dan selepas berdo’a, sejumlah jamaah – pengunjuk rasa bergerak perlahan menuju lokasi unjuk rasa. Sejumlah ibu-ibu dan anak-anak muda dari berbagai kelompok, menyodorkan makanan kepada mereka. Beberapa lainnya menyodorkan air mineral, disusul beberapa anak muda membawa kantung plastik hitam besar untuk sampah.

Para jamaah makan dengan tertib. Di depan pintu gerbang Bank Indonesia, terlihat para pegawai bank sentral itu menyaksikan situasi dari balik pagar. Wajah-wajah mereka seolah memberi isyarat kehendak hati ingin bergabung, namun tugas mereka tak memungkinkan.

“Biarlah mereka berjuang dengan melaksanakan tugas utama mereka,” ujar Ade. Kakek dengan beberapa cucu itu, kini menjalani hidup sebagai pensiunan.

Ade bersyukur, dalam usia tua, dia masih sempat merasakan ghirah dan gairah keislaman dan keindonesiaan seperti ini, dalam aksi unjuk rasa yang damai.. | 

Editor : sem haesy
 
Humaniora
02 Apr 24, 22:26 WIB | Dilihat : 420
Iktikaf
31 Mar 24, 20:45 WIB | Dilihat : 992
Peluang Memperoleh Kemaafan dan Ampunan Allah
24 Mar 24, 15:58 WIB | Dilihat : 227
Isyarat Bencana Alam
16 Mar 24, 01:40 WIB | Dilihat : 705
Momentum Cinta
Selanjutnya
Ekonomi & Bisnis
03 Apr 24, 04:18 WIB | Dilihat : 194
Pertamina Siap Layani Masyarakat Hadapi Lebaran 2024
12 Mar 24, 10:56 WIB | Dilihat : 371
Nilai Bitcoin Capai Rekor Tertinggi
02 Mar 24, 07:41 WIB | Dilihat : 217
Elnusa Bukukan Laba 2023 Sebesar Rp503 Miliar
Selanjutnya