Razan Srikandi Gaza Syahid di Bulan Ramadan

| dilihat 3503

Bang Sem

BIDADARI Gaza, Razan Ashraf al-Najaar telah berpulang, semayam tak hanya di garba kubur, gerbang sucinya menuju terang cahaya barzah, sebagai syuhada. Ia, bahkan semayam di sukma terjaga, kaum yang punya akalbudi dan kesadaran nurani insani.

Sabtu, 2 Juni 2018 lalu, ribuan manusia menghantarkan jenazah syahidah, itu ke pemakaman yang gempita oleh rasa kehilangan, sekaligus kebanggaan yang merebak. Jenazah Rahzan ditutupi bendera Palestina, dan rompi berdarah.

Rompi medis itu satu-satunya senjata yang melekat pada tubuhnya. “Lihat.. lihatlah.. hanya ini satu-satunya senjata yang dia miliki,” seru Sabreen, ibunya sambil membentang rompi medis berdarah itu.

“Aku menginginkan keadilan bagi Razan,” kata Sabreen lagi, sambil menarik gumpalan kain kasa medis dari saku rompi putrinya.

“Ini senjatanya! Aku ingin dunia tahu ini adalah senjata Razan al-Najaar!” lanjut ibu yang sangat mengasihi puterinya itu, lalu mengambul kartu identitas puterinya, dan berseru retoris, “Apakah ini identitas seorang teroris?” Rompi dan kartu identitas itulah yang dikenakan, Rahzan saat ajal tiba di medan pertempuran, dan sebutir peluru menembus dadanya.

Ashraf, ayah Razan, menahan nafas, lalu mengambil rompi itu dari tangan isterinya. Matanya nanar. Ia ikhlas melepas, anak gadisnya yang berakhlak baik, itu. Razan wafat ditembak sniper Israel yang biadab, pada Jum’at (1/6/18).  Dia roboh  di Khan Younis dekat tembok Gaza yang dibangun Israel, hanya beberapa meter saja dari rumahnya, di malam Nuzul Qur’an, malam seribu bulan.

Ashraf bercerita, gadisnya, itu telah menjadi sukarelawan sejak awal melakukan protes kepada pasukan Israel yang merampas tanah tumpah darahnya. Razan sungguh sukarelawan. Dia bekerja tanpa imbalan.

Razan mempunyai keberanian yang terbangun oleh ruhul jihad yang sebenarnya dari orang-orang muda penduduk Palestina pada umumnya.

Ketika beranjak meninggalkan rumah, ibunya, mengingatkannya untuk berhati-hati. Ada rasa kuatir di hati ibunya. “Saya cemas, tapi Razan mengatakan kepada kami, dia tidak takut, dia merasa berkewajiban membantu saudara-saudaranya sesama warga Palestina,” ujar ibunya.

Kemanusiaan Razan yang tinggi, telah menghilangkan rasa takut pada dirinya, dan dia memilih jalan keberanian, membantu saudara-saudaranya sesama bangsa Palestina, yang menjadi korban pembantaian zionis Israel.

“Cukuplah rompi ini sebagai senjataku,” kata Razan, seperti diceritakan ulang ibunya,  Sabreen. Menurut Sabreen, meskipun berpostur kecil, puterinya mempunyai tekad yang kuat. “Allah bersama saya,” ungkap srikandi Gaza itu, sebelum meninggalkan ibunya.

Tewasnya Razan menghadirkan keberanian serempak warga Palestina. Hal itu mereka tunjukkan sehari kemudian, pada saat jenazah Razan akan dikebumikan. Poster-poster bergambar sosok Razan terlihat di berbagai sudut zona tempat tinggalnya. Terpampang di jalan-jalan dan tiang lampu yang mengelilingi rumah Razan.

Potret Razan dalam aneka situasi dengan senyumnya yang khas, seketika merebak ke seantero dunia. Menghiasi aneka media mainstream dan media sosial. Dunia bereaksi atas kebrutalan zionis Israel yang mengabaikan hak asasi dan melanggar berbagai komitmen peperangan.

Apalagi, kematian itu terjadi beberapa minggu setelah terjadinya protes Palestina, yang dikenal sebagai Great March of Return, peristiwa yang menewaskan lebih dari 100 demonstran Palestina oleh berondongan peluru dari beragam jenis senjata yang dipakai zionis Israel.

Kementerian Kesehatan Palestina mencatat, tewasnya Razan merupakan kematian kedua pekerja medis yang seharusnya dilindungi. Selain Razan yang tewas, tak kurang dari 200 petugas lainnya terluka.

Beragam informasi seputar tewasnya Razan mengemuka dalam berbagai media di seantero dunia. Sejumlah penggiat media sosial dan sejumlah rekannya menyebut, Razan tewas ditembak oleh sniper (penembak jitu) wanita zionis. Dia tidak. Tapi, Rasha Qudeih, seorang saksi mata menyebut, “Saya melihat penembak jitu - itu adalah seorang lelaki.”

Kematian Razan memicu pergolakan baru di sepanjang jalur Gaza. Sekelompok relawan medis berkumpul di luar kantor PBB pada hari Minggu (3/6/18). Mereka memprotes tindakan militer zionis Israel yang sengaja menjadi petugas medis dalam pertempuran, sebagai target mereka.

Seorang petugas medis Palestina, Rami Abu Jazzar mengemukakan, Razan datang lebih awal pada hari Jum’at untuk menolong korban serangan pasukan militer zionis Israel. Tak hanya Razan yang menjadi sasaran tembak. Jazzar pun diserang, lutut kirinya ditembak.

“Dunia harus tahu, pasukan militer zionis Israel mengabaikan kesepakatan tentang perang untuk melindungi petugas medis. Mereka malah menyerang kami secara membabi buta,” ungkap Juzzar kepada CNN International.

Tak hanya menggunakan peluru tajam. Menurut Jazzar, pasukan militer zionis Israel itu juga menyerang para petugas medis dengan gas air mata. Dalam rekaman video menggunakan smartphone, terlihat Razan – seperti biasanya – tersenyum mengekspresikan rasa senangnya bekerja sebagai relawan medis dalam perang.

“Saya suka bekerja di sini dengan semua orang,” ujar Razan seperti terekam dalam video itu. Menurut Juzzar, sepanjang pagi dan tengah hari itu, Razan tersenyum dan memberikan pesona. “Hari itu adalah hari yang menyenangkan dan indah bekerja dengan Razan,” ungkap Juzzar mengenangkan hari nahas yang merenggut srikandi Gaza itu.

Di video ponsel yang direkam sesama relawan, itu pun tampak, para petugas media, termasuk Razan, perlahan-lahan bergerak maju, mereka memperlihatkan lencana ID medis dengan tangan ke udara.

Dalam video itu juga terekam, Razan menolong sejumlah petugas media yang menjadi korban serangan gas air mata yang meminta tolong kepadanya. Tapi, sepuluh menit kemudian setelah video itu direkam, Razan ditembak.

Rekan-rekan relawan, sahabat Razan, seperti ungkapan mereka melalui media sosial dan media mainstream, tak kan pernah melupakan Razan. Mereka akan mengenang Razan karena keberaniannya, dan akan melanjutkan perjuangannya.

Petuga Medis Palestina mengeluarkan pernyataan, bahwa menembaki personil medis adalah kejahatan perang di bawah konvensi Jenewa. Mereka menyerukan “tanggapan internasional segera terhadap pelanggaran hukum humaniter Israel di Gaza.”

Dampak tewasnya Razan akan terus menjadi energi pergerakan perjuangan rakyat Palestina di jalur Gaza, terutama. Gerakan pertama mereka pada Sabtu malam, memincu bentrokan antara pasukan militer zionis Israel dengan penduduk Palestina.

Sejumlah pesawat Israel menyerang dua situs militan di Jalur Gaza, beberapa jam setelah roket ditembakkan dari daerah benteng pertahanan Israel. Pasukan militer zionis Israel, Israel Defence Forces (IDF) tidak menanggapi berita yang merebak dan tersebar di seluruh dunia itu. Seorang juru bicara militer zionis Israel berusaha menyangkal ini menargetkan pekerja medis.

Tapi, mereka tak menyangkal, bahwa pasukan militer zionis Israel telah menembaki situs yang mereka sebut sebagai sarang militan Gaza yang dikabarkan menembakkan dua roket ke Israel.

Sejak 30 Maret, warga Gaza memprotes perbatasan Israel, dan menuntut kembalinya tanah yang diambil zionis selama perang tahun 1948. Tak kurang dari 120 orang telah tewas dalam beberapa pekan terakhir.

Utusan PBB untuk Timur Tengah, Nickolay Mladenov, merespon situasi itu, dan mencuitkan pernyataannya melalui akun tweeternya. “Israel perlu mengkalibrasikan penggunaan kekuatannya dan Hamas perlu mencegah insiden di pagar,” tulis Mladenov.

Pihak pasukan militer zionis Israel hanya mengatakan kasus seperti yang dialami Razan, sedang “diperiksa secara menyeluruh” oleh komite militer internal. Lalu menyatakan, pasukan militer beroperasi “sesuai dengan prosedur operasi standar” dan bersikeras, bahwa mereka hanya melepaskan tembakan ke penghasut. Mereka malah menuduh Hamas menggunakan demonstrasi petugas media sebagai tameng untuk melakukan serangan.

Mereka juga menuduh, Hamas telah mengorganisir protes untuk menarik perhatian pada blokade Israel-Mesir selama satu dasawarsa di wilayah itu.

Bagaimanapun, para petugas medis Palestina tak akan berhenti melakukan kerja kemanusiaan mereka. “Kami memiliki satu tujuan - untuk menyelamatkan nyawa dan mengevakuasi orang.” Para petugas media Palestinya mengirim pesan ke seantero dunia: “Tanpa senjata, kita bisa melakukan apa saja.”

Kematian Razan tak hanya merampas kemanusiaan dan komitmen perang. Bagi Izzat Shatat, petugas relawan ambulans, kematian itu juga merenggut cintanya kepada Razan. Kepada Associated Press, Izzat mengatakan, bahwa dia dan Razan berencana mengumumkan pertunangan mereka pada akhir Ramadhan. Tapi Razan telah mendahuluinya melangkah, menghadap Allah sumber segala sumber cinta, di alam baka yang paling damai bagi syuhada. |

Editor : sem haesy | Sumber : AFP - Reuter - CNN Int
 
Energi & Tambang
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 207
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 414
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 419
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 391
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya