Prostitusi, No Way !

| dilihat 2561

DI Swedia, paling tidak di Stockholm, prostitusi adalah pelanggaran hukum berat. Sejak 1999 prostitusi dalam pengertian hubungan seksual berbayar, apalagi terorganisir, merupakan tindakan ilegal. Siapa saja yang melakukan aksi prostitusi (baik pelaku maupun germo) dikenakan hukuman denda maksimal dan penjara selama setahun. Termasuk mereka yang memberikan imbalan atas hubungan seksual itu.

Adalah Allyce, salah seorang staf liason officer pemerintah Swedia yang mengatakan hal itu. Undang-undang tentang pelarangan hubungan seksual berbayar, terus diperbaiki. Dalam undang-undang yang dikenal sebagai SFS 1998:408, mereka yang membayar untuk hubungan seksual dan mengambil keuntungan dari hubungan seksual casual orang lain, adalah melanggar hukum. Undang-undang itu diperbaiki lagi pada 2005 yang lebih eksplisit di bawah artikel: pembelian jasa seksual.

“Bagaimana mungkin negara Anda menerapkan hukum semacam itu, sementara melakukan hubungan seks atas dasar suka sama suka bukan pelanggaran hukum?” tanya saya. Allyce tersenyum. Dia jelaskan, melawan dan memberantas prostitusi adalah kewajiban personal dan sosial setiap orang. Prostitusi menimbulkan kerusakan serius bagi kehidupan individual dan sosial masyarakat, merendahkan hakekat manusia dan kemanusiaan.

“Prostitusi merupakan awal dari human trafficking,” ujarnya. Perdagangan manusia untuk tujuan seksual dan ekonomi. “Bagaimana tidak merendahkan harkat manusia dan kemanusiaan, ketika tubuh Anda terkapitalisasi atau dikapitalisasi, berubah menjadi komoditas,” ungkapnya serius.

Pandangan yang sama mengemuka dari Abjörn, pengemudi taksi. Dia mengatakan, di Swedia, apalagi di ibukota Stockholm, tak ada tempat prostitusi, meski tempat hiburan, termasuk club tersedia. Undang Undang Anti Prostitusi yang berlaku memang keras, dan amat bermanfaat untuk mencegah terjadinya prostitusi.

Lelaki 40 tahun, ini menjelaskan, prostitusi telah menyebabkan keadaan yang sangat sulit bagi pelakunya dan menempatkan perempuan sebagai korban. Pelacur tidak menghargai dirinya sendiri. Mereka membiarkan dirinya menjadi korban pemerasan orang lain. Juga menjadi korban dari hubungan transaksional yang nilainya mungkin tidak seberapa.

Undang undang ini memang ampuh. Sejak diberlakukan, relatif di Swedia, apalagi Stockholm tak ada yang berani melakukan praktik prostitusi. Apalagi prostitusi jalanan. Dengan begitu, ungkap Allyce, undang – undang itu sudah mencegah terjadinya kriminalisasi dan komersialisasi hubungan seksual. Dan yang lebih penting, ungkapnya, undang-undang itu mencegah rencana siapapun dari luar Swedia, menjadikan negeri bebas yang demokratis dan menjamin hak asasi manusia, itu sebagai sasaran kejahatan kemanusiaan.

Undang-undang yang bersifat netral gender, itu menurut Allyce, tidak hanya terkait dengan perempuan, karena mengatur juga pelaku kejahatan seksual laki-laki. Pada Juli 2010, Undang-undang itu diperbarui lagi, setelah direview seksama oleh parlemen. Kini pengaturannya lebih luas lagi, sehingga undang-undang ini menjadi instrumen hukum yang ampuh. Terutama sejak Kanselir Kehakiman Anna Skarhed mengintroduksi aksi searching dan penyelidikan intensif terhadap pelaksanaan undang – undang itu.

Hasilnya positif. Prevalensi penyakit kelamin dan penyakit sosial yang ditimbulkan oleh prostitusi menurun sangat drastis. Hal itu kemudian menjadi titik awal untuk memasukkan prostitusi sebagai bentuk aksi kejahatan terhadap kemanusiaan yang berat.

Dampak dari tindakan ini, menurut Abjörn, membuat sejumlah orang di luar Swedia yang terhambat bisnisnya, melakukan aksi lain. Mereka membuat situs-situs internet porno dan menjajakan perempuan dan laki-laki, yang mereka klaim seolah-olah perempuan dan laki-laki Swedia.

“Di negara-negara sekitar kami, prostitusi dengan kontak pertama melalui internet, itu mereka lakukan. Seolah-olah, telah terjadi pergeseran dari prostitusi terbuka menjadi sangat tertutup,” ungkap Abjörn.

Hukum yang tegas, keras, dan dijalankan secara konsisten berdampak positif mengikis habis prostitusi. Aksi lebih keras dilakukan lagi dengan perubahan undang – undang itu pada Juli 2011. Undang-undang yang baru, menambah berat hukuman penjara dan denda terhadap siapa saja yang terlibat dalam aksi prostitusi. Peningkatan sanksi hukum yang lebih berat itu, dimaksudkan juga untuk memberi bobot nilai yang berdampak pada transformasi budaya yang harus dilakukan. “Tidak lagi hanya nilai pidana yang menjadi pertimbangan,” ungkap Allyce.

Bagaimana dengan hubungan seksual dilandasi rasa, suka sama suka? “Selama tidak terjadi transaksi, tidak ada ‘pembelian jasa’ hubungan seksual, siapa saja bisa melakukannya,” ujar Abjörn. Tapi, lanjutnya, berapa banyak perempuan dan laki-laki Swedia yang mudah terpikat dengan lawan jenisnya atau sesama jenisnya hanya dalam pertemuan seketika?

Apalagi, ungkapnya, masih banyak perempuan Swedia, yang meskipun hidup di alam liberal, masih bermimpi seperti puteri dalam puri. Lalu seorang pangeran datang bertengger di atas kuda putih... | Bang Sem

Editor : administrator
 
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 166
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 336
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 364
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 332
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 633
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 781
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 750
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya