Menjaga Kesucian Ramadhan

| dilihat 7429

AKARPADINEWS.COM | RAMADHAN adalah bulan penghancuran terhadap segala aktivitas yang tidak terpuji. Dan, umat Islam diperintahkan untuk melakoninya. Di bulan yang suci ini, umat Islam dilarang untuk berbuat dosa agar tidak mengurangi pahalanya dalam berpuasa. Sebab, puasa tidak hanya menahan rasa lapar dan haus dahaga. Tetapi, menjaga hati, pikiran dan jiwa.

Ramadhan juga disebut dengan Sayyid As Syuhur, pemimpin bulan-bulan Qamariyah. Allah SWT menjadikan bulan Ramadhan sebagai rajanya bulan Qamariyah karena banyak terdapat hikmah dan amalan ibadah. Pada bulan Ramadhan, umat Islam diwajibkan untuk berpuasa selama sebulan penuh, mulai terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Selama Ramadhan umat Is­lam juga disunnahkan untuk shalat tarawih, memperbanyak amal sedekah, aktif mengaji dan mengkaji Al Qur’an, menu­naikan zakat fitrah, serta amalan-amalan lain yang bermanfaat.

Allah SWT memberikan kesempatan kepada umat Islam untuk banyak beribadah mendekatkan diri kepadaNya selama bulan Ramadhan, karena Ramadhan adalah bulan rahmat, bulan pengam­punan, dan bulan pembebasan manu­sia dari siksa api neraka. Pada malam khusus di bulan Ramadhan, Allah SWT, bahkan melebihkannya dengan membuka pintu air kasih sayang yang begitu melimpah tak terhingga. Malam khusus itu disebut dengan Malam Lailatul Qadar, atau malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu, seluruh malaikat, termasuk Jibril as, turun membawa rahmat Allah SWT untuk diberikan kepada para hamba-hamba Allah SWT yang senantiasa berdzikir kepada Allah SWT.

Ramadhan adalah bulan istimewa di mana umat Islam diperintahkan untuk ba­nyak berdzikir berharap datangnya ampunan Allah SWT. Ampunan Allah SWT akan diberikan kepada mereka yang berhasil menjalankan ibadah puasanya dengan sungguh-sungguh dan penuh keimanan. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang berpua­sa di bulan Ramadhan dengan ke­imanan dan kesungguhan, niscaya akan diampuni dosanya yang telah lalu”. Oleh karena itu, sebagai Zat Yang Maha Pengampun, Allah SWT memberi kesempatan yang lebih luas kepada umat Islam untuk bertaubat di bulan Ramadhan. Karena bertaubat di bulan Ramadhan lebih mudah diampuni oleh Allah SWT.

Selama bulan Ramadhan, kasih sayang Allah melebihi kasih sayangNya pada bulan-bulan Qamari­yah lain. Di bulan Ramadhan, kasih sayang Allah SWT akan terus mengalir sepanjang hamba-hamba-Nya yang beriman, mampu menjalankan ibadah puasa dengan baik dan banyak melakukan amalan saleh. Kasih sayang Allah adalah berupa pahala kebaikan hidup di dunia, dalam memperbaiki diri dan antarsesama makhluk sosial maupun bekal untuk kehidupan di akhirat nanti.

Imam Al Ghazali dalam kitabnya Ihya’ ‘Ulumuddin menjelaskan ada enam macam cara dalam menjalankan ibadah puasa dengan baik dan benar. Pertama, me­nahan pandangan dan tidak mengum­barnya pada hal-hal tercela dan dibenci. Atau pada hal-hal yang menyibukkan hati, sehingga lupa kepada Allah SWT.

Rasulullah SAW bersabda, “Pandangan itu merupakan anak panahnya Iblis. Siapa yang menahan pandangannya karena takut kepada Allah SWT, ia akan menemukan manisnya iman dalam hatinya.”

Kedua, menjaga lidah dari ucapan yang sia-sia, seperti berbohong, ghibah, namimah, memfitnah, bertengkar, dan membiasakan diri untuk diam, serta menyibuk­kan hati dengan berdzikir kepada Allah SWT. Ketiga, menahan pendengaran dari hal-hal yang dibenci agama.

Imam Al Ghazali mengatakan, “Setiap yang haram untuk dikatakan, haram juga untuk didengarkan.” Keempat, menahan seluruh anggota tubuh yang lain dari dosa. Perut dari makanan haram, tangan dari meng­aniaya orang lain atau mengambil dari yang bukan haknya, dan kaki dari meng­injak-injak hak orang lain. Kelima, menahan diri untuk tidak makan dan minum dengan cara ber­lebihan, walau dengan makanan halal sekalipun. Keenam, sesudah berbuka puasa, hendaknya hati selalu berada di antara rasa cemas dan rasa harap. Tidak boleh terlalu takut puasanya tidak diterima Allah SWT, tidak juga terlalu yakin bahwa puasa­nya sudah paling sempurna.

Sebagai seorang muslim, tentu tidak mengharapkan puasanya menjadi rusak dan sia-sia. Karena puasa yang diwajibkan Allah SWT pada bulan Ramadhan bukanlah sekadar menahan diri dari makan dan minum, tapi yang lebih penting adalah menjaga hati agar selalu ingat kepada Allah SWT.

Rasulullah SAW bersabda, “Banyak orang berpuasa tetapi tidak menda­patkan pahala puasanya kecuali rasa lapar dan haus dahaga.” (HR Nasa’i dan Ibnu Majah). Saat ini, banyak umat Islam yang menjalankan ibadah puasa hanya sekadar menahan makan dan minum saja. Di luar itu, mereka tetap saja me­lakukan pelanggaran-pelanggaran, meskipun sifatnya kecil. Mata tetap dibiarkan untuk melihat pada hal-hal yang tidak semestinya dilihat.

Telinga di­biarkan untuk mendengarkan pergunjingan dan keburukan-keburukan or­ang lain. Mulut dibiarkan untuk ber­sumpah serapah, mengadu domba, ghibah, memfitnah dan mencaci maki orang lain. Ibadah puasa adalah salah satu amal ibadah utama dalam melawan hawa nafsu. Ibadah puasa sebagai medan jihad melawan hawa nafsu dengan cara menundukkan hati, pikiran dan jiwa kepada Allah SWT sehingga segala sesuatu dalam diri seorang muslim hanya untuk Allah SWT.

Selain puasa untuk menahan diri dari makan dan minum, hawa nafsu, dan menjaga seluruh anggota badan, bulan Ramadhan hakikatnya sebagai upaya penyucian jiwa. Penyucian jiwa dilakukan dengan cara terus berdzikir kepada Allah. Dengan berdzikir kepada Allah, seluruh nafsu dapat dikekang sehingga manusia memperoleh kemenangan melawan setan.

Berdzikir kepada Allah tidak hanya dilakukan melalui amalan-­amalan wirid, tapi juga berusaha menjaga agar puasa tidak rusak yang disebabkan oleh godaan setan. Rasulullah SAW mengatakan, setan dapat berjalan melalui tubuh manusia dengan mengikuti aliran darah. Agar setan tidak menembus benteng pertahanan tubuh manusia, salah upaya mence­gahnya adalah dengan menghimpit jalan tersebut dengan rasa lapar dan haus dahaga melalui berpuasa secara baik dan benar. Setan akan terbelenggu karena kebiasaan seorang Muslim dalam melakukan aktivitas amalan-amalan saleh di bulan Ramadhan.

Banyak orang beranggapan bahwa berdzikir kepada Allah SWT hanya sebatas pada amalan wirid dengan cara berdiam diri di sudut-sudut masjid atau mushalla. Padahal, dengan memperhatikan kaum fakir miskin, yatim piatu dan kaum lemah, itu pun hakikatnya adalah dzikir. Dzikir kepada kaum fakir miskin, yatim piatu dan kaum lemah adalah dzikir kepada Allah SWT. Karena, mereka adalah makhluk Allah dan bukti nyata dari kebesaran dan kekuasaan Allah.

Berdzikir, dalam pengertian luas adalah upaya untuk men­sucikan jiwa dari segala bentuk kemunafikan dan ketersesatan jalan menuju cahaya Allah SWT. Untuk meraih cahaya Allah SWT, maka sifat-sifat tercela perlu di­hindari, karena hal itu dapat menjadi penghalang kedekatan seorang hamba dengan Allah SWT.

Menjaga kesucian hati, pikiran dan jiwa pada bulan Ramadhan tentu sangat baik bagi seorang Muslim. Sebagai seorang pedagang, dia akan berlaku jujur, tidak mengurangi timbangan, dan tidak bersikap licik, seperti mencampurkan zat-zat berbahaya ke dalam bahan makanan yang dijualnya.

Sebagai seorang petani, dia akan mengetahui mana tanah garapannya sendiri dan mana yang hak orang lain. Sebagai  seorang pejabat, dia akan mampu menahan diri untuk berperilaku korup dan menjalankan jabatannya dengan penuh amanah.

Sebagai seorang profesional, dia akan bekerja sesuai dengan keahliannya untuk kebaikan orang lain, bukan untuk menipu atau merusak sesamanya. Lalu sebagai pebisnis, dia akan berbisnis tanpa harus mendzalimi orang lain dengan memenuhi hak-hak setiap karyawannya.

Anwar Rizqi

Editor : M. Yamin Panca Setia
 
Energi & Tambang
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 731
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 889
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 840
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya