Sultan Brunei Balikin Gelar Oxford

LGBT Takut Hadapi Undang Undang Brunei

| dilihat 1104

SULTAN Brunei Darussalam, Jenderal Haji Hassanal Bolkiah Mu'izzaddin Waddaulah yang lebih populer disebut Sultan Bolkiah (72), biasa-biasa dan acuh saja menghadapi protes dari berbagai penjuru dunia kepadanya, terkait hukum rajam sampai mati atas pelaku LGBT (lesbianisme, gay, bisexual, dan transgender).

Hukum negara berbasis hukum Islam yang diberlakukan sejak April 2019 di Kesultanan yang terletak di ujung paling utara Pulau Borneo, itu mengundang reaksi berbagai kalangan.

Tak kurang dari 120 ribu orang menandatangani petisi yang menyerukan supaya pimpinan Universitas Oxford mencabut gelar kehormatan yang pernah diberikan kepadanya.

Sultan Brunei yang sangat peduli kepada realitas kehidupan masyarakat Islam, itu pun dengan santai mengembalikan gelar kehormatan itu kepada Universitas Oxford, awal Mei lalu.

Universitas Oxford memberikan gelar kehormatan kepadanya tahun 1993 dan menimbang keputusan merespon sikap Sultan Bolkiah. Pimpinan Universitas Oxford menulis surat kepada Sultan pada 26 April 2019, memberitahu Sultan, petisi yang diajukan 120 ribu orang itu. Lantas memberi kesempatan kepada Sultan menjawab sampai 7 Juni 2019. Tapi, 6 Mei 2019, Sultan sudah merespon dan memutuskan mengembalikan gelar itu.

Keputusan Sultan mengesahkan Undang Undang Anti LGBT di Brunei Darussalam yang merupakan kewenangan domestik negara Brunei itu, mendapat kecaman keras dari sejumlah selebriti, yang bahkan menganjurkan boikot atas sejumlah hotel milik Sultan di Eropa dan Amerika Serikat.

Selebriti George Clooney dan Sir Elton John adalah dua selebritis yang menentang interpretasi Brunei terhadap hukum Islam, yang akan menghukum rajam sampai mati pelaku sodomi, perzinahan dan pemerkosaan secara bertingkat sesuai dengan kualifikasi pelanggaran yang dilakukan.

Bahkan, sejumlah kalangan di lingkungan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) ikut mengecam Sultan. Sejumlah perusahaan melarang staf menggunakan hotel milik sultan. Beberapa perusahaan perjalanan juga berhenti mempromosikan maskapai Royal Brunei dan menghentikan promosi tentang Brunei kepada wisatawan.

Sultan Hassanal Blokiah yang juga (pernah) menjabat Perdana Menteri, itu tercatat merupakan raja terlama di dunia. Ia memimpin negara kecil Brunei Darussalam, yang pernah menjadi protektorat Inggris dengan populasi sekitar 400.000.

Secara geografis popsisi Brunei berbatasan langsung dengan wilayah negara Malaysia di Borneo.

Kesultanan Brunei merupakan negara pertama di Asia Tenggara yang mengadopsi komponen kriminal syariah di tingkat nasional sejak tahun 2014. April lalu, Sultan mengesahkan undang-undang khas terkait dengan perilaku menyimpang dan dehumanis LGBT.

Ketika memperkenalkan hukum Islam baru yang ketat, itu respon negatif diterima dari kaum pelaku seksual menyimpang, itu. Apalagi hukuman yang diterapkan itu  adalah hukum rajam. Pelaku kejahatan seksual akan dilempari batu sesuai vonis pengadilan, sesuai dengan tingkat putusan hukum pengadilan, bisa sampai mati.

Terintegrasi dengan undang-undang kejahatan ini (jenayah khas) juga mencakup berbagai kejahatan lain, termasuk kriminalitas pencurian, yang akan dipotong tangan.  

Belum lagi hukum diterapkan, para penjahat seksual dan kriminal sudah keder.  Komunitas gay Brunei menyatakan kaget dan takut pada hukuman yang dilecehkan sebagai "hukuman abad pertengahan," itu.

Seorang gay Brunei yang tak hendak diketahui identitasnya, kepada wartawan BBC mengatakan, hukuman itu tidak lagi menempatkan kaum pelaku LGBT sebagai manusia. Tetapi, penjahat yang wajar dirajam.

"Anda bangun dan menyadari bahwa tetangga Anda, keluarga Anda atau bahkan wanita tua yang baik hati yang menjual udang goreng di pinggir jalan tidak (lagi) berpikir Anda manusia, atau bersikap wajar melihat Anda dirajam, karena Anda seorag lesbian, gay, biseksual, dan tyransgender," katanya.

Efek ini agaknya yang memang hendak ditumbuhkan Sultan yang melihat esensi ajaran dan hukum Islam, menempatkan manusia itu mulia dan bermarwah, ahsanit taqwim. "Pelaku LGBT merendahkan martabatnya dari manusia mulia menjadi hayawan an nathiq, hewan yang berakal," ujar Muhibbu AdDiin, seorang guru agama di Kampung Terapung Bandar Seri Begawan.

Sultan Hassanal Bolkiah sendiri, dalam pidato pengantarnya saat memberlakukan undang-undang yang bikin keder kaum LGBT, itu menyatakan: "Saya ingin melihat ajaran Islam di negara ini tumbuh lebih kuat."

Berdasarkan undang-undang itu, di Brunei Darussalam, LGBT ilegal. Hubungan perzinahan berat, seperti sodomi, bisa dirajam sampai mati. Homoseksualitas ringan dapat dihukum hingga 10 tahun penjara.

Brunei Darussalam sudah menerapkan hukuman mati sejak 1957, namun sampai saat ini belum pernah melakukan eksekusi. Karena dalam menerapkan hukum Islam, seluruh proses pembuktian sampai vonis di pengadilan menggunakan prosedur yang diatur oleh Al Qur'an dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Misalnya tentang keberadaan saksi yang minimal empat orang dan terkonfrontir di pengadilan.

Undang-undang yang disahkan Sultan itu, itu terutama berlaku bagi warga negara yang sebagian terbesar menjalankan cara hidup sesuai agama Islam. Beberapa aspek dari Undang-undang itu berlaku untuk non muslim.

Hukum sebagian besar berlaku untuk Muslim, termasuk anak-anak yang telah mencapai pubertas, meskipun beberapa aspek akan berlaku untuk non-Muslim.

Di bawah undang-undang yang baru ini, pelanggaran seperti pemerkosaan, perzinahan, sodomi, perampokan dan penghinaan atau pencemaran nama baik Nabi Muhammad akan membawa hukuman mati maksimum.

Seks lesbian dan homoseksual membawa hukuman 40 pukulan tebu berbeda dan atau maksimal maksimal kurungan 10 tahun penjara.

Pelaku pencurian akan dipotong tangan.

Mereka yang "membujuk, memberitahu atau mendorong" anak-anak Muslim di bawah usia 18 "untuk menerima ajaran agama selain Islam" dikenakan denda atau dihukum penjara.

Hukum cambuk diberlakukan untuk individu yang melakukan pelanggaran pasal-pasal dalam undang undang ini, tetapi belum mencapai pubertas.

PBB menggemakan pernyataan itu, menyebut undang-undang itu "kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat", dan mengatakan itu menandai "kemunduran serius" untuk perlindungan hak asasi manusia.

Sebaliknya,  Sultan Brunei memberlakukan undang-undang itu supaya manusia sungguh menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Sultan tak ingin rakyatnya terjerembab perilaku menyimpang. | delanova

Editor : Web Administrator | Sumber : berbagai sumber
 
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1159
Rumput Tetangga
Selanjutnya
Sainstek
01 Nov 23, 11:46 WIB | Dilihat : 922
Pemanfaatan Teknologi Blockchain
30 Jun 23, 09:40 WIB | Dilihat : 1154
Menyemai Cerdas Digital di Tengah Tsunami Informasi
17 Apr 23, 18:24 WIB | Dilihat : 1413
Tokyo Tantang Beijing sebagai Pusat Data Asia
12 Jan 23, 10:02 WIB | Dilihat : 1560
Komet Baru Muncul Pertama Kali 12 Januari 2023
Selanjutnya