GHIBAH atau rumors menjadi dosa yang tak terampunkan, sebelum pihak yang menjadi sasaran ghibah, mema’afkan. Rasulullah Muhammad SAW, memberi perhatian terhadap hal ini. Ghibah, ujar Rasulullah, adalah bila kamu berkata tentang seseorang, sesuatu yang melukai hatinya.
Sesuatu rumors dikatakan ghibah, bila apa yang digunjingkan memang begitulah faktanya, bila tidak berarti tuduhan palsu. Alias buhtan, yang menurut Rasulullah SAW, dosanya lebih besar. Dan bila kita melakukan rekayasa sistemik mengarang cerita, untuk tujuan membangun citra buruk terhadap seseorang, maka hal itu disebut fitnah. Kualifikasi kejahatannya, lebih kejam dari pembunuhan.
Di abad modern dan di jagad politik, buhtan dan fitnah yang kualifikasi dosanya setara dengan syirk (menyekutukan Allah SWT), seringkali dipergunakan. Sasarannya jelas: character assasination, pembunuhan karakter. Bahkan, untuk melakukan kedua hal itu, orang rela membiayainya dengan sangat mahal.
Imam al Ghazali, dalam Ihya’ Ulum ad-Din, banyak sebab mengapa manusia senang bergunjing, memutar-balikkan fakta, dan menebar fitnah. Apalagi di jagad politik. Antara lain untuk memperolok, agar yang diperolok terlihat hina, dan menyenangkan orang yang memperolok. Lalu, untuk mengekspresikan kebencian dan amarah, dan membangun perasaan khalayak ramai di bawah kendali kebencian, dan antipati.
Lalu, untuk merusak hubungan, mendiskreditkan, dan memutus silaturahim seseorang dengan khalayak ramai. Termasuk, untuk mengalahkan lawan, musuh, saingan, dalam bisis, pekerjaan, dan dalam kompetisi memperoleh kekuasaan berdasarkan kehendak rakyat.
Menyampaikan kebenaran tentang seseorang yang dilakukan oleh mereka yang tertindas, tidak termasuk dalam kategori ghibah. Sesuai dengan firman,”Allah tidak menyukai ucapan buruk (yang diucapkan) dengan terus terang, kecuali oleh orang yang teraniaya..” (QS. An Nisa:148). Termasuk memberitakan kejahatan yang telah diputuskan oleh hakim.
Mari secara sadar kita setop kebiasaan ghibah, buhtan, dan fitnah. Tak terkecuali, menghentikan kebiasaan buruk iblis: mencari-cari kesalahan orang lain, mengumpat, dan berburuk sangka kepada Allah dengan mengeluhkan nasib diri. • N. Syamsuddin Ch. Haesy