Peringatan Hari Ibu Nasional Relawan MANIES

Ibu Penggerak Perubahan Mewujudkan Indonesia Adil Makmur untuk Semua

| dilihat 580

nota Cingè Zaidan

Suara angklung yang dimainkan ibu-ibu Relawan Mak-Mak Anies (MANIES), itu mengalun, mengusik telinga. Irama musik bambu, itu merayap pada Kamis (21/12/23) malam di Patiunus Hallf dengan akustik yang baik. Mengusik hati lebih dari 500 orang yang menghadiri acara peringatan Hari Ibu 2023, bertajuk "Perempuan Berpuisi untuk Bangsa," untuk melantunkan Shalawat Asyghil karya Imam Ja'afar as Shadiq dan Gaza Tonight (We Will Not Go Down) gubahan Michael Heart.

Prof. Aliyah Baswedan dan Fery Farhati Ganis (ibu dan istri Anies Baswedan - Calon Presiden pasangan AMIN No.1 Pilpres RI 2024), Ibu Mufidah Jusuf Kalla (istri Wakil Presiden 2004 - 2009 dan 2014-2019 M. Jusuf Kalla), Rustini Muhaimin (istri Cawapres Abdul Muhaimin Iskandar), Ida Fauziyah - Menteri Tenaga Kerja, Netty Prasetyani - Anggota DPR RI, beserta seluruh undangan yang hadir, larut dalam suasana melodius. Di giant wall, latar belakang panggung, tampak berbagai adegan situasi mutakhir di Gaza - Palestina yang digempur zionis Israel.

Dalam suasana demikian, salah seorang Pendiri dan Pembina Relawan Manies, Hanifah Husein meletakkan tiga jenis angklung dari tangannya. Ia mengucapkan salam dan menyapa hadirin, lantas lantang bersuara: "Ya Ilahi, di antara indah suara angklung mengiring suara batin memuja Mu. Engkau lah hanya, Yang Maha Kuasa dan Pemilik segala Kuasa. Penentu segala kebaikan dan sumber segala kebenaran. Sumber segala kesejahteraan dan kebahagiaan semesta. Engkau Maha tahu, Maha mendengar, Maha melihat. Engkaulah hanya, sumber segala rahman dan rahim. Allah Maha mengabulkan segala asa."

Bersemangat, Hanifah melanjutkan, "Mohon dengan sangat terima dan kabulkanlah salawat dan do'a kami : Ya Allah, sampaikanlah salawat kepada pemimpin kami Rasulullah Muhammad... dan sibukkanlah orang-orang dzalim dalam kedzaliman antar sesama mereka..  "Selamatkanlah kami dari kedzaliman mereka. Sampaikanlah salawat kepada seluruh keluarga dan para sahabat Rasulullah.. serta seluruh pengikut-Nya, yang tanpa henti berjuang.. meneruskan perjuangannya.

"Ya Ilahi.. mudahkanlah kami menjemput pertolongan-Mu, berikanlah kami dan saudara-saudara kami di Gaza - Palestina.. kemenangan, sebagaimana dulu.. Engkau berikan kepada Rasulullah Muhammad, seluruh keluarganya dan para sahabatnya..  Ya Ilahi.. hanya Engkau saja tumpuan kami mewujudkan asa.

Mudahkanlah dan mampukanlah kami, saudara-saudara kami di Gaza - Palestina, berjuang mewujudkan kemerdekaan hakiki.. Kebahagiaan, kedamaian, dan kesejahteraan di dunia dan akhirat.. dan terbebas dari segala petaka.. Aamiin Allahumma Aamiin.."

Ibu, Perempuan Perkasa

Tak berapa lama, Anies Baswedan datang dan melangkah memasuki arena. Ia menghampiri ibunya, istrinya, Ibu Rustini, kemudian menyapa para ibu, pembina, penasihat, dan anggota Relawan MANIES. Bersama Kapten Timnas AMIN, Marsekal Madya (Purn) M. Syaugi Alaydrus dan beberapa anggotanya.

Anies dan seluruh yang hadir menyaksikan dengan seksama Ida Fauziah naik ke atas panggung dan membaca puisi bertajuk Jari Jemari Ibu Perkasa. Puisi ini mengekspresikan peran para ibu, pekerja di lingkungan industri manufaktur.

"Ibu-ibu perkasa bergerak ke pabrik-pabrik / jari jemari mereka lincah dan terampil / merangkai harapan dan perjuangan hidup / menyediakan segala yang diperlukan rakyat / jari jemari ibu perkasa / mengubah peluh mereka menjadi angka-angka / di setiap laporan keuangan korporasi / di lembaran laporan keuangan negara.," ungkap Ida Fauziah dengan artikulasi, intonansi, dan aksentuasi yang pas.

Ida melanjutkan dengan tempo yang terjaga, "Bayangkan.. bayangkan.. / apa jadinya ekonomi bangsa ini / tanpa jari jemari para ibu perkasa? / karenanya kita perlu perubahan // jari jemari ibu perkasa di pabrik-pabrik / dan di seluruh ruang kehidupan / tanpa henti memintal cita perjuangan bangsa / agar merah putih sungguh berkibar di cakrawala Indonesia Raya / kita perlu perubahan /  karena kita ingin, jari jemari para ibu perkasa / menggerakkan seluruh mesin peradaban / mewujudkan satu kemakmuran / mencerdasan bangsa / membalik kemiskinan / menaklukan pandemi // dan akal budi mereka / menjadikan demokrasi / sebagai cara mencapai harmoni kebangsaan / kita berutang pada mereka !//

Selepas itu, anggota DPR RI Netty Prasetyani naik ke panggung, membaca puisi bertajuk, "Nafas Pendidikan." Dengan artikulasi, aksentuasi, dan intonansi yang terjaga dan mencerminkan sosok ibu yang peduli pada pendidikan, Netty membaca puisi itu.

"Berkas cahaya mentari pagi / tirai alam menghantar kehidupan / anak-anak berlarian di pematang / melintasi desa / memburu ilmu dan pengetahuan / di sekolah-sekolah desa / mereka mengeja kehidupan / di jalan-jalan desa," ungkap Netty. Di layar elektronik yang melatarinya, tampil gambar yang menegaskan larik-larik puisi yang dibacanya.

Sesaat Netty menarik nafas, lalu melanjutkan pembacaan larik-larik puisi itu :  "Ribuan guru melintasi jalan kehidupan / menuju ke sekolah-kolah desa / berbagi pengetahuan / memadukan pengajaran dan pendidikan / mengubah keluh jadi peluh / di tengah kebijakan yang mengubah harapan jadi keluhan / karenanya kita perlu perubahan // menempatkan pendidikan di barisan depan pembangunan / menempa anak-anak kehidupan / penentu  masa depan negara bangsa idaman."

Anies, Syaugi, dan hadirin nampak menyimak, ketika Netty meneruskan pembacaan puisi itu: "terik cahaya mentari siang menyengat jangat / anak-anak berlarian melintasi sawah dan ladang / ibu-ibu guru melangkah pulang / meneruskan tugas pendidikan di dalam rumah mereka / sudahkah mereka menikmati pemerataan? / keseimbangan pendidikan desa dan kota? / kita perlu terus menggerakkan perubahan / mengubah nasib anak-anak dan guru-guru di pedesaan / karena mereka adalah modal insan / dan para penanam investasi kemajuan / keadilan dan kesejahteraan dalam pendidikan / bukan sekadar kata-kata dan angka-angka / keadilan dan kesejahteraan dalam pendidikan / adalah satu tarikan nafas pendidikan ! / kita perlu menggerakkan perubahan/ memancang tegak masa depan negara bangsa / Indonesia Raya nan Jaya.//

Do'a Ibu untuk Perjuangan Puteranya

Terlihat Anies dan seluruh yang menyaksikan bertepuk tangan. Di sela pembacaan puisi Netty, hadirin merespon dan teresonansi, setiap Netty menyebut kata "perubahan !"

Pembacaan puisi dilanjutkan oleh Rustini Muhaimin Iskandar, yang membacakan puisi bertajuk, "Do'a Ibu untuk Puteranya." Puisi yang menyimpan salawat Nariyah ini, dibaca istri Cawapres Muhaimin ini dengan fasih dan irama terjaga. Pesannya sampai kepada khalayak yang mendengar dan menyimak.

"Fajar menjelang tiba / Bersujud ibu di atas sajadah / Bisiknya membahana hingga ke arasy Ilahi / Semesta mendengar, mengaminkannya/ Wahai Allah, Yang Tak Pernah lelah dan tak pernah bosan mendengar dan mengabulkan do'a-do'a insan.. / Perkenankan daku.. berdo'a untuk anakku: / Allahumma shali shalaatan kaamilatan wasallim salaaman taamman 'alaa sayyidina muhammadinil ladzii tanhallu bihil 'uqodu wa tanfariju bihil kurabu wa tuqdhaa bihil hawaa-iju. / Wa tunaalu bihir-raghaa-ibu wa husnul khowaatimi wa yustasqal / ghamaamu bi wajhihil kariimi wa 'alaa aalihii wa shohbihi fii kulli lamhatin wa nafasin bi 'adadi kulli ma'luumin laka," ucap Rustini. Hadirin diam. Anies, Syaugi, Ibu Aliyah, Ibu Mufida, dan Fery nampak tekun menyimak.

Beberapa undangan nampak menengadahkan tangan, ketika Rustini melanjutkan puisi, itu yang merupakan makna salawat Nariyah: "Wahai Allah, limpahkanlah rahmat dan salam sempurna kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW / Semoga terurai dengan berkahnya, segala macam buhul dilepaskan dari segala kesusahan, kabulkanlah segala hajat, sehingga tercapai segala hasrat kebaikan  dan husnul khotimah."

Siti Masrifah - politisi senior PKB dan Ulla Nuchrawati - aktivis perempuan yang lama menjadi politisi Golkar, juga Hanifah Husein, nampak serius menyimak, ketika Rustini melanjutkan pembacaan puisinya: "Wahai Allah, Yang Maha Pemelihara / Mudahkanlah putera-putera hamba, hamba-hamba-Mu / menguatkan kesabaran dan keikhlasan / memperjuangkan hasrat murni mereka / melayani umat-Mu, seluruh rakyat negara dan bangsa kami / seraya menjadi penggerak bagi umat, menjalankan sunnatullah.. / menjemput takdir baik-Mu menebar kebahagiaan / menghantarkan pemeliharaan-Mu atas semesta.."

Rustini melanjutkan lagi pembacaan puisinya, "Kuatkan dan teguhkanlah hati mereka.. / untuk kelak / menjadikan amanah ummat dan rakyat / sebagai cara mencapai rahmat-Mu atas bangsa dan negara ini.. / Aamiin Ya Mujibas sa'iliin." Serempak khalayak mengucapkan, "Aamiin.." Termasuk  Anies Baswedan.

Peran Ibu dalam Gerakan Perubahan

Selepas itu, Fery Farhati naik ke panggung. Tidak untuk membaca puisi. Melainkan, menyampaikan orasi yang asasi tentang peran ibu dalam prosdes perjuangan perubahan bangsa, mewujudkan Indonesia adil makmur untuk semua, sesuai Visi AMIN.

Fery sangat fasih menyampaikan dimensi sejarah Hari Ibu, sejak Kongres Perempuan I tahun 1928. Ia kemudian memberikan aksentuasi atas peran ibu dalam konteks kebangsaan, mulai dari lingkungan keluarga di tengah dinamika kehidupan bangsa kini dan nanti.  Ia menyinggung sedikit peran Ibu Barkah Ganis, nenek kandung Anies yang terlibat dalam Kongres Perempuan I di Yogyakarta, itu.

Hakikat dimensional Hari Ibu yang dikemukakan Fery adalah peran strategis kaum perempuan, khasnya Ibu dalam proses pembangunan yang bertegak di atas keadilan dan pemerataan untuk seluruh rakyat, berbilang kaum.

Fery nampak berwibawa dengan pesona personanya. Aura ketokohan dan kepemimpinannya nampak terpancar justru dari kesahajaannya. Sosok perempuan cerdas yang menguasai substansi persoalan kaum peremuan dan bangsa. Pandangan-pandangannya yang menghadirkan ekspresi akal budi, terkesan berkeseimbangan dengan berbagai gagasan dan pandangan visioner Anies tentang Indonesia, yang berangkat dari realitas keseharian hidup.

Selepas itu, Ibu Mufidah Jusuf Kalla dan Hanifah Naik ke atas panggung. Ibu Mufidah duduk di antara Fery dan Rustini, menghadirkan sosok ibu pengayom atas tokoh-tokoh perempuan Indonesia ternama, itu. "Ini relawan AMIN dengan perempuan-perempuan hebat," gumam Ade Adam Noch, mantan aktivis yang sempat menjabat Deputi Kepala BNP2TKI (Badan Nasional Penyaluran dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia) yang duduk di antara dua aktivis mahasiswa ITB di masanya (Surya Darma dan Tigor Sihite).

Anies melangkah dan naik ke panggung, selepas diundang pengatur-cara. Ia diminta menyampaikan Orasi Kebangsaan. Dengan kepribadian yang berakhlak, Anies menggeser tiang sangga pelasntang suara (mic) ke sudut kiri panggung, yang semula berada di tengah depan panggung.

Tak Lepas dari Kaum Ibu

"Saya harus berdiri di sini, di samping, tidak boleh membelakangi para ibu..," ujarnya sambil senyum. Dia tak menyampaikan orasi, melainkan meluahkan pengalamannya selama ini bersentuhan dengan berbagai khalayak dan kalangan di seluruh Indonesia.

"Ke manapun pergi, ke manapun menghampiri kehidupan bangsa dan negara ini, tak pernah lepas dari kaum ibu," cetusnya. Lalu mulai mengungkap dimensi peran strategis ibu dan kaum perempuan dalam keseluruhan kontes kehidupan masyarakat, negara, dan bangsa. Termasuk dalam menggerakkan dan melakoni proses perubahan di berbagai aspek kehidupan.

Anies mengungkapkan, apa yang dikemukakan para ibu melalui puisi yang dibacakan memberi gambaran nyata tentang peran ibu dan perempuan dalam proses mewujudkan Indonesia Adil Makmur untuk semua.

Anies menegaskan apa yang dikemukakan Fery, istrinya. Termasuk mencuplik bagian kenangan masa kecil dari percakapan dengan neneknya, Barkah Ganies, yang ketika menjelang Kongres Perempuan I Tahun 1928 masih tinggal di Tegal.

Anies mengulang cerita neneknya, ketika penjajah Belanda berusaha menghalangi kaum perempuan dan neneknya untuk berangkat ke Yogya, meski telah memiliki tiket kereta api. Heroisma diekspresikan oleh para perempuan dan neneknya itu. Yakni, berbanjar berbaring di bantalan rel kereta api.

"Berangkatkan atau lindas kami," kata mereka, seperti diceritakan Barkah Ganies kepada cucunya, Anies Rasyid Baswedan. Heboh. Tak ada pilihan bagi petugas maskapai kereta api Hindia Belanda, kecuali memberangkatkan mereka ke Yogya untuk hadir dalam Kongres Perempuan Indonesia I, 22 Desember 1928 di Ndalem Jayadipuran yang kini merupakan kantor Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional di Jl. Brigjen Katamso, Yogyakarta. 

Relawan Ibu Berjuang Tanpa Pretensi

Kongres itu  dihadiri sekitar 30 organisasi perempuan yang berasal dari 12 kota di Jawa dan Sumatera untuk menguatkan hak-hak perempuan di bidang pendidikan dan keluarga. Pada kongres tersebut kaum perempuan mengangkat isu tentang persoalan kawin paksa, permaduan dan perceraian secara sewenang-wenang, perkawinan anak, dan solusinya: pendidikan bagi anak perempuan. Termasuk keadilan fungsional dan proporsional kaum perempuan di dalam rumah tangga, keluarga yang juga disinggung Fery.

Bung Karno menetapkan tanggal awal Kongres Perempuan Indonesia I - 22 Desember, sebagai Hari Ibu Nasional, berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia No. 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959, dan bertepatan pula pada ulang tahun ke-25 Kongres Perempuan Indonesia 1928. 

Pada bagian lain pembicaraannya, Anies juga bercerita tentang masa kanak-kanaknya bersekolah di taman pendidikan anak (tadika) Masjid Syuhada dan menyebut salah seorang ibu pejuang yang mengayomi lembaga pendidikan usia dini itu.

Capres nomor urut 1 itu sangat terasa menghormati kaum perempuan dan memuliakan ibu. Menomor satu kan ibu. Ia tak lama di situ dan mohon pamit, karena ada pertemuan dengan Muhaimin Iskandar, jelang Debat Cawapres, Jum'at 22 Desember 2023 malam.

Acara dilanjukan dengan lelang lukisan yang dipamerkan di arena peringatan Hari Ibu Relawan Manies, tersebut. Menurut Ketua Pelaksana kegiatan, Farida Islahiyah Sihite,  separuh hasil lelang lukisan dilakukan untuk membantu rakyat Palestina, khasnya di Gaza.

Hasil lelang yang akan dilanjutkan secara on line tersebut, juga akan diperuntukan bagi membantu aksi relawan MANIES memperjuangkan pasangan AMIN memenangkan kontestasi Pilpres 2024.

Farida menjelaskan, lukisan yang dipamerkan dan dilelang itu karya para pelukis kelas dunia seperti Affandi, Hendra Gunawan, Le Man Fong (Singapore), Le Mayeur (Belgia), dan para pelukis ternama lainnya.

Lukisan-lukisan yang menambah makna kegiatan yang dikelola para perempuan yang sungguh relawan. Berjuang ikhlas tanpa pretensi. |

Editor : delanova
 
Ekonomi & Bisnis
03 Apr 24, 04:18 WIB | Dilihat : 259
Pertamina Siap Layani Masyarakat Hadapi Lebaran 2024
12 Mar 24, 10:56 WIB | Dilihat : 429
Nilai Bitcoin Capai Rekor Tertinggi
02 Mar 24, 07:41 WIB | Dilihat : 275
Elnusa Bukukan Laba 2023 Sebesar Rp503 Miliar
Selanjutnya
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 749
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 903
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 858
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya