Hikmah di Balik Perginya Eril

Dian Imani Emil dan Atalia

| dilihat 599

catatan Bang Sém

Ketika masih banyak orang bergaduh dimanjakan syahwat politik, bahkan dengan beragam cara tanpa etika, dan ketika cinta seolah terampas oleh singularitas, dimensi kemanusiaan kita tetiba menyadarkan: "di balik duka selalu ada inspirasi sukacita."

Fatwa penyair Lebanon, Kahlil Gibran -- berabad lampau -- tentang dukacita dan sukacita menyeruak.

Penyair yang ditinggal wafat Selma, kekasihnya dan hidup dalam dekapan dukacita, itu memancarkan kesadaran, bahwa ketika duka sedang menahan kita di kamar peraduan, saat bersamaan, sukacita sedang menunggu giliran untuk menghibur diri kita nan lara.

Ridwan Kamil (Emil) dan Atalia Praratya (Atalia), pasangan orang tua kandung atas Emmiril Khan Mumtadz (Eril) dan Camillia Laetitia Azzahra (Zahra), tetiba 'menghadirkan' tak hanya fatwa penyair Kahlil Gibran.

Sepasang orang tua ini, mengusik kesadaran imani kita untuk memahami hakikat suka dan duka dalam keseluruhan konteks kemanusiaan dan keimanan kita.

Tak semua orang tua sanggup menerima realita kehilangan putera kesayangannya. Pun begitu halnya dengan Emil dan Atalia.

Apalagi, Eril pergi merenangi alam fana menuju alam di luar empirisma manusia, via sungai Aare - Bern, Switzerland, sejak Kamis (26/5/22).

Kepergian yang tak biasa. Dan, kehilangan yang dirasakan Emil, Atalia, dan Zahra tak kan pernah dialami siapapun, meskipun, katakanlah, pergi dengan cara yang sama dengan Eril.

Ketika Emil dan Atalia memutuskan untuk menerima realita, bahwa Eril tak kan pernah kembali, ketika itulah kita merasa, bahwa sebagai orang-tua, keduanya sampai pada pemahaman imani yang asasi ihwal batas hidup dan kehidupan.

Bisa dipahami oleh akal budi yang sehat dan kedalaman imani yang kokoh. Namun, hanya bisa dipahami oleh mereka yang mempunyai kualitas diri dan pribadi sangat prima.

Keputusan yang orang tua yang seketika pula, beririsan dengan kesalehan dan kualitas imani Allahyarham Eril (23).

Eril lahir di New York (25/6/1999) ketika Emil dan Atalia sedang menggantang asa, mengubah imajinasi menjadi realita, untuk eksis sebagai pribadi yang ditempa oleh tantangan kehidupan tak mudah sebagai 'minoritas.'

Eril pergi di sela waktunya melangkah menulusuri jalan antara kemungkinan dan ketidakmungkinan, dengan segala kesalehan dan kebajikan yang telah ditanamnya di ladang persemaian pribadi dalam kehidupan sehari-hari.

Keputusan Emil, Atalia, dan puterinya Zahra menerima realita dalam pemahaman tentang takdir, menggetarkan kesadaran kita untuk memahami apa yang diisyaratkan Allah kepada Muhammad - Rasulullah SAW.

"Bukankah kami telah melapangkan dadamu (Muhammad). Dan, kami telah meringankan beban darimu, yang memberatkan punggungmu. Dan.. kami tinggikan namamu, bagimu. Sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan. Bila engkau telah pungkas sesuatu urusan, tetaplah bersungguh-sungguh kerja (untuk urusan yang lain).. dan hanya kepada Allah saja engkau berharap.." (QS Al Insyirah 1-8)

Akan halnya Eril, meski secara faktual telah tiada, namun ia ada dan selamanya akan ada.

Adanya tersambungkan dengan segala benih kebaikan, kesalehan, dan kebajikannya. Hatta, dari sisi usia, masih terbilang muda.

Emil, Atalia, Allahyarham Eril, Zahra dengan caranya tersendiri, tanpa rencana dan rekayasa, telah menjadi dian yang menyeimbangkan nalar, naluri, nurani, rasa dan dria bagi kita.

Terutama untuk memahami dan menghidupkan kembali sesuatu yang selama ini, terasa padam. Yakni: simpati, empati, apresiasi, respek, dan cinta kasih.

Dian imani -- yang dalam konteks kapasitas Emil sebagai pemimpin (Gubernur Jawa Barat) -- bisa merupakan teladan, bagaimana menghadirkan takdir dalam seluruh konteks  kesadaran personal dan sosial.

Khasnya untuk memahami tentang batas hidup dengan segala dimensinya: waktu, ruang, usia, ajal, yang menghubungkan kefanaan dengan keabadian.

Pun, batas bagi kita untuk memahami hakikat eksistensi manusia sebagai makhluk (masterpiece) di hadapan Allah sebagai Supercreator - Al Khaliq.

Batas yang tak sepenuhnya bisa dimengerti secara empiris apalagi dihampiri hanya dengan sains dan akal pikiran dengan segala kaidahnya.

Kita menaruh salut yang tinggi kepada Emil dan Atalia, yang cinta kasihnya kepada Allahyarham Eril, terasa menggetarkan dawai cinta sesungguh kasih.

Kita susulkan do'a yang deras untuk menemani dan menambah makna atas kebermanfaatan maknawi kepada Allahyarham Eril. |

 

Barat Jakarta, 8.5.22

 

Editor : delanova | Sumber : foto-foto tangkapan layar akun IG @emmerilkhanmumtadz
 
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 712
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 869
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 820
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya
Seni & Hiburan
03 Des 23, 14:05 WIB | Dilihat : 498
Kolaborasi Pelukis Difabel dengan Mastro Lukis
29 Sep 23, 21:56 WIB | Dilihat : 1581
Iis Dahlia
09 Jun 23, 09:01 WIB | Dilihat : 1372
Karena Lawak Chia Sekejap, Goyang Hubungan Kejiranan
Selanjutnya