FAIZ memotivasi diri. Menghabiskan seluruh waktu untuk bekerja, bahkan nyaris tak kenal waktu. Tak sekadar memberi makna atas hakekat hidup sebagai jalan panjang untuk bekerja dan berkarya.
Lelaki yang teramat konsisten memelihara cintanya, ini melakukan semua itu bagi Iffaa, istrinya. Juga kedua anak perempuannya. Hidup mereka selama ini memang terpisah oleh jarak. Hubungan cinta mereka, sering disebut orang long distance relations (ldr), meski ada juga yang bilang long distance love (ldl)
Kerja, sama halnya dengan konsistensi atas cinta, bagi Faiz adalah bagian dari ibadah yang menjadi kebutuhan hidupnya. Bagi Faiz, hidup harus dijalani dengan kebenaran, untuk memperleh rezeki yang halal lagi baik (untuk istri dan anak). Karena sedikit saja rezeki haram masuk ke sendiri darah dan nadi istri dan anak-anaknya, kelak akan berbuah keburukan dan penyesalan.
Iffaa tak menyadari ini. Ia tak kuasa menjalani hidup dengan sabar, menyertai suami yang berjuang memperoleh kehalalan bagi diri dan anak-anaknya. Iffa hidup dalam gemilang purbasangka dan syakwasangka. Ia terseret hasutan iblis yang menjalar melalui tutur kata banyak orang. Ia abai dengan hakekat dirinya sebagai istri yang mesti membangun hidup dengan kepercayaan.
Konsentrasi kerja Faiz, kerap terganggu oleh telepon dan message yang dikirim tak kenal waktu. Bahkan dengan ungkapan dan umpatan yang sangat buruk. Faiz lelah, dan tak mempunyai lagi cara terbaik menjelaskan dan mendidik Iffaa untuk bisa lebih sabar dalam menjalani hidup.
Suatu ketika, Iffaa nekad memilih jalannya sendiri, memburu Faiz. Ia tak hirau dengan permintaan Faiz, agar ia lebih berkonsentrasi mengurus kedua anaknya. Tegas Faiz mengatakan,”Jangan pernah menyesal, bila kamu nekad, yang akan kamu dapatkan kemudian adalah beragam masalah yang menyusahkan dirimu”. Iffaa cuek. Dia hanyut dengan pikiran dan syakwasangkanya sendiri. Lantas terperosok pada kenyataan, bahwa semua yang diucapkan Faiz menjadi kenyataan.
Kecemburuan dan prasangka berlebihan, telah menyeret perempuan molek ini pada kegelisahan hidup tak berkesudahan. Tingkah polahnya membuat Faiz semakin lelah.
Satu hal lain yang tak disukai Faiz, Iffaa sangat terbiasa mengungkapkan masalah domestiknya kepada orang lain.
Karena berulang-ulang melakukan tindakan yang sangat mengganggu konsentrasi kerja suaminya, akhirnya Iffaa menanggung derita batin. Faiz terpaksa memutus saluran selulernya.
Faiz lebih memilih jalan: menyelamatkan masa depan anak-anaknya. Ia hanya berkomunikasi dengan Iffaa dan anak-anaknya, bila mendapat waktu istirah. Ia berpikir, harus mendidik Iffaa dengan sangat keras. Bahkan, Faiz sudah sampai pada satu titik kepasrahan. Bila Iffaa tak berubah, mahabbah-nya hanya diperuntukkan bagi kedua anak yang disayanginya.
Faiz dan Iffaa, semestinya tak harus mengalami kebuntuan komunikasi, bila Iffaa paham, bahwa dalam memelihara cinta, diperlukan pengorbanan. Faiz berkorban mengisi seluruh dimensi ruang waktunya, sehingga ia mampu memenuhi seluruh kewajiban insaniahnya sebagai suami dan ayah.
Iffaa, semestinya paham, sedikit saja cemburu berlebih, dapat merusak segalanya. Apalagi bila syakwasangka kian subur di dalam hati. Ia mesti paham dan sadar, bahwa syakwasangka datang dari iblis yang memang bermaksud menghancurkan mahligai cintainya.
Sayang, Iffaa tak paham ini. Kegundahan dan polah buruknya, membuat dia menjadi sasaran bagi hasad dan hasut, yang kini membawanya ke bibir kehancuran rumahtangganya.
Cinta mesti dipelihara dengan kesabaran dan kepercayaan sepenuh hati. Cinta mesti berpadu padan dengan keikhlasan. Bila hal ini telah tercemar, cinta akan terkulai lemah dalam lelah, kemudian lenyap bagai angin… |