Aroma Pemikat Selera Makan
AKARPADINEWS.COM | Semerbak aroma masakan selalu menggoda, merangsang setiap manusia untuk melahap hidangan yang memacarkan aroma. Terkadang, cukup mencium aromanya pecinta kuliner mafhum menilai enak-tidaknya sebuah sajian.
Harum aroma tumisan bawang merah, bawang putih, bercampur potongan daging kambing, menyeruak menggoda setiap pejalan kaki yang hilir-mudik di muka Gang Lele Raya No. 224, Jalan Matraman Raya, Jatinegara, Jakarta Timur. Buaian aroma semakin kuat kala penyaji menambahkan bumbu halus berbahan kemiri yang telah disangrai, jahe, bawang merah, lada, ketumbar, dan kunyit ke dalam tumisan daging yang dimasak di atas tungku penuh bara arang.
Aroma kuat itu menjadi lebih padu saat kuah gulai, potongan kol, tomat hijau, kecap, dan garam dimasak bersamaan. Begitu masuk ke dalam gang, mencari muasal aroma, rasa lapar terbagi karena godaan lain: aroma daging kambing muda yang tengah dibakar. Kedua menu, tongseng dan kambing, bisa jadi pilihan. Dan, lezat pula disantap berbarengan dengan sepiring nasi hangat.
Salah seorang yang terpedaya aroma kedua menu itu, Sri Rahayu (42 tahun), karyawati salah satu perusahaan yang bergerak di bidang asuransi, lantas memesan tongseng dan sate kambing untuk disantap bersama rekan-rekannya. “Biasanya makan siang bareng teman-teman. Abis enak tongsengnya gurih. Potongan daging satenya juga besar. Bikin ketagihan deh,” ungkap Sri yang dua kali sepekan mampir ke Warung Sate Sederhana atau kondang disebut Sate Keroncong.
Warung sate yang telah berjualan sejak tahun 1950-an itu memang identik dengan irama keroncong. Tiga terkadang empat pemain keroncong acapkali melantunkan tembang keroncong kenamaan, seperti Bengawan Solo, Gambang Semarang, Di Bawah Sinar Bulan Purnama, dan lainnya, di hadapan para pengujung. “Yang bikin beda, ada yang main keroncong. Jadi makin nikmat,” tuturnya. “Saya nggak bisa tahan kalo udah cium aromanya, bikin ngiler”.
Aroma masakan memang memperdaya, baik berlanjut menyantap atau sebaliknya berpaling. Hal itu mudah ditemukan saat aroma semur jengkol membuat sebagian orang ingin melahapnya, sedangkan sebagian lagi pergi menjauh.
Menimbang rasa makanan sejatinya tak hanya soal lidah, indra penciuman pun memiliki andil yang sangat penting. Indra perasa, menurut Chandler Burr, dalam The Emperor of Scent: A True Story Perfume and Obsession, sangat kerdil, dan fungsi minimalnya hanya merespon enam rangsangan berbeda, manis, asam, asin, pahit, gurih, dan kecut (astringent).
“Indra penciuman, di sisi lain, memberi 90% dari apa yang kita rasa, yang menjelaskan mengapa indra perasa kita berkurang ketika berjejal (makanan),” tulis Chandler Burr. Bukti itu dapat bersepadan sebab aroma berisi ratusan molekul bebauan yang berbeda.
Manusia, begitu juga tikus, menurut Dr. Linda Buck, biolog asal Fred Hutchinson Cancer Research Centre, memiliki 1.000 reseptor bau di hidung. Setiap aroma mengirim sinyal yang dibuat oleh reseptor, melalui saraf penciuman ke bagian otak yang merespon bau, dan kemudian dapat mengidentifkasi aroma apa yang dihirupnya.
Kemampuan indra penciuman mengidentifkasi makanan bahkan lebih jauh rasa bisa sangat dominan. Jack Ward dari Popular Science Magazine mengungkapkan, 80% kemampuan untuk mendeteksi rasa justru berasal dari sensor penciuman. Jack beroleh kesimpulan itu dari sebuah pengujian terhadap empat food taster terhadap beberapa sample makanan yang dipotong dengan ukuran yang sama. Keempatnya tak dapat mengidentifikasi kentang dan apel yang mereka kudap dengan mata tertutup dan hidung tersumbat. Ketika sumbatan pada hidung dilepas, mudah saja bagi keempatnya mengidentifikasi kentang dan apel.
Gangguan pada indra penciuman terkadang mengurangi kenikmatan saat makan. Saat flu berat melanda selera makan dan kenikmatan saat makan jadi berkurang. Nyatanya proses makan butuh konsentrasi khusus, utamanya pada penciuman dan perasa. Bau yang menyengat pun bisa menjadi gangguan saat makan.
Di Perancis, pada masa Kartel Martel (Charlemagne), abad ke-8 M, kaum perempuan diperbolehkan makan satu meja. Namun ada satu syarat, mereka tidak boleh memakai parfum yang menyengat, sebab bau parfum menyengat bisa merusak selera makan.
Apakah selamanya parfum mengganggu selera makan? Bagi Chandler Burr, parfum justru memberi nuansa sensual pada saat makan. Paduan antara wewangian parfum dan sensasi aroma makan, baginya, memberi pengalaman mendalam bagi para penikmatnya. Ia mengejawantah kedua sensasi aroma dalam beberapa sesi sajian makan malam di beberapa restauran ternama di Paris, Florence, Venezia, dan New York yang diberi tajuk Scent Dinner.
Ia bekerja sama dengan para koki kondang untuk mengembangkan menu yang dapat dibedah ke esensi dasar parfum, selaik Hermes Un Jardin sur le Nil, yang tanpa sepengetahuan banyak orang, ternyata memiliki alter ego kuliner yang rasanya seperti udang yang dibumbui dengan gelatin mangga, sup wortel kental, dan tuna dengan peach carpaccio.
Para tamu diajak berimajinasi mengenai seni wewangian. Chandler Burr memberi mereka beberapa wewangian dasar dan esensi aroma. “Menghirup wewangian, bila dilakukan dengan benar, adalah pengalaman yang sensual.”
Cara menikmati aroma makan malam, bukan tentang menangkap aroma menumis bawang putih. “Ini tentang mengidentifikasi sebuah esensi aroma-kulit lembut buah persik, daun kemerahan dari pohon ara, kulit dari wortel-pertama yang melalui hidung dan, beberapa saat kemudian, masuk ke mulut ke mulut,” dinukil dalam Chandler Buur`s Scent Dinners: A Revolution of Smell, Newsweek.
Aroma merupakan faktor terpenting mencapai kenikmatan rasa. Beberapa masakan tradisional menguatkan aroma dengan bahan rempah-rempah, sementara makanan cepat saji seperti mie instan menambahkan perisa makanan agar aroma tetap terjaga.
Telepas dari hasil bahan rempah-rempah maupun ekstrak, aroma tetap menggoda, membuat air liur membendung di dalam mulut.
I Dirga Adinata
