Aceh Darurat Bencana

| dilihat 1757

AKARPADINEWS.COM | WARGA Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) berduka. Rabu (7/12), jelang subuh, gempa berkekuatan 6,5 skala richter (SR), mengguncang kabupaten Pidie Jaya, Pidie, dan Bireuen. Tak sedikit korban yang meninggal dunia dan luka berat akibat tertimbun reruntuhan bangunan. Belum terhitung pula jumlah kerugian materi yang ditanggung para korban.

Pijay Zulkifli, warga Desa Kuta Pangwa, Kecamatan Tringgadeng, Pidie Jaya, tak kuasa menahan sedih, melihat sejumlah korban yang meninggal dunia. Di antara korban meninggal dunia itu, ada jasad perempuan yang tengah hamil tujuh bulan. Di desanya, sedikitnya 15 orang meninggal dunia.

"Desa ini saja, korban yang meninggal dunia keseluruhan 15 orang, satu di antara ibu hamil dan anak-anak, serta orang dewasa," katanya seperti dikutip Antara, Rabu (7/12). Belasan korban meninggal dunia itu dimakamkan dalam satu liang lahat.

Pijay yang juga Sekretaris Desa (gampong) Kuta Pangwa, mengalami luka di bagian kaki. "Kaki saya tergilir ketika menghindari runtuhan bagunan," katanya sambil menunjukkan kakinya yang membengkak. Terkait kondisi warga yang selamat, dia mengatakan, sebagian besar masih enggan kembali ke rumahnya lantaran takut gempa susulan. Mereka ditempatkan di posko pengungsian. Warga bersama tim SAR sudah membuka dapur umum untuk penyediaan konsumsi bagi korban yang selamat.

Berdasarkan laporan terakhir yang disampaikan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), jumlah korban yang meninggal dunia mencapai 97 orang, 411 orang mengalami luka berat, dan 125 orang lainnya luka ringan. Kemungkinan jumlah korban akan bertambah. Upaya pencarian dan penyelamatan masih terus dilakukan tim SAR gabungan.

Zainal, warga Meureudu, Pidie Jaya mengatakan, korban yang meninggal dunia kebanyakan menetap di rumah toko (ruko) yang berlantai dua. Saat gempa, kemungkinan mereka terlambat keluar ruko untuk menghindari reruntuhan bangunan. "Banyak yang meninggal dunia warga yang tinggal di ruko di Mereudeu," katanya.

Tak sedikit korban luka dirujuk ke sejumlah pusat pelayanan kesehatan di Pidie Jaya. "Semua Puskesmas yang ada di Meureudu, sudah penuh dengan korban gempa. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pidie Jaya, di pinggir jalan raya Banda Aceh-Medan, juga sudah penuh, sehingga harus dilarikan ke rumah sakit di Kabupaten Pidie dan Kabupaten Bireun," kata Zainal.

BNPB memastikan akan lebih fokus pada pencarian dan penyelamatan korban. Diperkirakan, jumlah korban yang meninggal dunia akan bertambah. "Masih ada warga yang kemungkinan tertimbun bangunan roboh, kami telah mengerahkan tiga ekskavator. Salah satu kendala kami adalah kekurangan alat berat," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan Masyarakat (Humas) BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, kemarin.

Sementara masyarakat yang rumahnya rusak berat ditempatkan di posko-posko pengungsian. Guna memperlancar upaya evakuasi, Pemerintah Propinsi NAD, menetapkan status tanggap darurat bencana selama 14 hari, dari tanggal 7-20 Desember 2016.

Dampak gempa paling parah dialami warga di Pidie Jaya, di antaranya di Ule Glee, Meureude, dan Tringgadeng. Di Pidie Jaya, Pusat Data Pengendali Operasi (Pusdalops) BNPB melaporkan, ada 91 orang yang tewas. Sementara di Bireuen korban tewas yang berhasil diselamatkan sebanyak dua orang  dan dan di Pidie satu orang.

Sedangkan korban luka berat berjumlah 128 jiwa, di antara 125 orang di Pidie Jaya dan tiga orang di Bireuen. Sementara korban luka ringan mencapai 489 orang. Terkait kerusakan infrastruktur, BNPB mencatat, sebanyak 161 rumah rusak berat, di antaranya di Pidie Jaya (86 unit), Bireuen (35 unit), dan Pidie 40 unit). Gempa juga merusak 105 ruko di Pidie Jaya, 14 masjid, satu sekolah, dan satu fasilitas kesehatan.

Direktur RSUD Kabupaten Pidie Jaya, Erlinda mengatakan, sekitar 70 persen fasilitas kesehatan milik pemerintah rusak akibat gempa. "Sekitar 70 persen bangunan RSUD rusak dan tidak bisa dipergunakan," katanya di kompleks rumah sakit di Meureude kemarin. Menurut Erlinda, ada sekitar 50 kamar rawat inap yang tidak bisa dipergunakan.

Dindingnya yang retak, dikhawatirkan akan roboh jika terjadi gempa susulan. "Tidak berani kita gunakan dan hanya 15 kamar rawat inap yang bisa dipakai. Selebihnya korban ditangani tim medis di tenda darurat dan dirujuk ke RSUD Sigli, RSUD Bireuen dan RSU Zainal Abidin Banda Aceh," ujarnya. Pihak pengelola rumah sakit juga membuka pelayanan informasi kepada masyarakat guna mengetahui kondisi korban yang dirawat. 

Guna menanangi lonjakan korban gempa, Erlinda menambahkan, sudah dikerahkan tim dokter dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) di Bireuen, Lhokseumawe, dan Aceh Utara. "Tim sudah tiba, membantu serta melayani korban gempa."

Terkait kebutuhan obat, Erlinda memastikan, masih mencukupi. Dokter dari Tim Pemerhati Kepala dan Leher yang sudah datang juga membawa obat-obatan dan makanan. Tim itu dari Rumah Sakit Cut Mutia, Dinas Kesehatan Aceh Utara, Rumah Sakit Datu Beru Takengon yang jumlah 50 orang. Tim medis dari Rumah Sakit Muhammadiyah Lhoksumawe dan Medan juga diberangkatkan untuk memberikan pelayanan medis dan melakukan Rapid Health Assessment (RHA).

Fokus Penyelamatan Korban

Terkait upaya pencarian dan penyelamatan para korban, Sutopo mengatakan, ribuan tim SAR gabungan telah dikerahkan. Tim itu berasal dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pidie Jaya dan BPBD Pidie, TNI, Polri, Basarnas, Satuan Kerja Perangkat Daerah, Taruna Siaga Bencana, Palang Merah Indonesia (PMI), relawan, dan masyarakat.

Dia juga memastikan, wilayah yang terdampak gempa bisa dijangkau oleh tim SAR. "Tidak ada kondisi yang terisolir dalam mengerahkan bantuan," katanya. Tiga eskavator juga dikerahkan di Kecamatan Meureudu, Pidie Jaya sejak pagi, termasuk beberapa alat berat lainnya, untuk mencari korban yang tertimbun reruntuhan. Berbagai bantuan yang mengalir seperti makanan siap saji, beras, kendaraan, obat-obatan, selimut, kantung mayat dan rompi, juga telah disalurkan kepada yang membutuhkan.

Gempa juga mengakibatkan kegiatan belajar di Pidie terhenti. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Pidie, Murthala mengatakan, sebagian besar sekolah di bagian timur, yang berbatasan dengan wilayah Pidie Jaya yang paling parah terdampak gempa, tidak melaksanakan kegiatan belajar mengajar."Bukan disebabkan karena kerusakan bangunan sekolah, akan tetapi siswa tidak hadir ke sekolah," kata Murthala.

Sejauh ini, Dinas Pendidikan Pidie, baru menerima laporan kerusakan satu unit sekolah, yakni SD Peukan Baro. "Kita akan terus memantau dan mendata berbagai perkembangan pascagempa ini, apabila ada informasi terbaru akan segera diberi tahu," katanya.

Sementara itu, Menteri Sosial (Mensos) Khofifah Indar Parawansa dalam rilisnya kemarin menjelaskan, Kementerian Sosial menyiapkan berbagai bantuan logistik bagi para korban dengan nilai Rp2,096 miliar. Bantuan sudah disiapkan dan sedang dikirim ke lokasi bencana. "Insya Allah bantuan sampai Jumat, 9 Desember," kata Khofifah.

Bantuan logistik yang dikirim antara lain, tenda keluarga, tenda gulung, matras, selimut, family kit, food ware, kids ware, baju, mie instan, makanan kaleng, dan berbagai jenis bahan pokok lainnya. Kementerian Sosial juga telah membuka dapur umum lapangan (dumlap). Tiap dumlap, mampu menyajikan hingga 1.000 porsi makanan untuk para pengungsi.

Kementerian Sosial terus mengikuti perkembangan dari penanganan korban gempa, termasuk memantau jumlah korban yang meninggal dunia dan terluka. Selain logistik, bantuan uang tunai juga disiapkan. Keluarga dari korban yang meninggal dunia akan menerima bantuan Rp15 juta. Sedangkan korban yang terluka akan diberikan Rp5 juta.

Presiden Joko Widodo rencananya akan meninjau para korban gempa. Namun, Presiden menekankan, kedatangannya tidak ingin mengganggu proses evakuasi yang sedang dilakukan. "Baru dipersiapkan. Waktunya saya belum tahu. Tapi yang jelas saya akan ke sana. Saya tidak ingin malah mengganggu proses evakuasi yang ada. Saya sudah perintahkan agar itu berjalan terlebih dahulu," katanya kepada pers saat sosialisasi amnesti pajak di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Badung, Bali, kemarin.

Presiden telah memerintahkan jajaran pemerintah untuk bergerak cepat menanggulangi bencana tersebut. "Saya sudah memerintahkan kepada Kepala Staf Kepresidenan. Saya perintahkan kepada Panglima TNI, Menteri Kesehatan, Kepala BNPB, semuanya, terjun. Karena setiap jam yang saya ikuti, korbannya terus bertambah," ucap Presiden.

Tanah Longsor

Bencana juga menyapa warga di Dusun Gunung Malang, Desa Sukomakmur, Kecamatan Kajoran, Magelang, Jawa Tengah. Hujan deras pada Selasa (6/12) lalu, menyebabkan longsor tebing setinggi 40 meter. BNPB melaporkan, satu orang tertimbun. Evakuasi korban berlangsung sekitar satu jam. Saat ditemukan korban masih hidup. Namun, sampai di rumah, korban yang brnama Juwarni (45 tahun) itu meninggal dunia. Di hari yang sama, longsor juga terjadi di Kabupaten Lebak, Banten. Empat orang meninggal dunia dan tiga orang terluka akibat longsor di pinggiran sungai Blok Cikopo Gunung Halimun Salak, Desa Citorek, Cibeber.

Longsor yang terjadi di area penambangan emas liar itu menimpa tenda-tenda para gurandil. Di kala hujan lebat mengguyur, tebing yang berada di belakang tenda-tenda, dengan tingkat kemiringan sekitar 85 derajat, longsor sehingga menimbun tenda para gurandil di sepanjang aliran Sungai Cikopo tersebut.

Longsor juga menimbun dua rumah di Kampung Cikatomas II RT 002/003 Desa Cikatomas, Kecamatan Cilograng, Lebak, pada Senin (5/12). Insiden yang terjadi pada pukul 15.15 WIB itu menyebabkan dua orang meninggal dunia, yaitu Muhtar (54 tahun) dan Rika (15 tahun). Longsor juga melukai Mintarsih (45 tahun) dan Ali (28 tahun). Longsor meratakan sebuah rumah, satu rumah rusak berat, dan menghancurkan dua unit mobil dan tiga unit motor.

Longsor juga terjadi di Dukuh Tegalsari, Desa Bulurejo, Kecamatan Karangpandan Karanganyar, Jawa Barat, Selasa (29/11) lalu. Setelah melakukan pencarian selama delapan hari, tim SAR berhasil menemukan korban meninggal dunia, Daliyem (66 tahun). Lonsor di Tegalsari menelan tiga korban meninggal dunia.

Berdasarkan catatan BNPB, longsor adalah bencana yang paling banyak menimbulkan korban jiwa meninggal. Selama tahun 2016, telah terjadi 575 kejadian longsor yang menewaskan 177 orang. Longsor juga menyebabkan 100 orang luka-luka, 38.506 orang menderita dan mengungsi, 1.069 rumah rusak berat, 987 rumah rusak sedang, 926 rumah rusak ringan, dan puluhan bangunan umum rusak.

Tren bencana longsor menunjukan peningkatan. Pada tahun 2012, terdapat 291 kejadian longsor. Sementara di tahun 2013 (296 longsor), 2014 (600 longsor), tahun 2015 (515 longsor). Di tahun 2012, korban tewas akibat longsor mencapai 119 orang, tahun 2013 (190 tewas), 2014 (372 tewas), dan 2015 (135 tewas).

BNPB mencatat, terdapat 274 daerah di Indonesia yang rawan longsor. Tingginya jumlah korban lantaran minimnya kemampuan mitigasi, baik struktural dan non struktural. Bahkan, masyarakat tidak memiliki kemampuan untuk memproteksi diri dan keluarganya sehingga rentan menjadi korban longsor.

Upaya pencegahan telah dilakukan seperti penguatan tebing, pembangunan sistem peringatan dini, sosialisasi, reboisasi dan penghijauan, dan lainnya. Namun, upaya pencegahan seringkali kalah cepat dengan faktor-faktor penyebab longsor sehingga longsor terus berlangsung. | M. Yamin Panca Setia

Editor : M. Yamin Panca Setia | Sumber : Antara
 
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 633
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 781
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 750
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya
Sainstek
01 Nov 23, 11:46 WIB | Dilihat : 820
Pemanfaatan Teknologi Blockchain
30 Jun 23, 09:40 WIB | Dilihat : 1088
Menyemai Cerdas Digital di Tengah Tsunami Informasi
17 Apr 23, 18:24 WIB | Dilihat : 1341
Tokyo Tantang Beijing sebagai Pusat Data Asia
12 Jan 23, 10:02 WIB | Dilihat : 1481
Komet Baru Muncul Pertama Kali 12 Januari 2023
Selanjutnya