Catatan Lingkungan Hidup Bang Sem (1)

Allah, Manusia, dan Alam Semesta

| dilihat 2998

AKARPADINEWS.COM | Allah menciptakan alam semesta, sebagai alat ke­lengkapan hidup bagi manusia, dengan sistem tata hubungan yang sangat harmonis satu dengan lainnya. Para pemikir, cendekiawan, dan ilmuwan melihat korelasi , – Manusia – Alam sebagai suatu hubungan harmonis. Tidak hanya karena Allah menyatakan, bahwa alam terjadi melalui proses penciptaan. Melain­kan, karena perkembangan sains membuktikan, proses terjadinya alam, sebagaimana disebutkan dalam kitab suci, merupakan fakta yang nyata.

Se­bagaimana Ia menciptakan beragam bangsa dan suku bangsa, Allah juga menciptakan alam dengan berbagai karakter, dengan potensi sumberdaya alam yang berbeda-beda antara satu wilayah dengan lainnya.

Di belahan dunia tertentu Ia hamparkan gurun pasir sedemikian luas, di belahan lainnya ia hamparkan kawasan es beku, di belahan lainnya lagi ia hamparkan ka­wasan pe­gunung­an, lembah, dilengkapi sungai dan danau dengan ke­suburan yang berbeda. Pada setiap kawasan itu, Allah me­nyimpan aneka material alam, yang me­mungkinkan manusia memenuhi kehidupan, mem­bangun, dan mengembangkan peradabannya.

PESONA ALAM LAUT DI LHOK IBOIH - PULAU WEH -NANGROE ACEH DARUSSALAM | semhaesy@karpadinews

Untuk itu pula, Allah memberikan kelebihan akal dan fikiran bagi manusia untuk berproses, dipandu oleh para insan pilihan yang diutusnya sebagai nabi, rasul, yang di­lanjutkan dengan para ulama (intelek­tual), kaum ulul albab, yang berkewajiban me­ngembangan sains dan tek­nologi. Me­ngembangkan ke­mampuan me­nata dan mengelola alam se­mesta, seraya memberi makna atas setiap jengkal alam yang di­cipta-Nya. Mulai dari peradaban yang paling seder­hana, sampai yang paling kompleks.

Semua itu, merupakan fasilitas Allah bagi umat manusia, mengekspresikan kewajib­an utama­nya: ibadah. Mengabdi kepada Allah. Dan peng­abdian yang paling utama adalah memberi me­ngembangkan dayacipta, sehingga berkemampuan me­ngelola sumberdaya alam bagi ke­maslahatan umat manusia secara harmonis.

Para hukama’ (failasuf) se­bagai para pemikir, mencatatkan dalam karya-karya besar mereka, keadaan dunia dengan segenap fe­nomena dan para­digma peradaban yang terbangun di atasnya. Bahkan, tak jarang dengan memakan korban, sebagai martir peradaban, untuk menegaskan pemaham­an dan pengetahuannya tentang bumi yang bulat, salah satu planet di antara gugusan tatasurya di alam semesta yang fana ini.

Para hukama’ mendeskripsikan, bumi merupa­kan planet yang di­selubungi ele­men air. “Laksana anggur yang terapung di atas air,” ungkap Ibnu Khaldun. Dalam kitabnya yang sohor, Mu­qaddimah, Ibnu Khaldun me­lukiskan: “Air keluar me­narik dari bagian-bagi­an bumi, sebab Allah hendak men­ciptakan makhluk-makhluk hidup di atas­nya, lalu me­makmurkannya, dengan me­netapkan fungsi manusia se­bagai khalifah. Berke­dudukan di separuh daratan bumi, tidak tergenang air, melainkan dikelilingi, berupa hampar­an laut luas ter­bentang. Al bahru al muhiith”.

Di sebagian bumi yang tidak tertutup air itulah, Allah menyediakan ruang bagi manusia menemukan, me­­numbuh­kan, dan mengembangkan peradabannya. Dan dengan peradabannya itu, manusia menemukan se­demiki­an banyak ke­kayaan alam yang ditebarkan Allah di se­luruh penjuru bumi. Baik di darat, di laut,  maupun di udara.

PENELURUSAN MANUSIA ATAS BUMI, MENEMUKAN ANEKA JENIS ENERGI, MINERAL DAN BATUBARA DARI DALAM PERUT BUMI | 

Ibnu Khaldun melukiskan secara deskriptif, bahwa di bagian bumi sebelah selatan, dihamparkan padang pasir dan tanah kosong, dengan sedikit dihuni manusia. Lebih luas di­bandingkan dengan kawasan di sebelah utara dan tengah, yang banyak dihuni manusia. Kawasan ini terdiri dari daratan yang cembung, terletak di antara khatulistiwa dan lingkaran bumi, berbatas dengan gugusan gunung yang memisahkan kawasan itu dengan samudera yang mengelilinginya, karena gunung-gunung itu condong ke arah Timur. Meski gugusan gunung melingkar jauh hingga ke Barat, dari titik di mana kita memulai arah dan pandangan.

Di sepanjang gugusan gunung-gunung, sungai, laut, danau, dan samudera lepas, Allah menyimpan se­demikian banyak kekayaan berupa gas dan minyak bumi yang terbentuk dari batuan fosil makhluk berper­adaban amat purba. Kemudi­an, Allah menghamparkan potensi bebatuan mineral dengan ribuan jenis dan ragam, yang terbentuk ribuan tahun. Lalu, se­suai dengan hukum alam yang mengaturnya, manusia hidup di berbagai daerah alir­an sungai, dan memulai peradab­annya di masa lalu. Seperti daerah aliran sungai Nil, Euphrat, Tigris, dan Balkh yang disebut Oksus atau Jayhun.

Sungai Nil, misalnya, berhulu di Gunung Qumr, yang diyakini di masa lalu, sebagai gunung tertinggi di atas per­muka­an bumi -- bahkan diyakini melebihi ke­tinggi­an Himalaya dengan mount Everest-nya di Nepal -- Dari gunung itulah, me­mancar mata air, lalu mem­bentuk tiga danau yang satu dengan lainnya dihubung­kan oleh sungai dan anak sungai atau khalij, yang terus mengalir ke muaranya.

Di sepanjang aliran sungai itulah manusia me­nge­ja­wan­tahkan sains, teknologi, pengalaman, dan budaya­nya se­bagai satu kesatuan peradaban, dengan be­ragam bentuk pe­mahaman mereka tentang Allah, Alam, dan Manusia sebagai satu ke­satuan triangle of life. |

Editor : Web Administrator
 
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 168
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 340
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 365
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 335
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya
Polhukam
05 Mar 24, 04:23 WIB | Dilihat : 246
Tak Perlu Risau dengan Penggunaan Hak Angket DPR
05 Mar 24, 08:18 WIB | Dilihat : 425
Anak Anak Abah Menghalau AI Generatif
22 Feb 24, 11:50 WIB | Dilihat : 318
Jalan Terjal Perubahan
18 Feb 24, 05:52 WIB | Dilihat : 274
Melayari Dinamika Kebangsaan dan Demokrasi
Selanjutnya