Catatan untuk Kabinet Kerja Bagian 3

Program Serba Kartu Jokowi Baru Sekadar Mengubah Kemasan

| dilihat 1750

Bang Sem

PRESIDEN Joko Widodo dan sejumlah menterinya, Senin (3/11) meluncurkan Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat, dan Kartu Indonesia Sejahtera di Kantor Pos Besar – Jakarta Pusat, siang. Peluncuran kartu itu dimaksudkan sebagai aksi memenuhi janji kampanye Jokowi – JK.

Puan Maharani, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan menyebut program ‘serba kartu’ itu sebagai bentuk penyempurnaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang sebelumnya diluncurkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) .

Sebenarnya, tak ada yang baru dari program yang pelaksanaannya dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan itu. Program ‘serba kartu’ yang diluncurkan Jokowi, hanya berbeda kemasan. Secara substantif tak ada yang beda.

Baik program JKN di era Presiden SBY maupun program yang diluncurkan SBY, sama – sama bersifat universal coverage. Artinya menjangkau seluruh penduduk. Hanya mekanisme pelaksanaannya yang berbeda, persis seperti rencana penyempurnaan program yang memang sudah dibahas oleh kabinet sebelumnya.

Baik program JKN di era Presiden SBY maupun program Kartu Indonesia Sehat sama meliputi pelayanan preventif – kuratif – promotif. Pun demikian halnya dalam konteks Kartu Indonesia Pintar dan Kartu Indonesia Sejahtera, substansinya tetap sama. Hanya kemasan dan caranya yang berbeda. Belanja programnya juga diambil dari sumber biaya yang sama.

Bila kita membuka kembali file (fail) lama di era kepemimpinan Presiden SBY, program JKSN (Jaminan Kesejahteraan Sosial Nasional), yang kemudian mewujud dalam bentuk Jaminan Kesehatan Nasional dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah suatu keniscayaan. Negara melalui pemerintah memang harus memusatkan perhatian pada pencapaian kesejahteraan rakyat, mulai dari basis. Antara lain dengan mengembangkan model kebutuhan dasar.

Komitmen Pemerintah dan DPR memberlakukan Undang Undang Jaminan Kesejahteraan Sosial Nasional (JKSN) yang kemudian mengubah PT ASKES menjadi BPJS dan PT JAMSOSTEK sebagai BPJS Ketenagakerjaan, adalah untuk mempercepat pemerataan kesejahteraan sosial.

Arahnya jelas, yaitu : menciptakan kondisi yang mampu memperkuat akses rakyat terhadap pelayanan kesehatan dan pendidikan.Menjamin seluruh rakyat dalam kondisi sehat dan berpendidikan.

Mengemas program atau program packaging memang jalan cepat untuk memperoleh dampak pencitraan positif terhadap pemerintah. Tapi yang diperlukan rakyat adalah bagaimana pemerintahan menyempurnakan program dasarnya. Yaitu membenahi kondisi lingkungan sehat, lingkungan cerdas, dan lingkungan mampu secara ekonomi. Inilah kelak yang akan menjadi esensi perubahan asasi.

Dengan perubahan nomenklatur dari Kementerian Kesejahteraan Sosial menjadi Kementerian Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, mestinya yang harus dilakukan lebih awal, bukanlah meluncurkan kemasan. Melainkan menjelaskan kepada rakyat, rencana program dan rencana aksi terkait dengan pembangunan manusia yang berujung pada pencapaian human development index (indeks pembangunan manusia), dan strategi kebudayaan.

Sebelum Kabinet Kerja diumumkan, rapat perdana Dewan Kebudayaan Jawa Barat yang dihadiri sejumlah anggotanya (antara lain Prof. Dr. Ganjar Kurnia, Iwan Abdurrahman, Miranda Risang Ayu, Yayat Hendayana, UU Rukmana, Jakob Sumardjo, Vreddy Kastamarta, Sultan Arief Natadiningrat, Asep Warlan Yusuf, dan lainnya) sudah membahas berbagai topik mendasar strategi kebudayaan dalam keseluruhan konteks pembangunan manusia dan kebudayaan. Khasnya dalam menghadapi perubahan global yang bakal terjadi. Antara lain, terkait dengan perlunya dilakukan manpower planning secara multidimensi.

Perencanaan sumberdaya manusia ini menjadi penting, karena akan berkaitan erat dengan terciptanya kondisi lingkungan sehat, cerdas, dan mampu secara ekonomi, disertai dengan perumusan kriterium tentang kualitas manusia yang dikehendaki. Kelak hal itu akan terkait dengan sistem pendidikan yang lebih universal (baik scholastik maupun non scholastik), perubahan relasi – korelasi sosial yang lebih egaliter : equit dan equal, dan mendasar.

Jaminan sosial kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial harus ditempuh secara multi channel, multi format, dan multi formula. Program “serba kartu” yang diluncurkan Jokowi – JK, hanya sub part of dari keseluruhan program.

Selaras dengan itu, hal pertama yang harus dilakukan adalah menegaskan perencanaan pembangunan, dimulai dari perencanaan pembangunan manusia Indonesia berbudaya.  Kata kuncinya adalah  ini. Tanpa begitu, kita akan terjebak, menyeret substansi menjadi hanya program elementer yang bukan merupakan perubahan esensial. |

 

 

Editor : N Syamsuddin Ch. Haesy | Sumber : foto : vivanews.co.id
 
Sainstek
01 Nov 23, 11:46 WIB | Dilihat : 952
Pemanfaatan Teknologi Blockchain
30 Jun 23, 09:40 WIB | Dilihat : 1175
Menyemai Cerdas Digital di Tengah Tsunami Informasi
17 Apr 23, 18:24 WIB | Dilihat : 1441
Tokyo Tantang Beijing sebagai Pusat Data Asia
12 Jan 23, 10:02 WIB | Dilihat : 1587
Komet Baru Muncul Pertama Kali 12 Januari 2023
Selanjutnya
Polhukam
19 Apr 24, 19:54 WIB | Dilihat : 244
Iran Anggap Remeh Serangan Israel
16 Apr 24, 09:08 WIB | Dilihat : 340
Cara Iran Menempeleng Israel
Selanjutnya